Di Balik Kisah Cinta SMA (Chapter 1)
Chapter 1
| Misi Pendekatan Hana
Suatu pagi yang cerah di hari Sabtu. Waktu masih
menunjukkan pukul 07.00 pagi. Hana baru saja membuka kedua mata setelah
mendengar alarm ponselnya. Tak lama, Hana beranjak dari tempat tidur untuk
membuka jendela kamarnya. Begitu ia membuka jendela kamarnya, sepoi angin pagi mulai
memenuhi seluruh ruangan tersebut.
“Segarnya. Selamat pagi dunia! Hari ini aku ngapain
ya? Jalan-jalan sepertinya enak. Mumpung hari Sabtu juga. Aku mandi dulu deh.”
Hana beranjak dari tempat ia berdiri tadi untuk mengambil
handuk serta pakaian ganti. Saat hendak memasuki kamar mandi, tiba-tiba saja ponsel
Hana berdering menandakan adanya panggilan masuk. Hana pun menunda aktivitas
mandinya dan memutuskan untuk menjawab panggilan tersebut. Tertera nama Dara
yang melakukan panggilan tersebut.
“Halo, Dar.”
“Halo, Bestie. Good morning. Pasti baru bangun ya?”
“Morning, Dar. Iya, nih. Aku baru banget bangun.
Ada apa telepon pagi-pagi?”
“Aku punya kabar gembira buat kamu, Han.”
“Kabar gembira apa? Jangan bikin aku penasaran
deh.”
“Aku… sama Ryan baru saja jadian.”
“Jadian? Nggak bercanda ‘kan?”
“Aku serius. Kamu mau bicara sama Ryan? Aku
loudspeaker deh. Sudah aku loudspeaker ya!”
“Halo, Han. Ini gue Ryan. Gue nggak apa-apa ‘kan
jadi pacar sahabat lo? Lo nggak marah?”
“Marah? Ya, nggaklah. Aku senang kalian pacaran. Congrats
ya kalian! Yan, jaga sahabatku baik-baik. Jangan sakiti dia.”
“Thanks, Han. Siap, gue akan jaga sahabat lo ini
dengan baik.”
“Kalau kamu kapan nyusul, Han? Kapan kamu ungkapkan
perasaanmu ke dia?”
“Dia? Dia siapa, Sayang? Hana suka sama seseorang?”
“Suttttt, Dar. Jangan beritahu Ryan. Kamu ‘kan
sudah janji ini akan menjadi rahasia kita berdua.”
“Iya, iya, aku tahu itu. Sayang, maaf aku nggak
bisa kasih tahu soal rahasia ini.”
“It’s okay. Kadang memang nggak setiap cerita gue
harus tahu. Gue hargai rahasia kalian berdua. Oh, iya kita jadi pergi?”
“Jadi dong. Han, teleponnya sudah dulu ya? Aku mau
jalan sama Ryan.”
“Cie, cie, selamat bersenang-senang ya! Oh, iya
pajak jadiannya ditunggu.”
“Iya, Senin, Han. Gue traktir di kantin. Gue juga akan
ajak Jeffry.”
“Okay, deh. Sampai jumpa lusa. Bye, Yan,
Dar.”
“Bye, Han.”
Setelah panggilan telepon mereka terputus, Hana kembali
melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda dan bergegas masuk kamar mandi.
Di tengah guyuran shower tiba-tiba ia kepikiran dengan kata-kata yang
ucapkan sahabatnya.
Kalau kamu kapan nyusul, Han? Kapan kamu ungkapkan
perasaanmu ke dia?
“Hmm, kapan ya aku jadian sama dia? Kapan aku
berani mengungkapkan perasaanku ke Jeffry? Ah, nggak berani! Kalau cintaku
bertepuk sebelah tangan bagaimana? Aku belum siap ditolak. Misi pendekatanku
dengan Jeffry harus segera di mulai. Aku nggak mau keduluan orang lain. Jeffry
harus jadi pacarku!”
Selesai mandi, Hana langsung bergegas menuju garasi
untuk menaiki mobil kesayangannya “si Minnie”, sebutan untuk mobil Mini Cooper
S5 Door yang berwarna kuning miliknya.
Tiba-tiba saja Bi Narti mencegatnya.
“Non Hana mau ke mana? Nggak sarapan dulu? Itu
sudah Bibi siapin.”
“Hana mau sarapan di luar, Bi. Bibi saja ya yang
makan.”
“Tapi, Non…”
“Sudah ya, Bi. Hana buru-buru. Bye, Bi
Narti!”
Hana masuk ke dalam mobil. Ia bergegas menyalakan
mobilnya dan menekan tombol remote untuk membuka pintu garasinya secara
otomatis.
“Minnie, are you ready? Let’s go to
Jeffry’s home !”
