Little Parents (Chapter 2)
Chapter 2 | Kejadian Itu
🔞 Perhatian! 🔞
Chapter ini mengandung adegan 18+
Mohon tidak membaca bagian ini jika belum cukup umur dan/atau sedang menjalani ibadah puasa.
.
.
.
.
.
.
Sudah yakin umurmu mencukupi dan sedang tidak puasa?
.
.
.
Happy reading ya?
Waktu berlalu begitu cepat. Hari
ini Bima dan Aline sudah berhubungan pacaran tepat satu tahun. Mereka pun
memutuskan merayakannya di sebuah warung bakso langganan Bima, Warung Bakso Mas
Slamet. Mereka pun memesan dua porsi bakso buatan Mas Slamet untuk perayaan tersebut.
“Lin, makasih ya kamu sudah mau
jadi pacar aku selama ini. Aku bahagia banget bisa kenal dan dekat sama kamu
tanpa ada halangan dari kedua orang tua kita.”
“Iya, Bim. Aku juga bahagia bisa
jadi pacar kamu.”
“Oh, ya? Apa yang membuatmu bahagia
jadi pacar aku? Aku ‘kan nggak kaya, ganteng juga nggak terlalu.”
“Mulai deh rendah diri. Aku nggak
suka kamu merendahkan dirimu seperti ini. Kebahagiaan itu nggak selalu hanya
dari uang, Bim. Aku bahagia karena kamu orangnya baik, asyik deh pokoknya. Hidupku
jadi lebih berwarna.”
“Iya, iya aku minta maaf. Aku
janji nggak akan bilang seperti itu lagi. Sekarang kita lanjutkan makannya ya?
Kita harus buru-buru pulang, takut hujan.”
“Oke, Bim.”
Mereka pun melanjutkan makan
mereka. Setelah selesai, mereka segera meninggalkan tempat itu karena langit
sudah terlihat semakin gelap. Tak lama, hujan lebat mengguyur.
“Yah, hujan, Bim. Apa kita
berteduh dulu saja?”
“Hmm… kayaknya percuma, Lin. Kita
udah basah juga. Lagian rumah kamu ‘kan dekat dari sini. Kita hujan-hujanan
saja ya? Apa kamu keberatan?”
“Nggak. Kali-kali seru juga.”
“Oke, aku lanjut ya?”
“Iya, Bima!”
Bima melanjutkan mengayuh
sepedanya hingga tiba di kediaman Aline. Aline pun meminta Bima masuk terlebih
dahulu.
“Lin, aku langsung pulang saja
ya? Sudah sore.”
“Di luar masih hujan, Bim. Kamu
di sini saja dulu. Kalau hujannya sudah agak reda baru kamu pulang. Aku
ambilkan baju ya buat kamu? Takutnya kamu masuk angin.”
“Nggak perlu, Lin. Aku pakai ini
saja. Sebentar juga kering.”
“Nggak akan kering, Bim. Basah
kuyup gitu. Lagian di lemari ada baju papaku. Kamu bisa pakai bajunya. Wait,
ya! Aku ambilkan bajunya.”
“Ya sudah, boleh deh.”
Aline beranjak mengambil pakaian papanya.
Sementara itu, Bima menunggu di ruang tamu.
“Rumah ini kok sepi ya? Bi Tum ke
mana? Mungkin lagi belanja bulanan?”
Beberapa saat kemudian. Aline
kembali membawa beberapa pakaian untuk Bima.
“Nah, kamu tinggal pilih mau
pakai yang mana?”
“Bebas, Lin. Aku pilih yang ini
saja ya?”
Bima pun segera membuka
seragamnya yang basah dan langsung menggantinya dengan kemeja yang diberikan
Aline.
“Kenapa langsung ganti di sini? Memangnya
kamu nggak malu? Ganti di kamar mandi dong!”
“Ribet, Lin. Lagian hanya atasan
doang. Jadi buat apa malu. Siapa tahu kamu penasaran sama roti sobek yang aku punya. Nih, kamu lihat,” jawab pria itu sambil menunjukkan perutnya yang
sixpack di balik kemeja yang belum terkancing. “Gimana keren nggak? Kamu suka?”
lanjutnya.
“Hmm… lumayan. Sudah ah, langsung
dikancing. Aku nggak mau lihat lama-lama.”
“Kenapa gitu?”
