Mata Batin I Can See You : Chapter 4
Chapter 4
Pukul dua dini hari, Lucas
terbangun dari tidurnya karena hendak buang air kecil. Setelah selesai, ia
kembali ke ranjang untuk melanjutkan tidurnya. Tak lama, ia bermimpi kejadian
yang dialami Devina. Ia melihat Devina sedang menunggu di halte. Tiba-tiba
Devina dibekap seseorang pria bertopeng dari arah belakang hingga tidak
sadarkan diri.
Devina dibawa ke sebuah rumah
tua tepat di belakang sekolah. Pria bertopeng itu mulai melucuti pakaian
Devina. Lucas geram melihat pria bejat itu hendak melecehkan Devina. Refleks
Lucas langsung menonjok pria itu. Sayangnya tindakan tersebut sia-sia. Ia sama
sekali tidak dapat menyentuh pria tersebut.
“Dasar pria bejat! Awas saja
kalau kamu sampai ketemu! Aku akan menyeret kamu ke dalam penjara!”
Setelah menyisakan Devina
pakaian dalam saja, pria itu mulai membuka hoodie hitam yang dikenakan. Lucas
kaget melihat lelaki itu mengenakan seragam olahraga SMA Nusantara. Setelah
itu, pria bertopeng mulai mengikat kedua tangan dan kaki Devina.
“Ternyata pelakunya anak SMA
Nusantara juga. Kurang ajar! Kira-kira siapa lelaki bertopeng itu?”
“Sekarang kamu milikku,
Sayang. Nggak ada satu pun yang bisa gantikan posisiku termasuk si Daniel.”
Lucas terbangun dari mimpinya
barusan.
“Daniel? Daniel punya hubungan
sama Devina? Aku harus tanyakan ini ke Daniel nanti. Siapa tahu dia punya
informasi mengenai pelakunya.”
—oOo—
Lucas, Daniel, dan Renald
sedang menikmati waktu istirahat mereka di kantin. Mereka baru saja
menghabiskan nasi goreng favorit mereka bertiga.
“Niel, gue mau nanya sesuatu
boleh?”
“Boleh, lo mau nanya apaan?”
“Lo kenal nggak sama Devina?”
“Devina siapa, Cas? Di sini
nama Devina pasaran. Ada tiga dan yang satu baru saja meninggal sebulan lalu
dan itu pacarnya Daniel.”
“Iya, Cas. Devina siapa?”
tanya Daniel dengan nada agak bersedih.
“Devina Felicia.”
“Itu Devina pacar gue. Lo
kenal sama dia?”
“Iya, temen SD gue,” dusta
Lucas untuk menghindari kecurigaan teman-temannya. Sebenarnya Lucas dan Devina
baru saling mengenal baru-baru ini.
“Oh, gitu. Dia sudah meninggal
sebulan yang lalu.”
“Maaf, gue nggak bermaksud
bikin lo sedih. Kalau boleh tahu dia meninggal kenapa?”
“Diperkosa dan dibunuh, Cas,
tapi sampai sekarang pelakunya masih belum ditemukan. Kalau gue sampai ketemu
sama pelakunya, gue bakal seret dia ke penjara dan memastikan dia dihukum seberat-beratnya!”
“Ada yang lo curigai siapa
yang bisa menjadi pelaku?”
“Entahlah, mungkin salah satu
mantan pacarnya? Oh, iya kenapa jadi tanya-tanya soal ini?”
“Ya, gue kasihan saja. Gue mau
bantu lo tangkap pelakunya. Gue nggak suka dengan tindakan pemerkosaan seperti
ini. Perempuan tidak pantas diperlakukan seperti itu.”
“Setuju gue!” tambah Renald.
“Ya sudah, lo boleh ikut. Gue
sama Renald sampai sekarang masih membantu polisi mencari pelakunya. Semoga
saja jika semakin banyak orang yang mencari, pelakunya segera ketemu.”
“Amin, amin. Ya sudah, nanti
kita bicarakan lagi. Sekarang kita ke kelas, sudah mau bel.”