Hana melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
Hanya membutuhkan waktu sekitar 20 menit, Hana tiba di tujuan. Sebuah rumah
sederhana yang sekaligus menjadi warung pecel lele tempat ibu Jeffry berjualan.
“Wah, warungnya rame banget. Kira-kira aku kebagian
tempat duduk nggak ya?”
Hana turun dari mobil dan mulai memasuki warung
yang sedang ramai pengunjung tersebut. Kedatangannya langsung disambut oleh Jeffry,
pria yang ditaksirnya sejak lama.
“Selamat datang di Warung Pecel Lele Dejajaje.
Silakan pesanannya.”
“Hai, Jeffry. Aku pesan seperti biasa, seporsi nasi
uduk dan pecel lele dengan ekstra telur dan sambel.”
“Baiklah,
sudah kucatat. Ada tambahan lain?”
“Itu saja, Jeff.”
“Eh, ada temannya Jeffry. Hana ya? Sudah lama nggak
ke sini. Apa kabar?”
“Kabar Hana baik, Bu. Ibu sendiri apa kabar?”
“Kabar Ibu juga baik. Sudah pesan? Jeff, kamu sudah
catat pesanan temanmu?”
“Sudah, Bu. Ini pesanannya.”
Ibu Jeffry menerima secarik kertas yang diberikan
oleh Jeffry.
“Oh, pesanan seperti biasa. Siap, biar Ibu buatkan.
Nak Hana bisa tunggu di meja sebelah sana, nanti biar diantarkan pesanannya.
Jeff, tolong antar temanmu ke meja yang kosong sebelah sana.”
“Iya, Bu. Silakan, Han. Biar aku antar kamu.”
Hana dan Jeffry segera melangkahkan kaki mereka
menuju salah satu meja kosong yang tersedia di warung tersebut.
“Silakan duduk, Han.”
“Thanks, Jeff.”
“You're welcome.”
“Warungnya rame banget, Jeff. Ini memang setiap
hari seperti ini?”
“Puji Tuhan, warung ini setiap hari rame, Han. Ibu
sama karyawan di sini sampai kewalahan.”
“Wajarlah, masakan ibu kamu memang juara, apalagi
sambelnya mantap! Aku doain warung ini makin sukses.”
“Amin, thanks doanya. Ya sudah, aku permisi
dulu ya? Aku mau lanjut bantu ibuku.”
Beberapa saat kemudian, Ibu Jeffry datang
mengantarkan pesanan.
“Ini pesanannya, Nak Hana. Selamat menikmati.”
“Wah, cepat juga ya jadinya! Terima kasih, Bu.”
“Sama-sama, Nak. Ya sudah, Ibu permisi dulu ya mau
melayani pengunjung lainnya. Jeffry, kamu temani Hana saja ya! Biar warung Ibu
sama karyawan lainnya yang handle.”
“Tapi, Bu… pembelinya ‘kan lagi rame. Biar Jeffry
bantu ya?”
“Tidak usah, Jeff. Ibu sama karyawan yang lain
masih bisa handle. Kasihan Hana nggak ada yang temani. Sudah kamu di
sini saja ya!”
“Ya sudah, aku temani Hana.”
Ibu Jeffry berlalu meninggalkan Hana dan Jeffry
berdua.
“Oh, iya Kamu sudah sarapan? Kalau belum, bagaimana
kalau kita makan bareng? Aku pesankan juga ya?”
“Nggak perlu. Aku sudah sarapan tadi. Aku temani
kamu saja.”
“Yah, sayang banget. Padahal makan bareng lebih
seru.”
“Mungkin lain kali ya, Han? Sekarang aku masih
kenyang banget. Sorry.”
“It’s okay. Gimana kalau Senin kita makan
bareng?”
“Senin? Hmm, boleh, tapi nggak hanya berdua ‘kan?”
“Memangnya kalau berdua kenapa?”
“Ya, aku agak nggak enak saja kalau makan berdua
sama kamu, Han. Takutnya orang berpikiran macam-macam.”
“Oh, gitu. Tenang kita makan nggak berdua doang.
Kebetulan Ryan mau traktiran hari Senin besok untuk merayakan hari jadiannya
dengan Dara.”
“Ryan jadian sama Dara? Kapan?”
“Tadi pagi.”
“Oh, gitu. Aku baru tahu. Ya sudah, aku ikut deh.
Nggak enak juga kalau aku nggak ikut merayakannya.”
“Ya, sekali-sekali, Jeff. Kamu ikut makan bareng di
kantin. Jangan diam di perpus terus. Kenapa kamu betah banget sih di perpus?”
“Ya, karena aku suka baca buku, Han. Di perpus
banyak buku-buku bagus untuk menambah ilmu pengetahuan.”
