The Twins Julian & Julivan : Chapter 2
Tahun ajaran baru dimulai. Hari
ini Julian pergi sekolah diantar oleh sopirnya. Julian keluar dari mobil dan mulai
memasuki gedung sekolah barunya, SMA Merah Putih. Ia langsung disambut oleh sahabatnya,
Angga dan Arman. Mereka adalah sahabat Julian sejak ia pindah ke kota.
“Hello, Brother
! Apa kabar? Kita kembali satu sekolah,” sambut Angga dengan bersemangat.
“Ke mana saja lu? Selama
liburan kok nggak pernah keluar rumah? Bentah amat di rumah. Lu sakit? Mau main
ke rumah lu, tapi gue sama Angga nggak tahu rumah lu di mana,” tambah Arman.
“Kabar gue baik. Biasa gue
males keluar rumah.”
“Syukurlah, lu sehat. Oh, iya
rumah lu di mana sih? Kasih tahu kita dong. Jangan sok misterius deh.”
“Hmm, belum saatnya kalian
tahu rumah gue di mana. Lebih baik sekarang kita ke kantin. Gue mau traktir
kalian.”
“Wah, seriusan? Lumayan nih bisa
hemat uang jajan. Let’s go !” respon Arman bersemangat.
Sementara di seberang sana,
tepatnya di SMA Pancasila, Ivan baru saja tiba di sekolah barunya. Berbeda
dengan Julian, di sekolah ini Ivan tidak mengenali siapa pun karena ia baru
saja pindah ke daerah ini beberapa minggu yang lalu. Sebelumnya ia tinggal
bersama orang tua angkatnya, Darius dan Dela di Alam Nusa, daerah tempat ia
berasal. Namun, karena Darius mendapatkan pekerjaan baru di sini, mereka pun
memutuskan untuk ikut pindah. Untuk masuk sekolah ini, Ivan mendapatkan beasiswa
karena prestasinya sewaktu SMP sangatlah baik.
“Hai, kamu murid baru di sini
ya?” sapa seorang gadis cantik.
“Hai juga. Iya, aku murid baru
di sini,” jawab Ivan kikuk.
“Salam kenal. Namaku Tari.”
“Ivan.”
“Kamu bukan orang sini ya?”
“Iya, bukan. Aku baru saja
pindah dari Alam Nusa.”
“Oh, dari Alam Nusa. Kamu kok
kelihatannya bingung? Ada yang bisa aku bantu?”
“Aku lagi nyari ruang kepala
sekolah, tapi aku bingung di mana lokasinya. Sekolahnya besar banget.”
Tari tersenyum kecil.
“Oh, ruang kepala sekolah.
Biar aku antar saja bagaimana?”
“Boleh, maaf merepotkan.”
“Tidak repot kok. Ayo!”
Tari pun mengantarkan Ivan ke depan
ruang kepala sekolah.
“Ini ruangannya, Van.”
“Oh, ini ruangannya. Terima
kasih ya sudah bantu aku.”
“Sama-sama, Van. Aku senang
bisa bantu kamu. Aku permisi dulu ya!”
“Okay.”
Ivan mulai memasuki ruangan
kepala sekolah.
“Permisi, Pak. Selamat pagi.”
“Pagi. Ada perlu apa ya?”
“Saya Julivan, Pak. Siswa
pindahan dari SMP Alam Nusa.”
“Oh, Julivan. Silakan duduk.”
Ivan segera mengambil posisi
duduk.
“Semua berkas kepindahan dan
beasiswa kamu sudah selesai diurus. Selamat bergabung di SMA Pancasila,
Julivan.”
“Terima kasih, Pak.”
“Sekarang kamu bisa kembali ke
kelasmu.”
“Mohon maaf, Pak. Saya belum
tahu kelas saya di mana.”
“Oh, iya. Saya lupa kasih tahu
kamu. Kamu terdaftar di kelas X IPS 1. Lokasinya tidak begitu jauh dari sini.
Kamu keluar dari sini, belok kiri dan selang dua ruangan itu kelas kamu.”
“Baik, Pak. Terima kasih. Saya
permisi dulu.”
Ivan beranjak dari tempat duduknya. Ia keluar ruangan dan
segera menuju kelasnya X IPS 1.
“Permisi, Bu.”
