The Twins Julian & Julivan : Chapter 1
Chapter
1
Sepuluh tahun lalu, Charles
dan Jenny hidup bahagia dengan kedua anak kembarnya Julian dan Julivan. Mereka
tinggal di sebuah rumah mewah yang lokasinya tak begitu jauh dari pantai. Saat
itu, mereka sedang merayakan ulang tahun si kembar yang ke-6.
“Happy Birthday, Sayangnya
Mama. Semoga kalian panjang umur, sehat selalu, dan bisa jadi kebanggaan Mama
dan Papa.”
“Amin. Happy birthday ya,
anak-anak Papa. Ini kado buat kalian.”
“Makasih, Pa, Ma,” jawab
Julian dan Julivan kompak.
“Oh, iya aku sama Ivan mau
main ke pantai dong, Pa, Ma. Boleh ya? Mumpung kita lagi libur.”
“Hmm… gimana, Pa? Anak-anaknya
dibolehin pergi nggak?”
“Boleh, dong. Ayo, kita
siap-siap!”
“Asyik!”
Setelah bersiap, mereka pun
pergi ke Pantai Alam Nusa yang lokasinya hanya sekitar tiga kilometer dari rumah
mereka. Mereka pergi dengan berjalan kaki. Sesampainya di pantai, Julian dengan
semangat mengajak keluarganya membuat sebuah istana pasir yang besar.
“Pa, Ma, kita buat istana
pasir yang besar ya!”
“Siap, Sayang. Kita buat yang
besar ya! Ayo, Pa, Ivan! Kita mulai buatnya.”
“Beres.”
Mereka mulai membuat istana
pasir tersebut bersama-sama dengan penuh kebahagiaan. Namun, kebahagiaan itu
hanya sesaat. Tak lama, mereka berempat merasakan guncangan gempa yang cukup
kencang.
“Pa, Ma, ini gempa? Aku
takut.”
“Sayang, nggak usah takut.
Gempanya hanya sebentar kok.”
“Iya, kalian nggak perlu
khawatir. Setelah gempanya berhenti, kita pulang ya!”
“Setuju, Pa, Ma. Julian sama
Ivan takut banget.”
Setelah gempa berhenti, mereka
bergegas meninggalkan pantai. Dalam perjalanan pulang, gempa kembali terjadi. Namun,
gempa kali ini lebih kencang dari sebelumnya. Suara gemuruh ombak pun sampai
terdengar.
“Pa, Ma, aku takut.”
“Tenang, Sayang. Semua akan
baik-baik saja. Pa, sekarang kita harus ke mana?”
“Lebih baik kita tetap
lanjutkan perjalanan kita. Kita harus cari dataran yang lebih tinggi. Takutnya
akan terjadi tsunami. Ivan, kamu digendong sama Papa ya! Ma, kamu gendong
Julian.”
“Baik, Pa."
Namun, semuanya terlambat.
Sebelum mereka berempat tiba di dataran yang lebih tinggi, gelombang tsunami
lebih dulu menerjang daratan hingga mereka terpisah.
—oOo—
“Jenny, Julian, Ivan… Kalian
di mana?” teriak Charles lemah di antara reruntuhan gedung. Ia mencoba untuk
bangkit, tetapi karena tubuhnya tertimbun reruntuhan membuatnya sulit bergerak
hingga akhirnya ia kembali tak sadarkan diri. Beberapa jam kemudian, tim SAR berhasil
menemukan keberadaan Charles. Charles pun dibawa ke posko pengungsian terdekat.
Sementara itu, di sisi lain Jenny baru saja tiba di salah satu posko sambil
menggendong Julian yang sedang terluka parah.
“Dokter, dokter, tolong anak
saya!”
“Ibu sabar ya! Anak Ibu akan
segera ditangani oleh tim medis.”
“Saya nggak mau kehilangan
anak saya! Tolong, anak saya dulu!”
“Ibu, sabar ya! Dokternya
masih menangani korban lainnya.”
“Tidak apa, Pak. Anak Ibu ini
biar saya yang tangani.”
“Tolong selamatkan anak saya,
Dok.”
“Ibu tenang ya! Saya akan
tangani anak Ibu.”
Julian berhasil ditangani
dokter. Luka-luka pada lengan Julian telah dibalut perban. Kondisi Julian pun
sudah mulai membaik.
“Ibu nggak perlu khawatir. Anak
Ibu sekarang sudah baik-baik saja. Luka-lukanya sudah saya balut perban. Kondisinya
akan segera membaik. Kita tunggu saja dia sadar ya!”
“Baik, Dok. Terima kasih atas
bantuannya.”
“Sama-sama, saya permisi dulu
ya!”
“Baik, Dok.”
Jenny menggenggam telapak
tangan Julian.
“Julian, cepat sadar ya! Mama
nggak mau kehilangan kamu.”
