Little Parents (Chapter 4)
Chapter 4 | Testpack
“Atas nama Bima Arkanda Afan?”
“Benar, Pak dengan saya sendiri.”
“Ini pesanannya, Kak.”
“Terima kasih ya, Pak. Bayarnya
sudah pakai aplikasi ya?”
“Sama-sama. Jangan lupa bintang
limanya ya, Kak.”
Bima segera masuk dan menyerahkan
pesanan tersebut kepada Aline.
“Sekarang kamu test.”
“Sekarang banget?”
“Iyalah, Lin. Biar kita nggak
ngira-ngira terus.”
“Aku belum siap, Bim. Nanti saja
ya? Kasih aku waktu.”
“Berapa lama?”
“Empat hari lagi ya?”
“Oke, empat hari kamu test.
Simpan tespack-nya dengan baik.”
“Kenapa kamu belinya banyak
banget? Padahal satu aja cukup.”
“Aku nggak tahu mana yang bagus
dan akurat, makanya aku beli semua yang tersedia.”
“Pasti mahal ya? Aku ganti uang
kamu ya?’’
“Nggak perlu, anggap saja ini
bentuk tanggung jawabku. Sekarang aku pamit ya?”
“Pulang sekarang? Buru-buru
amat.”
“Lebih baik begitu, daripada
kejadian itu terulang kembali. Aku nggak mau, Lin.”
“Kamu benar juga. Ya sudah, kamu
pulangnya hati-hati.”
“Oke, bye ! Kalau udah test,
jangan lupa kabarin.”
“Iya, nanti aku kabarin.”
Bima pamit dari kediaman Aline. Sementara
itu, Aline langsung masuk ke kamarnya. Testpack ? Apa aku harus
menggunakannya di usia yang masih 16 tahun ini? Seharusnya kejadian tiga hari
lalu nggak terjadi. Kalau sampai aku hamil gimana? Mama pasti akan marah besar.
Terus, aku bakal dikeluarkan dari sekolah. Aline memandangi alat tes kehamilan
tersebut sambil sedikit meneteskan air mata.
“Kamu bodoh, Lin!”
Aline beranjak dari tempat ia
berdiri untuk menyembunyikan benda tersebut agar tidak dapat ditemukan sang
mama.
“Semoga saja mama nggak menemukan
testpack ini di sini.”
Sesudah menyimpan benda tersebut,
Aline memutuskan mengerjakan tugas sekolahnya. Hanya membutuhkan waktu 30
menit, Aline selesai mengerjakan semua tugasnya.
“Akhirnya selesai juga. Sekarang
jam berapa ya?”
Aline meraih ponselnya dan
melihat waktu telah menunjukkan pukul 17.00.
“Kok Bima nggak ngabarin aku ya?
Dia sudah sampai rumah atau belum ya?”
Bima ❤
17:00 Bim, kamu sudah sampai
rumah? Kok nggak ngabarin aku sih?
“Loh, kok nggak delivered?
Apa kuota dia habis ya? Aku coba telepon saja deh.”
“Halo, Lin.”
“Kamu di mana? Sudah sampai
rumah?”
“Sudah dari tadi, Lin. Ini
baru beres mandi. Ada apa?”
“Syukurlah, aku khawatir sama kamu.
Kuota kamu habis?”
“Iya, Lin. Habis. Maaf, nggak
bisa kabarin kamu.”
“It’s okay. Aku beliin ya?
Biar kita bisa komunikasi terus.”
“Nggak perlu, aku nggak mau
ngerepotin kamu terus. Aku bisa beli sendiri.”
“Beneran? Kamu bisa anggap ini pinjeman.”
“Beneran, Lin. Sudah dulu ya?
Sayang pulsa kamu, nanti habis.”
“Ya, sudah. Bye, Bim!
Sampai ketemu besok.”
“Oke, Lin. See you!”
Empat hari kemudian. Sebelum
berangkat ke sekolah, Bima mengajak Aline ke taman yang masih sepi.
“Kamu bawa ‘kan testpack-nya?”
bisik Bima tepat di telinga Aline.
“Bawa, Bim.”
“Sekarang kamu cari WC umum dan test
ya?”
“Oke, jujur aku takut sama
hasilnya.”
“Mau aku temenin?”
“Nggak perlu, nanti orang lain
lihat bisa digerebek kita.”
“Iya, juga. Ya, sudah. Aku tunggu
sini saja. Biar nggak ada yang curiga. Hasilnya kalau sudah keluar di foto dan
kirim ke aku ya? Testpack-nya nggak usah ditunjukkin ke aku langsung
masuk tas saja.”
“Oke.”
Aline segera masuk ke WC terdekat.
Ia mulai membuka bungkusan benda tersebut dan mencelupkannya pada wadah berisi
urin yang sebelumnya sudah ia siapkan di rumah.
“Semoga saja hasilnya negatif. Amin.”
To be continued... ©2023 WillsonEP
Next
ReplyDeletenextnya dong
ReplyDeleteNext donggg
ReplyDeletenextnya nggak bisa dipercepat?
ReplyDelete