“Ya, nggak biasa saja. Jujur, ini
pertama kalinya lihat pria bertelanjang dada di depanku.”
“Ah, masa? Memangnya kamu nggak
pernah ke pantai atau berenang di tempat lain gitu?”
“Pernah sih, tapi sudah lama
nggak. Aku kurang suka sama pantai atau berenang. Selain di sekolah, aku nggak
pernah pergi berenang?
“Kenapa?”
“Ya, ada deh alasannya. Aku
ceritakan nanti.”
“Oh, okay. Kenapa rumahmu sepi?
Bi Tum ke mana?”
“Bi Tum lagi pulang kampung.”
“Oh, gitu. Pantes saja sepi
banget. Sekarang kamu juga ganti baju. Nanti kamu masuk angin.”
“Iya, iya, kamu tunggu sini ya?
Aku ganti baju dulu.”
“Hmm... kalau aku ikut boleh?”
“Ikut? Kamu mau ngintip aku ganti
baju? Jangan mesum deh, Bim!”
“Kamu berpikir terlalu jauh. Aku
nggak mesum seperti yang kamu katakan.
Aku hanya penasaran sama kamar pacarku seperti apa. Boleh aku ikut?”
“Oh, gitu. Ya, sudah boleh, tapi
ada syaratnya.”
“Apa?”
“Jangan ledekin aku pas masuk ke
dalam.”
“Ledek? Memangnya di kamarmu ada
apa?”
“Janji dulu.”
“Oke, aku setuju. Aku janji nggak
akan meledekmu apapun yang akan aku lihat di kamarmu.”
“Oke, ayo kita ke kamarku!”
Aline mengajak Bima masuk ke
kamarnya.
“Jangan kamu ledek aku ya?”
peringat Aline sebelum keduanya memasuki ruangan pribadinya. “Ini pertama
kalinya ada orang yang masuk ke kamarku selain keluargaku. Jadi aku mohon ini
akan menjadi rahasia. Jangan potret apapun selama kamu berada di kamar ini.”
“Iya, aku janji.”
Mereka pun mulai memasuki kamar
tersebut.
“Kamu tunggu sini, aku mau ke
kamar mandi untuk ganti baju.”
“Oke, Lin.”
Setelah mengambil pakaian ganti
di lemari, Aline langsung masuk ke kamar mandi. Sementara Bima memutuskan
melihat-lihat kamar gadisnya secara keseluruhan. Mewah dan semuanya tertata
dengan rapi. Bima pun mulai melihat beberapa foto yang terpajang menghiasi
kamar itu. Bima tersenyum melihatnya, ternyata foto yang terpajang di kamar
tersebut rata-rata foto dirinya dari berbagai sudut pandang dan sisanya foto
berdua bersama Aline. Di atas foto-foto tersebut tertempel tulisan “My Love”. Bima
yakin hal ini yang dimaksud Aline agar dia tidak meledeknya.
“Ada-ada saja Aline ini. Aku
senang Aline memajang fotoku dan dirinya sebanyak ini. Kalau di kamarku, paling
hanya ada satu fotoku dan Aline yang aku sengaja aku print dan tempel.”
“Bim, bisa minta tolong?” panggil
Alin dari dalam kamar mandi.
“Ya, Lin? Minta tolong apa?”
respon pria itu sambil mendekati pintu kamar mandi.
“Hmm… jujur aku nggak enak sama
kamu, tapi aku butuh.”
“Minta tolong apa?”
“Ambilkan BH-ku yang warna putih
di lemari. Ketinggalan. Sorry ya?”
“BH? Oke, deh. Aku ambilkan
sebentar.”
Bima membuka lemari pakaian,
mengambil benda yang dimaksud dan segera memberikannya kepada sang pemiliknya.
“Ini, Lin.”
Aline membuka pintu kamar mandi
sedikit dan mengambil benda tersebut.
“Thanks, Bim.”
“Sama-sama.”
Tak lama, Aline keluar mengenakan
atasan putih dan celana pendek berwarna biru.
“Maaf, nunggu lama. Tadi buang
air besar dulu.”
“Oh, gitu.”
“Kamu nggak marah ‘kan? Kok
jawabnya singkat gitu?”
“Nggak, aku hanya lagi kepikiran
sesuatu.”
“Kepikiran apa?”
“Bukan apa-apa. Aku nggak enak nanyanya.”