Tak lama, bel selesai
istirahat berbunyi. Lucas dan teman-temannya kembali ke kelas untuk melanjutkan
pelajaran selanjutnya.
—oOo—
Bel pulang sekolah telah
berbunyi. Lucas, Daniel, dan Renald memutuskan untuk menghampiri rumah kosong
yang menjadi tempat kejadian perkara.
“Niel, memangnya kita bisa
masuk? Ini masih ada police line.”
“Bisa, Cas. Polisi tidak
menemukan apapun di lokasi ini. Jadi polisi sedang berusaha mencari bukti di
lokasi lain.”
“Oh, gitu. Jadi rumah ini
sudah nggak diperiksa polisi?”
“Ya, bisa dibilang begitu.
Penyelidikan ini sudah hampir ditutup oleh pihak kepolisian dikarenakan
pelakunya sangat merencanakan pembunuhan ini dengan sangat rapi.”
“Benar juga kata lo. Kalau
tidak terencana, pelakunya pasti cepat ketemu. Oh, iya apa di sekitar sini ada
CCTV?”
“Nggak ada, Cas. Makanya
penyelidikan jadi sangat sulit. Ayo, kita masuk!”
Mereka bertiga memasuki rumah
tua itu hingga tiba di kamar tempat mayat Devina ditemukan.
“Devina ditemukan di sini,
Cas. Waktu ditemukan kondisinya sudah mulai busuk. Diperkirakan jenazahnya
sudah tiga hari dibiarkan di sini hingga berbau busuk. Cas, Re, kita pergi dari
sini sekarang ya? Gue nggak kuat lama-lama di sini.”
“It’s okay. Gue ngerti
perasaan lu. Kita pergi dari sini.”
Mereka beranjak dari tempat
itu. Lucas memilih mengajak kedua temannya untuk nongkrong di kedai kopi
terdekat.
“Lo mau pesan apa, Niel, Re?”
“Gue Americano,” respon Renald
cepat.
“Kalau lu, Niel?”
“Samain aja deh.”
“Okay. Gue pesan dulu.
Kalian tunggu sini aja.”
Tak lama, Lucas kembali
bersama seorang pelayan yang mengantarkan pesanan kopi mereka.
“Selamat menikmati, Kak.”
“Terima kasih, Mas.”
Setelah pelayan pergi, mereka
mulai menikmati Americano masing-masing. Tiba-tiba Devina muncul secara
perlahan. Ia muncul tepat di samping sang kekasih, Daniel.
“Niel, aku kangen sama kamu.”
Devina memeluk pria di sampingnya.
“Cas, Nald, gue kok tiba-tiba
ngerasa ada yang beda ya?”
“Beda gimana?” tanya Renald
heran.
“Gue ngerasa ada sosok yang
meluk gue.”
“Ah, yang bener? Lo jangan
nakut-nakutin gue.”
“Gue serius. Apa mungkin
Devina ya? Pelukan ini sangat nyaman. Dev, kamu ada di sini?”
“Iya, Niel. Aku di sini. Aku
kangen kamu.”
“Lo punya kepekaan terhadap
hal-hal gaib, Niel?”
“Iya, Cas. Hanya saja gue
nggak bisa lihat wujud mereka. Lo bisa ngerasain juga?”
“Nggak, gue hanya tanya saja.”
Lucas kembali berdusta kepada teman-temannya.
Memang Lucas memilih untuk merahasiakan kemampuannya itu dari banyak orang.
Hanya Levandra dan keluarga Lucas saja yang mengetahui kemampuannya.
“Oh, gitu. Kirain gue, lo bisa
merasakannya juga.”
“Kenapa jadi ngomongin makhluk
gaib? Sudah ah, kita bicarakan hal lain,” protes Renald.
“Gue lupa, Nald. Sorry.
Sekarang kita ganti topik lain.”
Tak lama, sosok Devina
menghilang. Lucas, Daniel, dan Renald melanjutkan perbincangan mereka dengan
topik lain.
To be continued...
©2022 By WillsonEP
Comments
Post a Comment