Di Balik Kisah Cinta SMA (Chapter 5)
Hana bergegas mengganti pakaiannya dengan seragam
olahraga milik Jeffry di toilet. Sedangkan Jeffry langsung ke lapangan
menghampiri Pak Hans. Melihat Jeffry tidak berpakaian olahraga Pak Hans
langsung menatapnya dengan geram.
“Kenapa kamu belum ganti pakaian olahraga?”
“Maaf, Pak. Saya lupa bawa pakaian olahraganya.”
“Lupa, lupa! Bagaimana bisa lupa? Kamu tahu ‘kan
setiap Selasa ada pelajaran olahraga. Kenapa nggak dibawa, Jeffry! Saya paling
tidak suka ada murid yang tidak disiplin seperti kamu ini! Pelajaran olahraga
kok nggak pakai pakaian olahraga! Ya sudah, kamu tahu ‘kan apa yang harus dilakukan?
Lakukan setelah teman-teman yang lain kumpul.”
“Tahu, Pak. Lari keliling lapangan 5 putaran.”
Tak lama, dua teman yang lainnya datang karena hal
serupa, tidak membawa pakaian olahraga. Pak Hans semakin geram.
“Kalian nggak bawa juga?”
“Nggak, Pak.”
“Bodoh kalian ini! Jam olahraga kok nggak bawa pakaian
olahraga! Masih pagi sudah bikin kesalahan! Karena jumlah kalian tiga orang,
hukuman kalian dikali tiga jadi 15 putaran agar kalian jera! Minggu depan
jangan sampai lupa!”
“Siap, Pak.”
“Oke, apakah semuanya sudah kumpul?”
“Sudah, Pak.”
“Baiklah kita mulai pelajaran hari ini. Sekarang
kita lakukan pemanasan terlebih dahulu. Oh, iya karena kalian bertiga pria maka
sebelum lari keliling lapangan, tanggalkan kemeja dan kaos singlet kalian agar
tidak basah dan bau karena keringat kalian. Nanti saya diprotes lagi sama
guru-guru lain.”
“Baik, Pak.”
Jeffry dan dua teman lainnya menanggalkan kemeja
seragam dan kaos singlet yang mereka kenakan. Setelahnya, mereka mulai
menjalani hukuman mereka berlari keliling lapangan sebanyak 15 putaran.
“Kenapa yang lain malah bengong lihatin mereka?
Kalian mau ikutan lari juga?”
“Nggak, Pak.”
“Ya sudah, mulai pemanasannya. Oh, iya hukuman ini berlaku
untuk perempuan juga, bedanya yang perempuan tidak usah buka kemeja. Saya nggak
mau dianggap melecehkan kalian. Mengerti?”
“Mengerti, Pak.”
Pelajaran olahraga pagi ini berlangsung seperti
neraka. Suasana hati Pak Hans yang sudah kurang baik membuat ia mudah sekali
marah. Murid-murid lainnya pun ikut dimarahinya. 80 menit lamanya, mereka semua
harus menerima kemarahan sang guru. 80 menit berlalu.
Jam pelajaran olahraga telah berakhir. Seluruh murid
kelas XI-IPS 1, kelas Jeffry dan Hana bergegas mengganti pakaian olahraga
masing-masing yang telah basah kuyup karena keringat.
“Eh, Han. Pak Hans hari ini serem banget ya! Aku
kayak habis keluar dari neraka. Lebih kasihan lagi yang tadi dihukum lari 15
putaran. Pasti kakinya pegal-pegal banget.”
“Iya, Dar. Aku jadi merasa nggak enak sama Jeffry.”
“Apa hubungannya sama kamu, Han?”
“Ini pakaian olahraga Jeffry. Sebenarnya aku yang
nggak bawa. Harusnya aku yang dihukum.”
“What ? Jeffry rela minjemin pakaian
olahraganya? Wah, jangan-jangan dia mulai peka sama kamu.”
“Ya, bisa jadi. Aku harus melakukan apa ya untuk
menebus rasa bersalahku ini padanya?”
“Hmm, banyak, Han. Bisa mengelap keringatnya yang
bercucuran, bisa pijit kakinya biar nggak pegal-pegal lagi, bisa traktir
makanan favoritnya, tinggal kamu pilih.”
“Ide yang bagus.”
“Aku nggak nyangka sih Jeffry bisa rela berkorban
seperti itu hanya untuk kamu, Han. Jadi kapan kamu mau menyatakan perasaanmu?”
“Aku belum siap. ‘Kan Jeffry suka aku itu baru
perkiraan. Aku masih ragu. Mungkin aku bakal yakin setelah Jeffry ngomong
langsung tentang perasaannya. Aku akan tunggu sedikit lagi. Kalau sampai nggak
juga, aku akan menyatakan perasaanku duluan.”
“Dikit lagi itu berapa hari? Tiga hari? Lima hari?
Seminggu? Kelamaan, Han. Takutnya Jeffry keburu punya pacar.”
“Sut… Jangan bilang seperti itu. Aku yakin Jeffry
akan jadi pacarku. Sekarang kita ke kelas. Pelajaran Bu Rini sudah mau mulai.”
