Mata Batin I Can See You : Chapter 8
Chapter
8
Sepulang dari rumah Gery,
Lucas memutuskan untuk langsung pulang. Ia harus mengerjakan tugas-tugas
sekolahnya yang akan dikumpulkan besok. Sudah hampir dua jam, Lucas berada di
depan meja belajar mengerjakan tugas. Beberapa saat kemudian, Levandra masuk
kamar.
“Cas, tugasmu belum selesai
juga? Itu makan malam sudah siap.”
“Sedikit lagi, Pa.”
“Okay, Papa tunggu. Oh,
iya habis tugasnya selesai kamu mandi dulu sana. Kenapa bukannya mandi dulu
baru ngerjain tugas?”
“Kagok, Pa. Tadi buru-buru
soalnya tugasnya lumayan banyak.”
“Oh, gitu. Ya sudah, Papa
keluar dulu. Jangan lama-lama. Papa tunggu di ruang makan.”
“Okay, Pa.”
Levandra keluar kamar.
Sementara Lucas melanjutkan tugasnya yang hanya tinggal beberapa nomor. Selang
beberapa menit, ia telah menyelesaikan semua tugasnya. Ia langsung bergegas ke
kamar mandi untuk membersihkan dirinya setelah seharian beraktivitas. 10 menit
berlalu, Lucas keluar dengan berpakaian
berwarna hitam serta celana pendek abu sambil mengeringkan rambutnya dengan
handuk.
“Lucas, bagaimana perkembangan
pelaku pembunuhanku? Ada perkembangan?” tanya sosok Devina yang tiba-tiba
muncul.
“Hmm… belum ada. Tadi Daniel
nggak masuk sekolah, jadi pencarian pelaku belum dilanjutkan. Terus karena
kasusnya sudah agak lama dan petunjuknya sedikit kayaknya bakal sulit menemukan
pelakunya.”
“Oh, gitu. Iya, kamu benar,
Cas. Memang lelaki bejat itu sepertinya sudah merencanakan ini matang-matang.
Bagaimana ya aku bisa temukan pelakunya?”
“Aku juga belum kepikiran.
Sudah dulu ya! Aku mau makan malam. Papa gue sudah nunggu di bawah.”
“Oh, okay. Enjoy
your dinner.”
Lucas turun dan segera menuju
ruang makan bergabung dengan sang papa, Levandra untuk makan malam.
“Nah, gini ‘kan jadi enak
dilihat. Segar dan wangi. Jadi makin ganteng anak Papa ini.”
“Ah, Papa bisa saja. Kita
mulai makan malamnya.”
“Okay, Bibi sudah masak
spesial buat makan malam hari ini.”
Sementara itu, di seberang
sana sang pelaku sedang sibuk memandangi foto-foto Devina yang terpajang di
seluruh dinding kamarnya.
“Devina Sayang, kenapa kamu
lebih pilih si Daniel daripada aku?” I love you, Devina!
Lelaki itu beranjak dari
tempat tidur menghampiri lemari pakaiannya. Ia membuka lemari tersebut dan
membuka salah satu lacinya.
“BH dan celana dalam ini
sengaja aku simpan untuk kenang-kenangan kejadian itu. Kejadian itu sangat
indah. Aku bisa menikmati tubuhmu sepenuhnya tanpa gangguan, meskipun kamu
tidak dapat merasakan kejadian itu secara sadar. Kalau nggak, pasti kamu
berontak.”
Untuk beberapa saat, lelaki
itu memandangi barang milik Devina itu sambil tersenyum gila. Setelahnya, ia
menyimpan kembali barang tersebut ke tempat semula. Tak lama, terdengar suara
asisten rumah tangga memanggil pria itu.
“Den, makan malamnya sudah
siap.”
“Iya, Bi. Sebentar saya ke
ruang makan.”
—oOo—
Jumat pagi, sekitar pukul
tujuh murid-murid XI-IPS 2 sudah mulai berkumpul di lapangan sekolah untuk
mengikuti pelajaran olahraga. Setelah semua murid berkumpul, pelajaran olahraga
dimulai. Awalnya semua berjalan seperti biasanya. Namun, selang satu jam
tiba-tiba mereka menemukan keanehan pada salah satu siswi. Siswi tersebut tertawa
tiba-tiba dengan suara menyeramkan.
“Itu Diandra kenapa?”
“Kayaknya kerasukan makhluk
halus deh.”
“Anjir, serem banget.”
“Kalian semua harus mati!”
teriak Diandra.
“Diandra lu kenapa?”
“Gue bukan Diandra, kalian
semua harus mati!”
Raga Diandra mulai berontak
menyerang teman-teman di sekitarnya. Suasana lapangan menjadi sangat ricuh. Pak
Ganjar, selaku guru olahraga pun berusaha memenangkan Diandra dengan memegangi
bersama beberapa murid lainnya.
“Kalian semua harus mati!
Lepaskan saya!”
Diandra terus memberontak
hingga Pak Ganjar dan teman-teman lainnya terjatuh. Tak lama ia menghampiri
Lucas dan langsung mencekiknya. Diandra membawa Lucas menjauh.
“Kamu yang pertama harus
mati!”
“Hey, Diandra! Lepaskan
teman gue! Jangan sakiti dia! Cas, lo baik-baik saja?”
“Gue baik-baik saja, Nald!
Jangan mendekat! Biar gue yang urus. Apa maumu? Aku tahu kamu bukan Diandra.”
“Kau bisa lihat wujudku?”
“Tentu saja. I can see you.
Tolong keluar dari tubuh Diandra!”
“Tidak semudah itu. Aku
membutuhkan tubuh gadis lemah ini untuk membalas dendam.”
