Di Balik Kisah Cinta SMA (Chapter 4)
Chapter 4
| Hubungan yang Semakin Dekat
Keesokan harinya. Seperti biasanya Jeffry berangkat
bersama sang adik menggunakan motor. Namun, di tengah perjalanan tiba-tiba saja
motor Jeffry mati. Jeffry pun menyuruh Jason turun dan segera menepi di pinggir
jalan.
“Motornya kenapa mati, Kak?”
“Entahlah, Dek. Mungkin karena motor ini sudah lama
nggak di service.”
“Yah, gimana dong? Kita bisa telat ke sekolah. Mana
sekolah masih jauh dan Jason ada ulangan pagi ini.”
“Bagaimana kalau kamu naik angkot saja, Dek?”
Jason menggeleng.
“Nggak ada uang?”
“Iya, tadi aku sengaja nggak minta uang ke Bapak.
Bapak pasti nggak ada uang. Mau minta Ibu nggak enak, takutnya buat modal
warung nggak ada.”
“Ya sudah, pakai uang Kak Jeffry dulu. Ini
uangnya.”
Jeffry menyerahkan selembar uang lima ribuan kepada
sang adik.
“Kakak ke sekolahnya gimana?”
“Nggak usah dipikirkan. Kakak bisa ikut Kak Ryan.”
“Oh, gitu. Oke, deh. Jason pamit dulu ya! Oh, iya
Jason pulangnya gimana?”
“Nanti Kakak yang jemput. Mudah-mudahan motornya
siang sudah bisa jalan.”
“Oke, Kak. Duluan ya!”
“Iya, hati-hati.”
Jason menaiki angkutan kota yang kebetulan memang
sedang berhenti di dekat motor Jeffry yang mogok. Jeffry pun segera menelepon
Ryan untuk meminta bantuan.
“Halo, Yan. Kamu di mana?”
“Di rumah. Ada apa?”
“Aku butuh bantuanmu. Bisa jemput aku di Jalan
Anggrek? Motorku mogok nih.”
“Wah, sorry, Brother. Gue hari ini nggak sekolah. Gue
lagi meriang nih sejak semalam. Ini juga masih di ranjang sambil selimutan.”
“Oh, gitu. Ya, sudah aku doakan kamu cepat sembuh. Sorry,
ganggu waktu istirahatmu.”
“Thanks, Jeff. Once again I'm sorry. Sudah dulu
ya!”
“It’s okay, Yan. Bye.”
“Bye, Jeff.”
Jeffry memutuskan panggilan telepon tersebut.
Setelahnya ia langsung mendorong motornya menuju bengkel terdekat. Beberapa
saat kemudian, Jeffry tiba di sebuah bengkel.
“Motornya kenapa, Mas?”
“Ini Mas, motor saya tiba-tiba mogok, nggak bisa
nyala lagi. Bisa tolong di cek?”
“Boleh, biar saya cek dulu. Masnya duduk dulu
silakan.”
“Makasih, Mas.”
Beberapa saat kemudian. Sebuah mobil berhenti tepat
di depan bengkel tersebut. Tak lama, sang pengendara turun dari mobilnya.
“Mas, sebentar ya saya samperin Mbak itu dulu.
Soalnya karyawan saya belum pada dateng.”
“Oke, Mas.”
Jeffry menoleh ke arah pengendara mobil tersebut.
Tak disangka pengendara perempuan itu adalah Hana. Jeffry pun menghampiri gadis
itu.
“Hai, Han.”
“Eh, Jeffry. Kamu di sini juga ternyata. Ngapain?”
“Biasa motorku mogok. Lagi dicek sama Masnya. Kamu
sendiri?”
“Oh, ini ban mobilku kurang angin. Jadi tambah
angin dulu.”
“Oh, gitu.”
Tak lama, pemilik bengkel menghampiri mereka
berdua.
“Mbak, tambah anginnya sudah selesai.”
“Oh, sudah selesai. Jadi berapa, Mas?”
“20 ribu totalnya, Mbak.”
Hana menyerahkan selembar uang 20 ribu kepada
pemilik bengkel.
“Makasih, Mbak.”
“Sama-sama. Oh, iya, Jeff, mau berangkat bareng?
Takutnya motor kamu masih lama dan nanti kamu telat ke sekolah.”
“Iya, Mas. Lebih baik Masnya ikut Mbaknya. Saya
belum nemuin masalah motornya.”