“Hmm, kenapa kamu telat? Baru hari pertama masuk sekolah
sudah telat saja. Mau jadi apa kamu?”
“Dia nggak telat, Bu. Tadi dia ketemu Kepala Sekolah dulu,”
jelas Tari, gadis yang ditemui oleh Ivan tadi pagi.
“Benar begitu?”
“Benar, Bu. Saya habis dari ruang Kepala Sekolah.”
“Baiklah, siapa namamu?”
“Julivan, Bu.”
“Murid pindahan ya?”
“Benar, Bu.”
“Silakan masuk dan pilih tempat dudukmu.”
—oOo—
Bel pulang sekolah terbunyi. Murid-murid
SMA Merah Putih dan SMA Pancasila berhamburan keluar gedung sekolah
masing-masing.
“Ivan, tunggu!” panggil Tari
dari kejauhan.
Ivan menghentikan langkahnya.
Ia menoleh ke arah sumber suara.
“Ada apa, Tari?”
“Kamu mau langsung pulang?”
“Iya, kenapa memangnya?”
“Rumahmu daerah mana?”
“Karamel.”
“Sama dong. Aku boleh pulang
bareng?”
“Hmm, sepedaku nggak ada boncengannya,
Tar. Palingan hanya pijakan buat berdiri saja.”
“Ya, nggak apa-apa.”
“Yakin mau ikut? Nanti kamu
pegal.”
“Yakin. Aku ikut ya?”
“Ya sudah, ayo!”
Ivan dan Tari pun pulang
bersama dengan berboncengan sepeda.
“Van, thanks ya kamu
sudah mau jadi temanku. Padahal kamu tahu aku ini harus mengulang kelas 10
karena nggak naik kelas.”
“Sama-sama, Tar. Aku nggak masalah.
Kamu lebih semangat lagi belajarnya. Kita sama-sama belajar biar tahun ini kamu
bisa naik kelas. Aku bersedia kok bantu kamu belajar.”
“Wah, seriusan? Kamu mau bantu
aku belajar?”
“Aku serius. Itu pun kalau
kamu mau.”
“Aku mau.”
“Okay, Oh, iya rumah kamu
yang mana?”
“Di depan belok kiri.”
“Siap, meluncur.”
Tak lama, mereka tiba di
kediaman Tari.
“Ini rumahmu?”
“Iya, mau mampir dulu?”
“Nggak usah, Tar. Aku harus
segera pulang dan bantu Ibu. Kamu masuk sana.”
“Oh, gitu. Ya sudah, aku masuk
dulu. Makasih ya sudah antar aku pulang.”
“Sama-sama.”
Setelah Tari masuk ke dalam
rumahnya, Ivan kembali mengayuh sepedanya pulang ke rumah.
“Pak, Bu, Ivan pulang,” sapa
Ivan sambil menyalami kedua orang tua angkatnya, Darius dan Dela.
“Kamu sudah pulang rupanya,
Nak. Bagaimana hari pertama sekolah? Lancar?”
“Lancar, Pak. Ivan bersyukur
banget bisa sekolah di sekolah sebagus SMA Pancasila. Sekolahnya benar-benar
keren, Pak.”
“Syukurlah kalau kamu suka
sama sekolahnya. Pesan Bapak kamu belajar yang rajin ya!”
“Siap, Pak. Ivan janji akan
belajar yang rajin. Oh, iya bagaimana pembukaan warung hari pertama, Bu, Pak?”
“Puji Tuhan. Lumayan ramai,
Nak.”
“Syukurlah. Ya sudah, Ivan
masuk dulu ya! Mau ganti baju terus nanti bantu Ibu dan Bapak. Oh, iya Bapak mulai
kerja kapan?”
“Besok, Nak. Bantu doa ya!
Semoga pekerjaan baru Bapak lancar.”
“Amin, Pak. Pasti Ivan bantu
doa.”
Ivan masuk ke dalam untuk
berganti pakaian. Setelah itu, ia memutuskan untuk membantu orang tua angkatnya
mengurus Warung Tegal Bu Dela yang baru saja buka.
To be continued...
🌊 ©2022 By WillsonEP
Nexttt
ReplyDeleteLanjut donggg
ReplyDeleteLanjut ya thor, aku penasaran banget.
ReplyDelete🔥
ReplyDelete