“Dendam apa?”
“Aku harus balas dendam sama
tukang bully di sekolah ini. Gara-gara mereka aku mati mengenaskan.”
“Masalah itu akan kubantu. Aku
janji. Tolong sekarang kamu keluar dulu dari tubuh temanku. Kasihan dia.”
“Baiklah, kalau kau akan
membantuku. Aku akan keluar dari tubuh gadis ini.”
Tak lama, sosok tersebut
keluar dari tubuh Diandra. Diandra langsung tidak sadarkan diri. Lucas dengan
sigap menggendongnya.
“Pak, saya izin bawa Diandra
ke UKS ya? Dia butuh istirahat.”
“Baiklah, Lucas. Silakan.
Untuk murid lainnya, kalian boleh ganti pakaian dan kembali ke kelas.”
Lucas membawa Diandra ke UKS.
Sesampainya di sana, Diandra langsung diperiksa oleh dokter jaga.
“Bagaimana kondisinya, Dok?”
“Kondisi dia baik-baik saja. Sepertinya
dia hanya syok. Kamu tidak perlu khawatir. Sebentar lagi juga sadar. Oh, iya
begitu dia sadar, jangan biarkan dia bangun dulu. Tubuhnya masih sangat lemah.
Saya permisi kembali ke ruangan saya. Kalau ada apa-apa, kamu bisa panggil
saya.”
“Baik, Dok.”
Dokter jaga meninggalkan
ruangan. Sementara itu, Lucas memilih untuk duduk di kursi samping tempat
tidur.
“Di, kamu cepat sadar ya! Aku
khawatir sama kamu.”
Lucas menggenggam tangan
Diandra.
“Sejak pertama kali kita
ketemu, entah kenapa aku merasakan ada yang beda sama kamu, apalagi sejak
pertemuan di halte beberapa hari lalu. Aku merasa nyaman dekat sama kamu. Apa
aku suka ya sama kamu?”
Selang beberapa saat, Diandra
mulai membuka mata.
“Gue di mana?”
“UKS, tadi lo pingsan abis
kerasukan makhluk gaib. Gimana kondisi lo sekarang?”
“Masih sedikit pusing. Gue
kerasukan?”
“Iya, kerasukan.”
“Oh, iya kenapa lo genggam
tangan gue?”
Lucas segera melepaskan
genggamannya.
“Sorry, gue nggak
maksud…”
Tiba-tiba Diandra memeluk
Lucas dengan wajah yang sangat takut.
“Di, ada apa? Lo kok ketakutan
banget?”
“Gue baru keinget sama cewek
yang sangat menyeramkan tadi pagi. Tatapannya penuh dengan kebencian. Dia
ngikutin gue terus ke mana-mana. Terakhir dia juga ada di lapangan. Dia siapa
ya?”
“Dia bukan manusia. Dia arwah
penasaran yang merasuki tubuhmu tadi.”
“Bukan manusia? Gue bisa lihat
hantu? Ini nggak mungkin! Padahal sebelumnya gue nggak bisa lihat mereka. Apa
gara-gara donor mata yang gue terima? Gue takut banget.”
“Ya, bisa jadi. Kebetulan
donor mata yang lo terima dari sahabat gue. Namanya Gery. Memang dia punya
kemampuan itu. Lo nggak perlu takut sama mereka.”
Diandra melepaskan pelukannya.
“Gue nggak mau indigo, Cas.
Gue takut banget sama yang namanya hantu. Apa kemampuan ini nggak bisa
dihilangkan?”
“Gue kurang paham soal ini.
Sekarang lu minum dulu. Lo ‘kan baru sadar.”
“Thanks, Lucas.”
Setelah kondisi Diandra
membaik, mereka berdua kembali ke kelas untuk mengikuti pelajaran selanjutnya.
—oOo—
Bel pulang sekolah berbunyi.
Lucas dan Renald memutuskan untuk keluar kelas bersama-sama.
“Nald, kondisi orangtua Daniel
kemarin bagaimana?”
“Masih memprihatinkan. Wajah
mamanya pucat banget, Cas. Lo mau jenguk?”
“Boleh deh. Let’s go !”
Lucas dan Renald segera menuju
parkiran untuk menaiki motornya masing-masing. Selang setengah jam, mereka tiba
di tujuan. Mereka mulai menyusuri lorong rumah sakit tempat mama Daniel di
rawat. Sebenarnya Lucas paling malas mengunjungi yang namanya rumah sakit.
Tentu saja ini dikarenakan kemampuan yang dimilikinya. Selain pemakaman,
makhluk-makhluk gaib pun banyak di rumah sakit. Sepanjang lorong, Lucas melihat
beberapa penampakan yang cukup menyeramkan.
“Cas, lo kenapa?”
“Nggak. Gue baik-baik saja,
Nald. Kamarnya di mana? Masih jauh?”
“Bentar lagi. Nah, ini dia
ruangannya.”
“Ayo, masuk!”
“Hey, kalian datang.
Ayo, masuk-masuk!” sambut Daniel.
“Halo, Tante. Bagaimana
kondisi Tante sekarang?”
“Sudah jauh membaik, Renald.
Terima kasih sudah datang lagi ya! Tante jadi nggak enak. Oh, iya ini siapa?”
“Saya Lucas, Tante. Teman
Daniel juga.”
“Oh, gitu. Salam kenal. Saya
Ruth, mamanya Daniel.”
“…”
Mereka berbincang-bincang
lebih lanjut kurang lebih selama 20 menit. Setelah itu, Lucas dan Renald pamit
pulang.
To be continued...
©2022 By WillsonEP
Comments
Post a Comment