Beberapa saat kemudian, Jenny
melihat sang suami baru saja dibawa masuk ke posko pengungsian yang sama. Ia pun
langsung menghampiri petugas yang membawa sang suami.
“Ini suami saya, Pak!
Bagaimana kondisinya?”
“Ibu tenang ya! Suami Ibu biar
diperiksa dulu sama petugas medis.”
“Oh, iya anak saya mana? Kok
nggak dibawa juga? Tadi anak saya digendong suami saya.”
“Mohon maaf, Bu. Di lokasi,
kami hanya menemukan keberadaan suami Ibu. Kemungkinan anak Ibu terpisah saat
tsunami terjadi.”
“Ini nggak mungkin! Anak saya
nggak mungkin hilang! Ivan, kamu di mana, Nak? Pak, tolong cari anak saya!”
teriak Jenny histeris.
“Ibu tenang ya! Kami akan
berusaha mencari korban-korban lainnya. Mohon bersabar.”
“Bagaimana bisa tenang, Pak?
Anak saya hilang!”
“Saya mengerti perasaan Ibu.
Saya dan tim akan berusaha mencari anak Ibu lagi. Ibu mohon menunggu kabar dari
kami.”
Beberapa hari kemudian,
kondisi Charles sudah mulai pulih. Ia pun memutuskan kembali mencari keberadaan
Julivan alias Ivan yang belum ditemukan bersama tim SAR. Setelah beberapa hari
melakukan pencarian, tim SAR akhirnya menyatakan bahwa Ivan kemungkinan besar
telah meninggal dunia dan terseret ke tengah laut. Tentu saja hal ini membuat
Charles, Jenny, dan Julian terpukul. Charles pun memutuskan untuk membawa
keluarganya pergi jauh dari Alam Nusa.
—oOo—
Tepat hari ini, Julian kembali
berulang tahun ke-16. Seperti pada tahun sebelumnya, ia meminta kepada sang
ayah untuk tidak merayakan ulang tahunnya. Baginya hari ulang tahunnya bukanlah
hari yang membahagiakan karena ia harus kehilangan saudara kembarnya, Ivan.
Ditambah lagi kondisi sang Mama yang masih suka histeris, menangis, bahkan kadang
mengganggap Julian sebagai Ivan.
“Julian, kamu kenapa?”
“Nggak, Ma. Julian hanya
kepikiran sebentar lagi ‘kan Julian mulai sekolah lagi.”
“Oh, gitu. Ya sudah, kamu
lanjutin sarapannya.”
“Okay, Ma.”
Selesai sarapan, Julian
kembali ke kamarnya. Ia membaringkan dirinya di tempat tidur dengan posisi
tetap duduk. Ia mengambil pigura yang berisikan foto dirinya dengan Ivan.
“Julian, boleh Papa masuk?”
“Masuk saja, Pa. Pintunya
nggak Julian kunci kok.”
Charles membuka pintu kamar
tersebut.
“Kamu masih kepikiran sama
Ivan, saudara kembar kamu ya?” tanya Charles sambil berjalan mendekati Julian.
“Iya, Pa. Aku yakin dia masih
hidup.”
Charles mengambil posisi duduk
tepat di sampingnya.
“Sama. Papa pun ragu kalau
Ivan sudah tiada. Papa masih terus melakukan pencarian, tetapi sampai saat ini
belum dapat informasi. Semoga Ivan bisa segera berkumpul bersama kita lagi ya!”
“Amin, Pa.”
“Oh, iya kamu yakin nggak mau
Papa kasih hadiah? Sudah beberapa tahun loh kamu nggak minta.”
“Nggak perlu, Pa. Aku hanya
mau Ivan cepat kembali.”
“Kamu bantu doa saja ya!
Semoga Papa bisa segera menemukan Ivan.”
Julian memeluk sang papa
dengan hangat.
“Oh, iya, Pa. Liburan sekolah
nanti Julian mau coba cari keberadaan Ivan di Alam Nusa ya? Julian harus
mencari petunjuk di sana.”
“Kamu yakin? Papa takut kamu
masih trauma dengan kejadian 10 tahun lalu. Papa takut kamu kenapa-kenapa di
sana.”
“Aku yakin, Pa. Aku pasti akan
baik-baik saja. Sekalian ngecek kondisi rumah kita di sana.”
“Okelah, kalau kamu mau ke
sana. Papa izinkan. Papa juga hampir saja lupa membenarkan rumah kita di sana.
Sudah 10 tahun lebih, rumah itu terbengkalai. Papa akan suruh orang untuk memperbaikinya
dulu.”
“Makasih, Pa. Julian sayang
banget sama Papa dan Mama. Julian nggak mau lihat Mama sedih terus.”
To be continued ...
🌊 © 2022 By WillsonEP
ðŸ˜ðŸ˜ next thorr
ReplyDeletenextt thorr
ReplyDeleteBesok update ya?
ReplyDeleteSeru ceritanya
ReplyDeleteTerima kasih atas apresiasinya. 😊
ReplyDelete