Terror Games (Chapter 14) ⚠️🔞

Chapter 14

Sudah beberapa hari ini, Julian menugaskan tim detektif untuk melakukan penyelidikan terhadap Mr. Bintang, Mr. Chandra, Pak Ardian, dan Jason. Julian tengah berada di kantor Ardiaman menerima telepon dari tim detektif yang direktrutnya.

“Jadi bagaimana perkembangannya? Apa ada gerak-gerik yang mencurigakan?”

“Untuk terduga pelaku yang berada di dalam tahanan sejauh ini belum ada yang mencurigakan, Pak. Pak Jason juga terpantau hanya bolak-balik rumah dan kantor JSM setiap harinya.”

“Kalian yakin? Mungkin kalian lengah?”

“Yakin, Pak. Kami standby 24 jam secara bergantian untuk mengawasi.”

“Baik, tolong tetap pantau mereka. Kalau ada hal yang mencurigakan, langsung beri tahu saya.”

“Siap, Pak.”

Panggilan diakhiri keduanya. Selang beberapa saat, Julian mendapati ponselnya menerima pesan baru. Julian langsung membuka pesan tersebut sambil senyum-senyum.

Jessica Margareth

Kamu masih di kantor, Jul? 17:02

17:02 Masih, Pacarku. Kenapa kamu kangen?

Hmm … bukan waktunya.  17:03

Tadi aku sempet lihat motor yang mirip banget sama motor pelaku pembunuh Om Maxime. 17:04

17:04 Serius? Kamu lihat di mana?

Laama Bakery. 17:05

17:05 Kamu di mana sekarang? Masih di Laama Bakery?

Iya. Aku masih mantau motornya. 17:06

Aku yakin banget motornya mirip banget, Jul. Sticker-nya persis. 17:07

17:07 Share live location kamu.

17:08 Aku ke sana sekarang.

Jessica sent you live location. 17:08

“Akhirnya ada petunjuk juga soal pelaku pembunuhan papa. Pa, semoga Julian bisa segera menangkap pelakunya.”

Julian bergegas pergi meninggalkan area kantor menggunakan mobilnya. Ia langsung menuju lokasi di mana Jessica berada sekarang dengan kecepatan sedang. Julian tidak ingin kehilangan kesempatan untuk mengetahui siapa pelaku pembunuhan sang ayah. Terpantau lokasi Jessica mulai bergerak meninggalkan Laama Bakery.

“Sial, sepertinya pelaku mulai bergerak.”

Julian memutuskan untuk menghubungi Jessica. Tak lama, panggilan terhubung.

“Pelakunya mulai bergerak, Jul.”

“Ya, aku tahu. Kamu terus ikuti orang itu ya. Jangan sampai kehilangan jejak. Aku sudah dekat sama kamu.”

“Kamu di mana?”

“Jalan Robusa.”

“Oke, kamu hati-hati.”

“Kamu juga. Teleponnya jangan dimatiin ya?”

“Iya.”

Selang beberapa saat, Julian berhasil bertemu dengan mobil Jessica yang terparkir di sebuah minimarket. Jessica yang menyadari kehadiran Julian langsung keluar dari mobilnya dan masuk ke mobil Julian.

“Hai, orangnya mana, Jes?”

“Di dalam minimarket. Coba kamu lihat deh motornya yang itu. Persis sama motor yang kita lihat di CCTV.”

“Kamu benar. Ini sih persis banget. Stikernya yang custom, dan hanya beda plat nomor aja. Apa postur tubuh orang itu sama kayak pelakunya?”

“Beda, Jul. Pengendaranya kurus. Mungkin motornya lagi dipinjem komplotannya.”

“Bisa jadi. Kita harus ikuti orang itu.”

“Itu orangnya, Jul. Yang pake jaket kulit hitam.”

“Oke.”

Pengendara motor tersebut mulai menaiki motornya, bergerak meninggalkan area minimarket. Julian dengan sigap langsung mengikutinya.

“Jangan terlalu dekat. Nanti kita ketahuan.”

“Siap, Jess. Ini udah jaga jarak kok. Makasih ya, kamu udah bantuin aku. Semoga pelakunya cepet ketangkep.”

“Amin. Sama-sama, Jul. Aku senang bisa bantu kamu.”