“Kenapa harus nggak enak?
Memangnya kamu mau nanya soal apa?”
“Hmm… janji kamu nggak akan
marah? Soalnya tiba-tiba aku kepikiran sesuatu yang mungkin agak bersifat pribadi.”
“Tanyakan saja. Kamu jangan bikin
aku penasaran.”
“Kalau kamu ke sekolah pakai BH?”
tanya Bima dengan polosnya. Tiba-tiba saja Bima kepikiran akan hal itu ketika
ia mengambilkan benda itu barusan.
“Kenapa kamu tanya hal itu?”
“Penasaran saja. Kalau kamu nggak
mau jawab, nggak apa-apa.”
“Hmm… kadang pakai, kadang nggak sih,
tapi kalau kaos dalam sih aku selalu pakai. Soalnya wajib juga ‘kan di sekolah.
Kalau kamu, kenapa nggak pakai kaos dalam hari ini? Bukannya wajib pakai ya?”
“Hari ini aku nggak pakai karena kaos
dalamnya masih basah. Kamu tahu sendiri akhir-akhir ini sering hujan jadi nggak
kering. Untung saja tadi nggak ketahuan guru.”
“Iya, ternyata kamu bandel juga
ya? Tumben banget, bukannya kamu siswa paling tertib ya? Paling anti sama yang
namanya pelanggaran.”
“Hmm, iya juga. Tadinya aku juga
sempat nggak mau sekolah karena nggak ada kaos dalam. Eh, ibu maksa nyuruh aku
sekolah. Katanya sekali nggak pakai nggak apa-apa, asalkan nggak ada yang tahu.”
“Oh, ya? Nggak masuk karena kaos
dalam lucu sih. Ini ‘kan hal sepele. Lagian biasa cowok cuek sih kalau soal
ini. Banyak yang nggak pakai.”
“Kenapa kamu tahu? Sering
merhatiin?”
“Ya, taulah. ‘Kan kebanyakan
seragam sekolah bahannya tipis jadi tembus pandang gitu.”
“Iya, sih. Bytheway aku
jadi penasaran…”
“Penasaran apa?”
“Kita ‘kan sudah pacaran setahun,
Lin. Aku penasaran pengen lihat punya kamu. Edo saja yang baru pacaran sama
Rina enam bulan sudah pernah lihat punyanya masing-masing. Masa aku sama kamu
nggak pernah? Boleh aku lihat punyamu? Aku penasaran… please.”
“Nggak, Bim! Dosa. Lagian masa
sih Edo sama Rina udah saling lihat. Kayaknya nggak mungkin deh. Kamu dibohongi
kali.”
“Dibohongi? Masa sih? Edo
ngomongnya penuh dengan keyakinan kok. Kalau lihat saja, nggak dosa kali. Boleh
ya? Kamu juga boleh lihat punyaku.”
Bima terus memohon kepada Aline
dengan segala perkataan manis untuk meyakinkan gadis itu. Aline pun akhirnya
menyetujui keinginan pria itu.
“Hanya lihat, nggak boleh
dipegang,” peringat Aline dengan nada yang tegas.
“Iya, hanya lihat saja. Aku
janji.”
Mereka pun mulai membuka pakaian
masing-masing secara perlahan sambil malu-malu. Keduanya saling menatap tanpa suara
melihat apa yang baru dilihat keduanya. Sebelumnya mereka hanya melihat berupa
gambar anatomi pria dan wanita dalam buku pelajaran biologi. Tiba-tiba bunyi
petir menggelegar membuat Aline langsung memeluk Bima. Sentuhan tersebut
membuat keduanya merasakan sesuatu yang berbeda hingga akhirnya keduanya hanyut
dalam sebuah tindakan yang melampaui batas diiringi bunyi hujan dan petir.
“Lin, kamu baik-baik saja? Kenapa
kamu diam saja? Tadi sakit ya? Aku minta maaf.”
“Nggak usah minta maaf. Ini salah
kita berdua. Apa yang telah kita lakukan, Bim? Kita sudah kelewat batas?
Bagaimana ini? Kalau aku hamil gimana?”
“Baru sekali memangnya bisa
langsung hamil? Semoga saja kamu nggak hamil, Lin. Tadi masuknya sedikit kok,
banyaknya di luar. Harusnya kamu nggak akan hamil.”
