Terror Games (Chapter 10) ⚠️🔞
Chapter 10
Keesokan harinya sekitar pukul 09.00 pagi. Julian dan Jessica baru saja menyelesaikan serangkaian pemeriksaan pasca kecelakaan semalam. Berdasarkan hasil pemeriksaan, kondisi keduanya baik-baik saja sehingga sudah diperbolehkan pulang.
“Kamu tunggu di sini sebentar ya, aku mau urus administrasinya dulu.”
“Oke, deh. Nanti biaya yang aku tinggal kasih tau, aku ganti.”
Julian beranjak keluar ruangan. Tiba-tiba saja ia kembali merasakan dirinya sedang diawasi seseorang. Memang sejak kemarin malam, Julian merasa dirinya diawasi. Kali ini, Julian berhasil menemukan pengintai tersebut dan segera menghampirinya.
“Ngapain Anda di sini? Berusaha mengintai saya dan pacar saya?”
“Mengintai? Anda jangan sembarangan menuduh. Kebetulan saya hanya lewat di sini. Memangnya saya tidak boleh lewat sini?”
“Hmm … yakin hanya lewat? Kalau hanya lewat kenapa Anda masih di sini? Saya sudah melihat Anda sejak dua menit lalu di sini.”
“Saya baru saja angkat telepon. Sekarang saya harus pergi permisi.”
Pria tersebut beranjak pergi menuju parkiran rumah sakit. Julian yang masih mencurigai orang tersebut memutuskan untuk menyusulnya. Julian merasa tidak asing dengan wajah pria tersebut. Ia sempat melihat dia berada di lokasi kejadian semalam dan … ruangan Mr. Bintang! Julian pernah melihat foto orang tersebut terpajang di ruangan sang kepala sekolah.
“Tunggu! Urusan kita belum selesai.”
Pria tersebut menoleh dan menghentikan langkahnya.
“Ada apa lagi? Mau menuduh saya lagi? Saya benar-benar tidak mengintai Anda. Apa gunanya coba?”
“Anda anaknya Mr. Bintang ‘kan? Andreas Wirajaya.”
“Dari mana Anda tahu?”
“Saya sempat lihat foto Anda di ruangannya. Apa tujuan Anda ke sini? Apakah Anda yang meneror saya selama ini dengan teror angka? Apakah yang telah menabrak pacar saya seminggu lalu? Apakah …”
“Cukup! Saya tidak mengerti maksud Anda. Meneror apa? Menabrak pacar Anda? Jangan sembarangan menuduh.”
“Saya nggak sembarangan menuduh. Anda tinggal jawab dengan sejujur-jujurnya. Anda pasti dendam sama saya dan pacar saya, Jessica. Apakah benar atau tidak? Kemarin malam, saya juga sempat melihat Anda di lokasi kecelakaan mobil saya. Apakah Anda penyebab kecelakaan itu?”
“Wah, wah, Anda menuduh saya. Memangnya Anda punya bukti?”
“Memang saya nggak punya bukti yang kuat, tapi Anda punya indikasi menjadi pelakunya.”
“Hmm … oke saya akan jawab pertanyaan Anda sejujur-jujurnya. Pertama, saya memang benci sama Anda dan pacar Anda. Kedua, saya tidak pernah meneror Anda dengan teror angka. Ketiga, bukan saya yang menabrak pacar Anda. Saya suruh orang. Keempat, soal kecelakaan mobil yang melibatkan Anda dan pacar Anda juga bukan saya pelakunya. Orang suruhan saya juga. Kalian pantas mendapatkan balasan! Keluarga saya hancur gara-gara kalian!”
“Keluarga Anda hancur bukan karena saya ataupun pacar saya. Keluarga Anda hancur karena kelakuan Papa Anda sendiri.”
“Tetap saja Anda dan pacar Anda itu terlibat! Kalau Anda tidak ikut campur membongkar hal ini, semuanya nggak akan terjadi!”
“Terserah Anda. Saya hanya melakukan apa yang menurut saya benar. Pelecehan seksual itu melanggar hukum. Jadi ya harus dilaporkan. Masa Anda tidak paham soal itu?”
“Saya tidak peduli! Oh, iya saya turut bersukacita ya atas kematian Bapak Maxime Ardiaman terhormat. Mungkin kematian Papa Anda tercinta itu adalah balasan yang pantas Anda terima.”
“Kurang ajar! Apa Anda yang membunuh Papa saya?”
Julian yang emosi langsung meninju Andreas.
“Aw. Santai, Bro. Bukan saya yang membunuh Papa Anda.”
“Jangan bohong!”
“Untuk apa saya bohong? Saya bicara yang sebenar-benarnya. Sudah ya udara di sini sudah memanas. Saya permisi dulu ya. Tenangkan diri Anda. Bye!”
Andreas pergi meninggalkan parkiran dengan mobilnya. Selang beberapa saat, ponsel Julian berbunyi.
Jessica Margareth 💙
Kamu di mana? 09:16
Kok lama banget bayar administrasinya? 09:17
Antri ya? 09:17
09:18 Oh, iya. Aku belum urus administrasinya.