Di sisi lain, seseorang tertawa begitu mendapatkan kabar bahwa targetnya masuk dalam perangkap.

“Dua target masuk dalam perangkap. Ternyata mudah sekali menjebak kalian. Sudah siap dengan project teror selanjutnya, Julian, Jessica? Siap-siap ya.”

-oOo-

Julian dan Jessica berhasil mengikuti pengendara tersebut hingga tiba di sebuah bangunan pabrik.

“Ngapain dia ke sini?”

“Mungkin dia karyawan pabrik ini.”

“Nggak mungkin, Jess. Setahu aku pabrik ini sudah lama berhenti beroperasi karena bangkrut.”

“Masa sih? Buktinya begitu dia masuk banyak karyawan yang lain. Kamu lihat juga ‘kan?”

“Iya, sih. Mungkin udah kembali beroperasi dengan pemilik lain.”

“Ya, sekarang kita harus gimana?”

“Mau coba masuk?”

“Kita masuk ke pabrik itu? Apa nggak terlalu terang-terangan?”

“Ya, nggak terang-terangan juga. Kita masuk lewat pintu lain. Pabrik ini luas banget, ada pintu lain yang penjagaannya nggak ketat.”

“Kamu tahu dari mana?”

“Panjang ceritanya. Nanti kapan-kapan aku ceritain.”

Julian melajukan mobilnya menuju pintu lain dari pabrik tersebut.

“Bisa kamu lihat? Pintu di sini nggak ada penjaga sama sekali.”

“Kamu benar. Aku jadi penasaran kenapa kamu bisa tahu seluk beluk pabrik ini.”

“Nanti aku ceritain. Sekarang kita turun dan masuk. Aku udah nggak sabar banget pengen tangkep pelaku yang udah tega membunuh papaku.”

“Iya, iya. Aku paham, tapi kita harus hati-hati. Apa sebaiknya kita kabarin pihak kepolisian?”

“Boleh. Kamu hubungi polisi sekarang.”

“Oke.”

Jessica meraih ponselnya, kemudian mencoba menghubungi pihak kepolisian.

“Gimana?”

“Nggak bisa, Jul. Di sini nggak ada sinyal.”

“Masa sih? Coba pake HP aku.”

“Nggak ada sinyal juga.”

“Aneh. Biasanya sinyal di sini bagus. Apa mungkin memang ada gangguan ya?”

“Ya, bisa jadi. Jadi gimana? Apa sebaiknya kita tunda saja penyelidikan ini?”

“Jangan dong. Udah nanggung. Kita harus tangkap pelakunya secepatnya. Aku nggak terima dia masih bebas berkeliaran. Kamu nggak mau temenin aku?”

“Gak gitu. Aku takut kita kenapa-kenapa nantinya. Ini berbahaya, Jul.”

“Kita akan baik-baik saja, Jess. Aku akan jaga kamu. Kamu percaya ‘kan?”

“Percaya, Jul, tapi perasaanku bener-bener nggak enak. Aku rasa ini jebakan.”

“Sudahlah, ayo kita masuk! Semuanya akan baik-baik saja.”

Tiba-tiba saja Julian dan Jessica dipukul dari belakang oleh dua orang berpakaian serba hitam hingga tidak sadarkan diri.

“Bodoh kau! Bisa-bisanya kamu tidak percaya bahwa ini jebakan.”

“Sudahlah, tidak usah banyak komentar. Kita harus bawa mereka ke dalam.”

“Mobilnya bagaimana?”

“Nanti diurus sama yang lain.”

Kedua orang tersebut langsung menggendong Julian dan Jessica masuk ke dalam pabrik. Sementara itu, yang lainnya mengamankan mobil Julian. Mobil Julian langsung disembunyikan di tempat yang aman.

“Bagaimana apa target sudah di sana?”

“Sudah, Bos. Julian dan Jessica sudah berada di sini.”

“Sudah dimasukkan ke ruangan yang gelap dan pengap?”

“Sudah, Bos. Semuanya sudah sesuai dengan perintah.”

“Kerja bagus. Besok saya akan ke sana. Tolong jaga mereka dengan baik. Jangan sampai mereka lolos! Mengerti?”

“Baik, Bos.”

“Lalu gimana dengan tempat eksekusinya? Apa sudah siap?”