“Bu Rininya nggak masuk dan nggak ada kabar. Jam
kos, Han. Jadi ini saatnya kamu beraksi lap keringat Jeffry,” goda Dara.
“Ah, mana bisa. Malu dong dilihatin teman-teman
yang lain. Apa aku beli minum buat dia aja ya? Pasti dia haus banget.”
“Nah, ide yang bagus. Kita ke kantin sekarang.”
Hana dan Dara beranjak menuju kantin untuk
membelikan Jeffry minuman.
“Hmm, kenapa jadi beli tiga, Han? Satu juga cukup,
Han. Ini ukuran besar loh, nanti Jeffry kembung.”
“Bukan buat Jeffry semua, Dar. Buat Dicky dan
Daniel juga. Kasihan mereka juga pasti haus.”
“Oh, gitu. Sahabatku ini baik banget ya sama
teman-temannya. Pantas saja banyak yang suka sama kamu, Han. Kenapa nggak pilih
mereka yang ngejar-ngejar kamu saja, Han? Daripada nungguin Jeffry peka.”
“Oh, nggak bisa. Aku udah cinta mati sama Jeffry,
Dar. Jadi aku hanya mau sama Jeffry.”
“Okelah kalau begitu. Oh, iya gimana kalau kita
buat perjanjian?”
“Perjanjian apa?”
“Kalau Jeffry nggak peka dalam waktu 7 hari ini,
kamu harus menyatakan perasaanmu ke dia.”
“Oke, aku akan bikin Jeffry peka dalam waktu 7
hari. Deal ! Mulai besok ya! Hari ini aku harus pikirkan strateginya.”
“Oke, setuju.”
Hana dan Dara menghampiri Jeffry, Dicky, dan Daniel
yang sedang nongkrong di depan kelas.
“Hai, pasti kalian haus. Ini aku bawain minuman
buat kalian bertiga. Jeff, Dik, Niel.”
“Wah, kebetulan banget nih, Han. Minum gue juga sudah
habis. Thanks ya!” respon Dicky.
“Han, makasih ya!”
“Sama-sama. Jeff, kamu kenapa diam saja? Kamu
baik-baik saja?”
“Aku baik-baik saja. Kamu nggak perlu khawatir. Thanks
buat airnya.”
“Sama-sama. Ini semua gara-gara…”
“Pak Hans! Dia sadis banget sih sama muridnya!”
respon Dicky memotong ucapan Hana. “Nggak tahu apa lari 15 putaran itu sungguh
sangat melelahkan,” lanjutnya.
“Suttt, jangan keras-keras, Dik. Kalau Pak Hans
dengar, kita bisa habis,” respon Daniel ketakutan.
Jeffry hanya tersenyum melihat tingkah
teman-temannya.
“Sudah, lebih baik kita masuk ke kelas. Kita
rayakan jam kosong di dalam kelas.”
“Setuju, benar kata Jeffry. Kita masuk sekarang
kuy!” respon Dara yang semula fokus sama ponselnya untuk menanyakan keberadaan
sang pacar.
Beberapa jam kemudian. Bel pulang sekolah telah
berbunyi. Begitu guru mata pelajaran terakhir keluar kelas, murid kelas XI-IPS
2 mulai berbondong-bondong keluar kelas menyisakan Jeffry dan Hana saja yang
berada di dalam kelas.
“Jeff, aku mau minta maaf. Gara-gara aku kamu jadi
dihukum sama Pak Hans. Aku jadi merasa bersalah banget.”
“It’s okay, Han. Aku baik-baik saja. Aku
hanya nggak tega saja kalau kamu yang dihukum sama Pak Hans.”
“Oh, iya sebagai rasa terima kasihku aku antar kamu
pulang ya? Masalah pakaian olahraga kamu, nanti aku cuci dulu. Besok aku
kembalikan. Sekali lagi makasih ya sudah mau minjemin.”
“Hmm, nggak perlu, Han. Aku harus jemput Jason
juga.”
“Ya, sekalian aja aku jemput Jason. Aku antar
kalian pulang. Motor kamu belum selesai juga ‘kan?”
“Ya sudah, maaf merepotkan.”
Mereka beranjak menuju parkiran.
“Kakimu sakit ya, Jeff? Ini pasti gara-gara hukuman
tadi ya?”
“Sedikit, Han. Hanya pegal-pegal doang. Besok juga hilang.”
“Aku jadi nggak enak sama kamu, Jeff.”
“Nggak usah merasa nggak enak. Lagian yang
menawarkan bantuan ‘kan aku. Jadi ini bukan salahmu.”
“Ya, tetap saja aku merasa nggak enak.”
Hana menjalankan mobilnya menuju SMP Global
Cemerlang yang lokasinya hanya sekitar 500 meter. Setibanya di parkiran SMP
tersebut, Hana turun menghampiri Jason yang sedang menunggu di koridor.
“Kak Hana? Kok Kak Hana ke sini?”
“Mau jemput Jason. Kakak juga ke sini bareng Kak
Jeffry. Dia nunggu di mobil. Kakinya lagi sakit.”