“Kamu yakin? Kalau sampai terjadi
gimana? Kamu tanggung jawab ‘kan? Nggak akan tinggalin aku?”
“Hmm… aku nggak mungkin tinggalin
kamu. Aku sayang sama kamu, Lin. Aku janji akan tanggung jawab. Kamu nggak
perlu khawatir.”
“Sekarang kamu pakai pakaianmu
dan pulang.”
“Maafkan aku. Ini semua salah
aku. Harusnya aku nggak minta yang aneh-aneh ke kamu. Jadinya seperti ini. Aku
menyesal.”
“Sudahlah, tinggalkan aku sendiri
bisa ‘kan, Bim? Aku butuh waktu sendirian. Please, kamu ngertiin aku.”
“Baiklah, aku pulang sekarang.
Kamu yakin sendirian nggak apa-apa di sini?’
“Tidak apa. Aku sudah biasa. Pulanglah
dan jangan ceritakan apapun yang terjadi barusan ke orang lain. Ini harus
menjadi rahasia kita berdua.”
“Oke, aku pamit. Bye, Lin.
Baju papamu akan aku kembalikan setelah aku cuci.”
Bima pergi meninggalkan rumah
Aline. Ia mulai mengayuh sepedanya pulang ke rumah.
“Astaga, Bim. Kamu habis dari
mana? Kok baru pulang jam segini? Nggak ada kabar lagi,” sambut Destiana yang
semula sedang menonton televisi.
“Maaf, Bu. Bima tadi habis kerja kelompok.
Nggak bisa ngabarin soalnya HP Bima mati habis baterai.”
“Oh, gitu. Terus kamu pakai baju
siapa? Seragammu mana?”
“Ini baju teman Bima, Bu. Seragam
Bima basah kuyup karena kehujanan. Bima lupa bawa jas hujan.”
“Ya sudah, sekarang kamu mandi
dulu dan bersih-bersih. Nanti kamu sakit lagi.”
“Iya, Bu. Bima permisi ke kamar
dulu. Ambil baju ganti terus mandi.”
“Iya.”
Bima masuk ke kamarnya, mengambil
pakaian ganti. Setelah itu, baru ia beranjak menuju kamar mandi yang terletak
tepat di seberang kamarnya. Di kamar mandi saat Bima menanggalkan pakaiannya,
Bima kembali terbayang kejadian di rumah Aline.
Astaga, Bim! Apa yang kamu
lakukan? Kenapa kamu berbuat hal bodoh seperti tadi? Bagaimana kalau Aline
benar sampai hamil? Apa kamu bisa tanggung jawab? Kamu seharusnya pikir dulu
sebelum kamu melakukannya. Kamu itu orang susah, Bim.
To be continued... ©2023 WillsonEP
Akhirnya up juga... baru selesai tarawih
ReplyDeleteDosa nggak sih baca ini pas puasa?
DeleteNextnya dong
ReplyDelete😭😭 Kok gitu sih, Bim? Itu hal pribadi loh!! Kok malah ditanyakan?
ReplyDeleteSetuju, pribadi banget. Harusnya nggak usah ditanyakan
DeleteNggak pake soalnya punyanya kecil, Bim. 😭😭
ReplyDeletewkwk
ReplyDeleteNext thor
ReplyDeleteDikit juga bisa hamil
ReplyDeleteMakanya pake pengaman bro
Delete😂😭
DeleteMakanya otak dipikir sblm bertindak 😡🤬🤬
ReplyDeleteBodoh dua-duanya! Harusnya bisa nolak si Aline.
ReplyDeleteSe7 ditunggu nextnya
DeleteDitunggu hari Jumat ya, Kak :)
DeleteNext thorrr
ReplyDeleteNext jangan pake lama!
DeleteChapter baru setiap Jumat ya, Kak :)
DeleteThor, bisa nggak update-nya dua kali seminggu. Penasaran banget nih...
ReplyDeleteSetuju, double up dong thor
DeleteSarannya author tampung dulu ya :)
DeleteDitunggu kelanjutannya... double update dong thor... 😁😁😁
ReplyDeleteSaran dari kamu author tampung dulu ya :)
DeletePlease, thor double upp
DeleteUpdate kapan?
ReplyDeleteSemangat, Wil🔥
ReplyDeleteDitunggu next-nya, Bang
ReplyDeleteNext thorr
ReplyDeleteWah, wah, parah sekali si Bima ini!
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete