My Love Destiny (Chapter 5)
“Kenapa Mama tanya seperti
itu? Malu ah. Privasi tau.”
“Iya, Ma. Nggak perlu kita
tanyakan dong. Kita bantu doa saja biar segala prosesnya lancar.”
“Amin, Pa. Terima kasih doanya,”
responku menjawab pernyataan Papa Noah.
Semoga dengan banyaknya doa,
perasaan Novia menjadi luluh dan siap menjadi istriku seutuhnya. Beberapa saat
kemudian, orang tuaku datang. Kami pun langsung beranjak menuju ruang makan
agar makan malam bersama bisa segera dimulai. Setelah berdoa bersama, makan
malam pun dimulai sambil diselingi obrolan-obrolan singkat antara Papa dengan Papa
Noah.
Sekitar 30 menit kami, kami
menghabiskan waktu makan malam bersama. Novia dibantu oleh Mama Lily langsung
membereskan piring-piring kotor yang ada. Sementara aku, Papa, Mama, dan Papa
Noah beranjak menuju ruang tengah. Di ruang tengah, mereka memberitahukan bahwa
mereka akan menginap untuk beberapa hari.
“Boleh, ‘kan Keenan? Kamu
nggak keberatan?”
“Tentu, tidak. Rumah Keenan
selalu terbuka buat kalian semua.”
“Makasih ya, Keenan. Papa
soalnya suka kesepian begitu Novia tinggal sama kamu.”
“Sama-sama, Pa. Mau Keenan
langsung antar ke kamar?”
“Ambil koper dulu. Masih di
mobil soalnya.”
“Oke, Keenan bantu bawa ya?”
Setelah membantu dan
menunjukkan kamar mereka, aku pamit ke kamar karena aku harus ke kamar mandi.
Sekitar 10 menit aku berada di kamar mandi. Setelah menekan tombol flush dan
memastikan bahwa kotoranku tersiram dengan baik, aku keluar kamar mandi. Saat
aku keluar, Novia terlihat berada tepat di depan pintu kamar mandi. Tatapannya
sangat tajam.
“Kamu kenapa, Nov?”
“Kenapa kamu bohong sama aku?”
“Bohong? Soal apa?”
“Ini soal kamar. Bukannya kamu
bilang kamar lain belum dibersihkan. Tadi aku ke kamar Mama dan kamarnya bersih
banget. Bisa kamu jelaskan?”
“Soal itu … saya minta maaf,
Nov. Saya sebenarnya nggak bermaksud bohong sama kamu. Kemarin saya bilang
begitu supaya kamu mau tidur sekamar sama saya dan antisipasi kalau orang tua kita
tiba-tiba datang. Kalau mereka tahu kita pisah kamar, mereka pasti akan
bertanya-tanya. Kok pisah kamar? Kalian berantem?”
“Penjelasan kamu masuk akal
juga, tapi tetap saja aku nggak suka dibohongi!”
“Saya minta maaf.”
Novia terdiam sejenak, lalu ia
masuk kamar mandi dengan membanting pintu.
“Nov, maafin saya. Saya janji
nggak akan bohong lagi sama kamu.”
Sekitar 10 menit kemudian, terdengar
suara Novia memanggilku.
“Mas Keenan, bisa minta
tolong?” panggilnya dari dalam kamar mandi.
“Tentu. Apa yang bisa saya
bantu?”
“Bisa ambilkan baju ganti aku?
Aku lupa nggak bawa.”
“Baju ganti? Emangnya boleh saya
sentuh barang-barang pribadi kamu? Saya takut salah lagi.”
“Hmm … nggak apa-apa untuk
kali ini. Tolong ambilin ya?”
“Oke, mau baju apa?”
“Piyama hitam dan celananya,
sama daleman aku.”
“Oke.”
Kubuka lemari yang berisikan
baju-baju milik Novia. Kuambil piyama hitam beserta celananya dan pakaian
dalam. Setelah itu, kuserahkan kepada Novia yang bersembunyi di balik pintu
kamar mandi.
“Terima kasih, Mas.”
“Sama-sama. Handuknya nggak
ketinggalan?”
“Nggak. Masih ada di kamar
mandi.”
“Oke.”
Aku kembali berbaring di
tempat tidur sambil menunggu Novia berpakaian.
“Kamu nggak mandi lagi?”
“Ini baru mau. Oh, iya kamu
sudah maafin saya?”
“Ya, kali ini aku maafin. Awas
aja berani bohong lagi.”
“Iya, Istriku. Mulai sekarang,
aku janji akan selalu terbuka sama kamu.”
“Oke, sekarang kamu mandi.”
“Iya.”
Selesai mandi, aku mendapatí
Novia telah tertidur pulas dengan posisi seperti kemarin malam. Novia tidur di
sebelah kanan ranjang dengan guling di tengah. Segera kuberbaring tepat di
sebelahnya sambil menatap gadis cantik yang tengah tertidur di hadapanku. Selamat
tidur ya, Novia Alexandra. Aku akan sabar menunggu sampai kamu benar-benar siap
melakukannya.