“Kak Jeffry kenapa? Dia jatuh?”
“Nggak, habis dihukum.”
“Oh, gitu.”
“Ya sudah, kita ke mobil sekarang ya!”
Jeffry dan Jason telah berada di rumah diantar oleh
Hana. Saat ini, Jeffry tengah berbaring di kamarnya karena pegal-pegal di
kakinya semakin terasa.
“Jeff, Jeff, apa kamu tidak waras? Kamu rela
dihukum demi Hana? Sekarang jadi pegal-pegal ‘kan kaki kamu setelah lari
keliling lapangan 15 putaran.”
“Kak, ini ada tukang pijit, katanya mau pijit kaki
Kakak yang pegal-pegal,” panggil Jason dari depan pintu kamar.”
“Tukang pijit? Siapa yang pesan? Iya, Dek. Sebentar
Kakak keluar.”
Jeffry beranjak dari tempat tidur, membukakan
pintu.
“Siapa yang pesan tukang pijit, Dek? Kamu yang
pesan?”
Jason menggeleng. “Bukan, aku nggak pesan. Mungkin
Kak Hana? Coba Kakak tanya ke Kak Hana.”
“Mau dipijit di mana?”
“Hmm, di ruang tamu saja, Bu.”
“Baiklah, mari kita mulai. Kaki pegal-pegal harus
cepat dipijit biar nggak makin parah.”
Mereka beranjak ke ruang tamu. Kaki Jeffry mulai
dipijit oleh Ibu Suminah, tukang pijit yang dipesan oleh Hana untuk menebus
rasa bersalahnya. Tak lama, Jeffry menerima pesan dari gadis itu.
Jeff, aku sudah pesankan tukang pijit langgananku,
namanya Ibu Suminah supaya kaki kamu nggak pegal-pegal. Mohon jangan ditolak
ya! Masalah pembayaran sudah aku urus. Sekali lagi makasih sudah rela
meminjamkan pakaian olahragamu. Ini lagi aku cuci. Besok aku kembalikan.
“Kak, memangnya Kakak kok bisa dihukum? Bukannya
Kakak siswa paling tertib dan disiplin ya? Nggak pernah bikin pelanggaran. Apa
hubungannya sama Kak Hana?”
Saat hendak menjawab, tiba-tiba Jeffry mengerang
akibat pijatan Bu Suminah.
“Bu, pelan-pelan. Sakit nih.”
“Sabar ya, Nak. Kalau mau sembuh, memang harus
sakit. Namanya juga dipijit.”
“Iya, saya tahu, tapi bisa ‘kan pelan-pelan?”
“Bisa, semuanya bisa diatur. Nak Jeffry ini
pacarnya Nak Hana ya sampai rela berkorban begini. Ini, Dek, Kakakmu ini
minjemin Kak Hana pakaian olahraga, makanya tadi dihukum di sekolah.”
“Oh, gitu, Bu. Ibu tahu dari mana?”
“Kak Hana sendiri yang cerita. Makanya Ibu diutus
ke sini untuk pijit Kakakmu ini untuk menebus rasa bersalahnya.”
“Oh, gitu. Sepertinya Kak Jeffry ini beneran suka
sama Kak Hana.”
“Nggak, Dek. Kakak hanya kasihan saja sama dia.”
“Masa sih. Jangan bohongi perasaan Kakak,” goda
sang adik lagi.
“Jangan sok tahu, Dek.”
“Sudah, sudah, nggak usah berantem. Tunggu tanggal
mainnya aja, Dek. Mungkin Kakakmu ini belum peka sama perasaannya sendiri.”
“Setuju, Bu. Kak Jeffry ini memang nggak peka
orangnya.”
😂😂😂😂
ReplyDeleteSetuju sama JasonðŸ¤ðŸ¤ Jeffry emang nggak peka!
ReplyDeleteMantap Bang Will, next-nya ditunggu
ReplyDeleteRajin amat, Will. Update cerita mulu...
ReplyDelete🔥🔥🔥
ReplyDeleteHalo, pada dari mana nih? cara biar ada namanya gimana sih?
ReplyDeleteHalo, sebelum komentar pilih comment as: Google Account terus login deh pakai akun Google kamu. :)
DeleteDari kemaren anonymoys terus...
ReplyDeleteTest
ReplyDeleteNgakak banget chapter kali iniii
ReplyDeleteJeffry nggak peka-peka!
ReplyDeleteNext ditunggu
ReplyDeleteMantap kaki pegal🔥 Susah sih kalau yang namanya demen dari awal.
ReplyDeleteApapun dilakukan
ReplyDeleteJadi penasaran nextnya :) Pagi-pagi baru nemu ini cerita langsung nggak bisa berhenti... 😂😂
ReplyDeleteNextt dongg
ReplyDeleteWah, lanjutkan thorr. Penasaran sama kisah selanjutnya.
ReplyDeleteNext chapternya kok nggak ada ya?
ReplyDeleteGak sabar banget mau baca kelanjutnnya
ReplyDelete😂😂😂
ReplyDeleteSeru banget
ReplyDeleteJeffry berkorban banget ke Hana.
ReplyDelete