“Ya, sudah. Boleh, Han. Maaf jadi merepotkan kamu.”
“Tidak merepotkan sama sekali. Ayo!”
“Mas, saya titip motor saya ya! Nanti pulang sekolah
saya ambil.”
“Oke, Mas. Beres. Biar saya cek dulu. Bisa minta
nomor teleponnya?”
“Boleh, 081... Atas nama Jeffry.”
“Baik, sudah saya catat. Nanti saya akan kontak
Masnya untuk konfirmasi penggantian spare part.”
“Oke, Mas.”
“Ya, sudah. Kita ke mobil sekarang. Nanti telat
loh, sudah jam segini.”
“Okay, Han.”
Hana dan Jeffry masuk ke dalam mobil milik Hana.
“Thanks ya, Han. Aku boleh nebeng mobil
kamu.”
“Iya, sama-sama. Kita berangkat sekarang ya! Sabuk
pengamannya jangan lupa dipakai.”
“Iya.”
Hana mulai melajukan mobilnya menuju SMA Global
Cemerlang. Sepanjang perjalanan, Hana kembali menunjukkan perhatiannya pada
pria itu. Berbagai pertanyaan-pertanyaan acak ia tanyakan.
“Jeffry sudah sarapan?”
“Sudah.”
“Sarapannya sama apa tadi?”
“Tahu dan tempe goreng.”
“Sama dong. Aku juga makan tahu dan tempe goreng
tadi. Kok bisa sama ya? Jangan-jangan kita jodoh.”
“Mungkin hanya kebetulan.”
“Kalau warna kesukaan?”
“Putih.”
“Makanan kesukaan?”
“Bakso. Kenapa jadi tanya-tanya ya?”
“Maaf, bikin kamu nggak nyaman. Aku hanya mau kenal
kamu lebih jauh. Nggak boleh ya?”
“Boleh saja sih. Hanya saja tadi kamu seperti
menginterogasi aku,” jawab Jeffry dengan senyuman.
“Iya, juga. Maaf, ya! Berarti mending kamu cerita
tentang dirimu biar tidak seperti interogasi.”
“Oke…”
Jeffry mulai menceritakan kehidupannya kepada Hana.
Begitu pun sebaliknya. Mereka saling bertukar cerita tentang kehidupan
masing-masing hingga tak terasa mereka telah tiba di tujuan.
“Han, sekali lagi thanks ya sudah bolehin
aku nebeng mobil kamu. Terima kasih juga kamu sudah mau mengenalku lebih jauh.
Mungkin kita bisa jadi sahabat?”
“Iya, sama-sama. Boleh, mulai sekarang kita
bersahabat.”
“Oh, iya sudah jam segini. Bentar lagi bel masuk.
Kita harus masuk sekarang dan segera ganti pakaian olahraga. Nanti Pak Hans
marah.”
“Gawat, aku lupa bawa baju olahraga. Pasti aku
bakal habis sama Pak Hans.”
“Kamu nggak bawa, Han? Ya sudah, pakai baju
olahragaku saja. Biar aku yang dihukum Pak Hans.”
“Kamu serius? Nggak usahlah, aku nggak mau
ngerepotin kamu. Pak Hans galak loh, biar aku saja yang menerima hukumannya.”
“Tidak apa, pakai saja. Aku nggak apa-apa kok.
Paling hanya disuruh lari keliling lapangan. Mungkin agak sedikit kebesaran,
tapi nggak apa-apa kok daripada kamu dihukum. Sekarang kamu ke toilet
dan ganti. Aku ke lapangan duluan ya!”
Jeffry turun dari mobil dan bergegas memasuki
gedung sekolah.
“Jeffry rela berkorban demi aku? Ini nggak mimpi
‘kan? Apa Jeffry mulai peka sama perasaanku? Ah, senangnya! Thanks,
Jeff. Semoga kita bisa lebih dari sahabat. Amin.”
To be continued... ©2022 by WillsonEP
Rela berkorban banget... kayak Ayangku dulu ðŸ˜
ReplyDeleteNext
ReplyDeleteGilsss
ReplyDeletePengalaman ane nih pinjemin baju OR ke my crush
ReplyDeleteDitunggu nextnya besok
ReplyDeleteNext, Bang Will.☺️ Ditunggu nextnya. Jeffry rela berkorban banget. Rela dihukum guru killer demi Hana. ðŸ¤ðŸ¤
ReplyDelete