“Untuk tempat eksekusi belum siap, Bos. Masih dalam tahap pengerjaan. Mungkin sekitar 3-5 hari kedepan akan bisa digunakan.”

“Tolong dipercepat prosesnya. Saya sudah nggak sabar melihat mereka dieksekusi.”

“Siap, Bos. Nanti akan saya sampaikan ke mandornya.”

-oOo-

Waktu telah menunjukkan pukul 19.00. Margareth dan Jazz tengah menunggu Jessica pulang diantar oleh Dimas, supir yang mengantar Jessica selama tangannya masih digips. Selang beberapa saat, suara mobil Jessica terdengar memasuki rumah. Margareth dan Jazz langsung beranjak keluar untuk menyambut Jessica.

“Akhirnya Pak Dimas pulang juga. Habis dari mana, Pak? Kok baru pulang? Jessicanya mana?”

“Maaf, Mas Jazz. Tadi saya diminta pulang duluan sama Mbak Jessica. Mbak Jessicanya pergi sama Mas Julian.”

“Pergi ke mana?”

“Hmm … kurang tau saya. Tadi sih mereka kayak ngikutin motor gitu.”

“Ngikutin motor? Motor siapa?”

“Saya nggak tau. Non Jessica nggak ngomong itu motor siapa.”

“Ya, sudah Pak Dimas boleh istirahat. Biar saya hubungi Jessica.”

“Makasih, Mas.”

“Ini gimana, Jazz? Jessica sama Julian pergi ke mana? Perasaan Mama nggak enak banget nih.”

“Sabar, Ma. Ini Jazz lagi coba hubungi Jessica. Kok nomornya di luar jangkauan ya?”

“Coba telepon Julian. Siapa tau bisa.”

“Oke, Ma.”

“Maaf, nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Silakan coba beberapa saat lagi.”

“Gimana? Nyambung teleponnya?”

“Sama, Ma. Nomornya nggak aktif.”

“Terus gimana? Mama takut terjadi sesuatu sama mereka.”

“Mama tenang ya. Jazz yakin Julian bisa jaga Jessica dengan baik.”

“Kalau itu Mama percaya, yang jadi masalah sekarang mereka lagi diincar orang jahat. Kalau mereka kenapa-kenapa gimana? Mama nggak sanggup kalau sampai kehilangan orang yang Mama sayang lagi.”

“Mama tenang ya. Jazz yakin Jessica dan Julian pasti baik-baik saja. Kita doakan saja ya?”

“Kita harus telepon polisi.”

“Buat apa?”

“Kok buat apa? Ya, lapor Jessica hilang. Biar polisi bisa nyari adikmu. Mama nggak mau kehilangan adik kamu, Jazz. Cukup Nasya dan Alexa yang jadi korban.”

“Mama tenang ya. Jazz paham Mama khawatir. Jazz juga khawatir. Mungkin Jessica dan Julian lagi jalan-jalan dan HP mereka mati karena lowbatt.. Mama tahu sendiri Jessica suka lupa charge HP-nya dan lupa bawa powerbank.

“Kalau Jessica iya, kalau Julian? Biasanya HP dia selalu aktif.”

“Ya, bisa juga Julian lupa charge. Sudah ya Mama tenang. Ini baru juga jam tujuh. Kalau jam sembilan Jessica belum pulang, Jazz bakal coba ke rumahnya Julian.”

“Beneran ya, Jazz?”

“Iya, Ma. Sekarang Mama istirahat ya.”

“Mana bisa Mama istirahat.”

“Ya, sudah. Mama sekarang mau ngapain?”

“Mama mau nungguin Jessica di sini.”

“Angin malem nggak bagus, Ma. Kita tunggu di dalem ya? Gimana kalau nunggu Jessicanya sambil nonton drakor. Ada drakor baru loh, Ma.”

“Drakor baru? Apa judulnya?”

“Jazz lupa. Sekarang kita masuk dan nonton drakor.”

“Oke, tapi kalau jam sembilan Jessica belum pulang, kamu cari adikmu.”

“Iya, Ma. Jazz janji bakal cari Jessica sampai ketemu.”

To be continued … © 2024 WillsonEP.

Comments

Post a Comment

Trending This Week 🔥🔥

Writing Skill #1 : Tanda Titik (.)

Little Parents 2 (Chapter 8)