“Oh, iya? Maaf, aku nggak tahu. Menurutku, baca
buku itu membosankan, Jeff. Jadi aku jarang masuk ke perpus kalau lagi nggak
butuh.”
“Tidak apa, memang selera orang beda-beda.”
—oOo—
Dua hari kemudian. Hana, Jeffry, Dara, Ryan, dan
teman-teman yang lainnya tengah berkumpul di kantin sambil menikmati hidangan yang telah
disediakan.
“Selamat menikmati hidangan yang telah tersedia ya,
teman-teman semua! Khusus hari ini, gue yang traktir semuanya!” ucap Ryan
dengan lantang.
“Wah, seriusan dalam rangka apa, Yan?”
*Gue sama Dara baru jadian dua hari lalu. Jadi ini
PJ-nya.”
“Oh, gitu. Semoga kalian langgeng ya! Selamat!”
“Iya, Yan. Selamat! Akhirnya lo nggak jomlo lagi.”
“Terima kasih teman-teman semua atas doanya.
Silakan dinikmati hidangannya.”
“Sayang, ini seriusan? Kamu traktir satu sekolah?
Apa nggak berlebihan?”
“Nggak, Sayang. Ini nggak berlebihan. Gue sengaja bikin
acara ini untuk merayakan hari jadian kita. Sesekali saja kok.”
“Iya, deh. Sekali ini saja ya! Jangan boros jadi
orang. Aku kira yang ditraktir hanya aku, Hana, dan Jeffry. Eh, ternyata kamu
malah traktir semuanya. Thanks ya, Sayang.”
“My pleasure, Dara.”
Semua murid menyantap makanan yang telah
dihidangkan dengan gembira. Namun, beberapa saat kemudian Ryan menyadari
sesuatu yang berbeda dari sahabatnya, Jeffry. Ia terlihat pucat dan lemas.
“Jeff, lo kenapa? Kok dari tadi diem saja? Makanan
lo juga nggak disentuh. Lo sakit?”
“Sorry, Yan. Aku lagi kurang enak badan.
Jadi agak nggak nafsu makan.”
“Mau gue antar ke UKS?”
“Nggak perlu. I’m fine.”
“Yakin?”
“Ya, aku hanya sedikit pusing.”
“Ya sudah, lo makan saja sedikit. Biar lo ada tenaga,
Jeff.”
“Iya, iya.”
“Jeff, saran aku lebih baik kamu istirahat di UKS.
Mukamu pucat banget. Aku antar ya?”
“Benar kata Hana, Jeff. Kamu istirahat saja di UKS.
Han, antar Jeffry ke UKS.”
Tak lama, Jeffry sedikit sempoyongan. Hana pun
langsung beranjak dari tempat duduknya memapah pria itu.
“Kamu harus istirahat di UKS, Jeffry. Yan, Dar, aku
pamit antar Jeffry ya! Kalian lanjut saja acaranya.”
“Mau gue bantu, Han?”
“Nggak perlu. Aku bisa antar Jeffry sendiri.”
“Ya sudah, hati-hati.”
Hana memapah pria itu sampai UKS. Kini Jeffry tengah
berbaring di ruangan UKS diperiksa oleh dokter jaga.
“Bagaimana kondisinya Jeffry, Dok?”
“Setelah saya lakukan pemeriksaan dan dilihat dari
gejalanya, sepertinya Jeffry terkena demam tifoid atau biasa kita kenal dengan sebutan
tifus. Sebaiknya Jeffry segera dibawa ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih
lanjut.”
To be continued... ©2022 by WillsonEP
• Di Balik Kisah Cinta SMA • Next chapter >
Akhirnya ๐ฅ๐ฅDitunggu chapter selanjutnya
ReplyDeletenext
DeleteAkhirnyaaa terbit juga, Wil . Semangat nulisnya!
DeleteTerima kasih siapa pun kamu :) ๐คญ
DeleteNextt thorrr
ReplyDeleteNextnya dongggg
ReplyDeleteKapan update lagi?
ReplyDeleteSetiap sabtu bro budayakan baca ya
DeleteUpdate setiap Sabtu pukul 17.00 WIB ya :)
DeleteDitunggu nextnya
ReplyDeleteNextttt
ReplyDeleteHana Jeffry semoga cpt jadian yaa ๐๐
ReplyDeleteSetuju banget!
DeleteNext Bang Wil ☺️☺️
ReplyDeleteSiap, chapter baru Sabtu ya :)
DeleteThorrr update hari sabtu ini kan?
ReplyDeleteIya, hari Sabtu pukul 17.00 WIB. Stay tuned ya :)
DeleteGa sabar nanti soree buat baca kelanjutannnya
ReplyDeleteNext hari ini 'kan?
ReplyDelete