-oOo-
Hari-hari berikutnya, kami
menjalani aktivitas masing-masing seperti biasanya, pergi kerja dan bertemu
hanya di pagi hari dan sore menjelang malam. Kadang-kadang aku mengajaknya
makan siang bersama dengan harapan hubungan yang semakin dekat akan menumbuhkan
rasa cinta Novia padaku. Tak hanya itu, aku pun mencoba mengabarinya aktivitas
yang sedang aku lakukan atau akan dilakukan. Misal, aku baru saja mengabarinya
bahwa aku baru saja menyelesaikan meeting dengan Bryan dan Bapak Arbi Semesta,
selaku direktur program CMTV.
Ting! Ponselku berbunyi.
Segera kubuka pesan yang baru saja masuk.
Novia ♥️
Ok. Udah makan siang? 12:30
Jangan lupa makan ya. Jaga
kesehatan. 12:30
12:31
Belum nih. Cie, udah mulai perhatian sama saya rupanya.
12:31
Apakah kamu sudah mencintai saya?
Belum. Memangnya salah kalau
aku ingetin kamu makan? 12:31
Kalau kamu sakit, aku juga
yang repot. 12:32
Cepat makan ya? 12:32
12:32 Photo
[Siap, Sayang!]
12:32 Photo
[Love you!]
Alay!😌12:33
12:33
Disimpan baik-baik ya foto saya.
12:33
Saran saya dijadiin wallpaper HP kamu aja.
Buat apaan? Padahal baru aja
mau aku hapus. 12:33
12:34 Ya,
terserah kamu. Itu limited edition loh.
12:34 Kamu
mau cari foto itu di sosmed saya nggak akan nemu.
12:34
Jangan nyesel.
Sehabis itu, tak ada balasan
lagi dari Novia. Padahal pesanku sudah dibaca olehnya. Mungkin dia sudah
kehabisan kata-kata untuk menanggapi. Kucoba mengirimkan pesan lain padanya.
12:35 Bytheway,
kamu di mana sekarang?
12:35
Udh makan siang?
Ini lagi di Forest Café.
Baru beres makan siang. 12:35
12:35 Sama
siapa? Sendiri?
Sendiri aja. Udh ah, kamu
makan sana! 12:36
12:36
Iya, Sayang. Saya makan dulu. Lanjut nanti ya?
Kutaruh ponselku di meja,
kemudian kuraih unit telepon yang tersedia untuk memanggil Bapak Ujang ke
ruangan. Bapak Ujang ini adalah salah satu office boy senior di CMTV.
“Ada yang bisa saya bantu, Pak
Keenan? Mau dibelikan apa hari ini? Kerak telor atau nasi goreng?”
“Kerak telor aja, Pak. Bapak
sudah makan siang? Mau kerak telor juga?”
“Udah, Pak. Saya udah kenyang.
Makasih tawarannya. Saya permisi beli dulu.”
“Ini uangnya, Pak. Kembalinya
buat Bapak aja.”
“Oh, iya lupa. Makasih, Pak
Keenan. Mohon ditunggu.”
“Sama-sama. Saya tunggu.”
Bapak Ujang beranjak pergi meninggalkan
ruangan. Aku kembali meraih ponsel untuk menelepon Novia. Tak butuh waktu lama,
gadis itu menjawab teleponku.
“Ada apa? Kamu sudah makan?” tanyanya langsung to the point.
“Belum, ini lagi nunggu Pak
Ujang beli kerak telor.”
“Oh, kenapa makannya kerak
telor bukan nasi? Memangnya kenyang?”
“Saya lagi pengen aja, Nov.
Oh, iya kamu masih di Forest Café?”
“Nggak, ini udah jalan
pulang.”
“Pulang ke rumah? Kok udah
pulang aja sih?”
“Ya, karena tugasku udah
selesai untuk hari ini.”
“Oh, gitu. Hati-hati di jalan
ya, Sayang. Sampai ketemu nanti sore ya? Bye, Nov.”
“Bye.”
Belum sempat panggilanku
dengan Novia terputus, terdengar suara gaduh dari seberang sana.
“Nov, kamu baik-baik saja?
Kamu masih di sana ‘kan?”
“Halo, aku nggak baik-baik
aja, Mas. Aiden tiba-tiba menghadang mobilku. Aku takut banget.”
“Aiden? Mau apa lelaki itu? Share
live location kamu sekarang. Saya segera ke sana.”
Novia ♥️
📍Live Location 12:50
Semoga Novia baik-baik aja ya
ReplyDeleteAyo, Keenan! Selamatkan istrimu...
ReplyDeleteChapter selanjutnya kok nggak bisa dibuka ya?
ReplyDeleteChapter baru setiap Kamis ya. Stay tuned.🙌🏻
DeleteNext thorr!!
ReplyDeleteDitunggu lanjutannya
ReplyDeleteStay tuned.🙌🏻
DeleteAYO KEENAN SELAMATKAN ISTRIMU !!!!
ReplyDeleteGimana nasib kerak telor Keenan?
ReplyDeletePaling dimakan Pak Ujang. Biar nggak mubazir.
DeleteDimakan Pak Ujang. 😆
Delete