09:18 Tadi aku ketemu sama Andreas.
Andreas siapa? 09:18
09:19 Nanti aku cerita. Sekarang aku mau urus administrasi dulu.
Oke. 09:19
Julian beranjak menuju bagian administrasi untuk melakukan pembayaran. Setelah semua urusan selesai, Julian kembali ke ruang rawat Jessica.
“Akhirnya kamu kembali juga. Lama amat. Bosen tau tunggu di sini.”
“Maaf ya, Sayang. Tadi aku ada urusan dulu sama Andreas.”
“Andreas siapa? Perasaan teman kita nggak ada yang namanya Andreas.”
“Andreas anaknya Mr. Bintang, Jess. Tadi dia mengintai kamar kamu.”
“Mengintai?”
“Iya, mengintai. Ternyata dia adalah dalang dari penabrakan kamu seminggu lalu dan kecelakaan yang kita alami semalam. Dia dendam sama kita, Jess.”
“Aku nggak habis pikir kenapa dia setega itu. Kenal juga nggak.”
“Namanya juga dendam. Jadi gimana? Mau laporkan dia ke polisi?”
“Hmm … kalau ada buktinya pasti aku laporkan.”
“Aku ada buktinya. Rekaman suara pengakuan dia.”
Jessica tersenyum, kemudian langsung memeluk Julian.
“Pinter banget sih pacarku ini. Sekarang kita ke kantor polisi ya.”
“Iya, sini aku bantu.”
“Thanks. Oh, iya habis dari kantor polisi jadi kita selidiki Jason?”
“Hmm ... gimana kalau kita selidiki Kak Ardan dulu? Soalnya aku lebih curiga sama Kak Ardan daripada Jason.”
“Oke, nggak masalah.”
-oOo-
Beberapa jam kemudian setelah mendapatkan laporan, pihak kepolisian langsung menangkap Andreas atas tuduhan percobaan pembunuhan terhadap Julian dan Jessica. Saat ini, Julian dan Jessica telah berada di rumah Jessica. Jazz tengah mengintrogasi mereka.
“Akhirnya kamu pulang juga, Dek. Semalam kenapa nggak pulang? Kak Jazz khawatir. Dari semalam Kakak telepon HP kamu juga mati. Kalian ngapain semalam?”
“Maaf, Kak. HP aku lowbatt. Semalam kami berdua kecelakaan, Kak.”
“Kecelakaan? Kok bisa? Julian, kamu nyetirnya kebut-kebutan ya?”
“Nggak, Kak. Julian bawa mobilnya pelan kok.”
“Terus kenapa bisa kalian kecelakaan?”
“Ada yang isengin mobilnya Julian, Kak.”
“Siapa? Apakah ini ada hubungannya dengan teror selama ini?”
“Sepertinya nggak ada, Kak. Kali ini pelakunya berhasil ditangkap. Namanya Andreas, anaknya Mr. Bintang. Dia adalah dalang penabrakan aku seminggu lalu sekaligus penyebab kecelakaan semalam.”
“Kurang ajar! Berani-beraninya dia mencelakai kamu, Dek. Sekarang gimana kondisi kalian? Baik-baik saja ‘kan?”
“Sabar, Kak. ‘Kan pelakunya udah ketangkep juga. Kondisi aku sama Julian juga baik-baik saja.”
“Syukurlah. Meskipun udah ketangkep, masih ada yang lainnya. Kalian harus lebih berhati-hati. Pelaku lainnya masih berkeliaran. Mereka berbahaya. Julian, Kak Jazz titip Jessica ya. Bantu jaga dia dengan baik.”
“Iya, Kak. Julian akan usahakan.”
“Kak, aku permisi ke kamar dulu ya? Mau ganti baju, terus mau pergi lagi.”
“Pergi lagi? Kalian mau ke mana?”
“Mau menyelidiki terduga pelaku, Kak. Ke rumah Kak Ardan.”
“Iya, Kak. Tolong diizinkan ya. Julian butuh banget bantuan Jessica.”
“Oke, Kakak izinkan. Kalian harus hati-hati ya. Mereka berbahaya.”
“Siap, Kak.”
Selesai berganti pakaian, Jessica langsung mengajak Julian pergi menggunakan mobilnya.
“Memangnya kamu bisa nyetir?”
“Oh, iya aku lupa. Kenapa kamu nggak bilang dari awal?”
“Hmm … iseng aja sih.”
“Ah, Julian! Sekarang kita tukeran posisi. Kamu yang nyetir, aku jadi penumpang.”
“Oke, Sayang.”
Mereka berdua keluar mobil untuk bertukar posisi. Setelah itu, Julian langsung melajukan mobil menuju kediaman Ardan.
To be continued … © 2024 WillsonEP. Bagaimana chapter kali ini? Tulis di kolom komentar ya.
Next thor
ReplyDeleteNext thor
ReplyDeleteTer
ReplyDeleteTernyata dalangnya nggak hanya satu orang! Semoga cpt terbongkar!
ReplyDeleteLanjut thorr
ReplyDeleteNggak ad dobel up nih?
DeleteNggak ad dobel up nih?
Delete