Andrew & Anes (Chapter 2)
Chapter
2 : Bunga Tanpa Nama
Anes dan Jovita baru saja menyelesaikan
tontonan mereka, serial We Bare Bears. Mereka berdua sangat menyukai
serial ini, sudah beberapa kali mereka menonton ulang semua episodenya.
“Nes, aku lapar banget nih.
Kamu punya makanan nggak?”
“Hmm, kayaknya nggak ada
deh. ‘Kan Mamaku lagi pergi. Palingan ada mie instan. Mau?”
“Boleh, deh.”
Mereka pergi ke dapur untuk
memasak mie instan. Sambil memasak, Jovita menceritakan kisahnya kemarin malam.
“Ah, yang bener? Tadi malam
Julian ajak makan malam berdua?”
“Iya, Nes. Aku juga nggak
nyangka banget. Padahal aku baru kenal sama dia.”
“Aku juga nggak nyangka.
Julian ‘kan pendiem banget. Jangan-jangan…”
“Jangan-jangan apa?”
“Dia naksir sama kamu,
Jov.”
“Ah, nggak mungkin.”
“Nggak ada yang nggak
mungkin. Kamu cantik dan pintar. Siapa sih yang nggak naksir sama kamu. Kamu
juga naksir dia ‘kan? Ini kesempatan yang bagus, Jov.”
“Ah, Anes. Apaan sih? Aku
dan dia hanya sebatas teman.”
“Yakin? Kamu nggak bisa
bohong sama aku. Kita ‘kan sudah temenan sejak kelas 10. Aku tahu kapan kamu
jujur dan kapan kamu bohong. Ngaku deh.”
Jovita terdiam sejenak.
Wajahnya mulai memerah.
“Sudah ah, jangan dibahas.”
Anes terkekeh melihat
tingkah sahabatnya.
“Nanti aku bantu ya!”
Beberapa saat kemudian, mie
telah selesai direbus. Mereka pun segera duduk di ruang makan untuk menikmati
mie instan tersebut.
“Kalau kamu sendiri, Nes?
Kamu suka sama Andrew?”
“Andrew? Kenapa jadi dia?
Aku nggak suka sama dia, Jov, apalagi dia ‘kan playboy.”
“Kalau dia berubah, kamu
mau sama dia?”
“Hmm, nggak. Dia itu
menyebalkan. Aku benci dia. Nggak mungkin aku mau sama dia. Sudah ah, mending lanjut makannya nanti keburu dingin.”
“Iya, deh.”
Mereka kembali melanjutkan
aktivitas makannya yang sempat tertunda. Beberapa saat kemudian, Pak Baron
menghampiri mereka sambil membawa sebuah bucket bunga.
“Permisi, Non. Ini ada
kiriman bunga buat Non Anes.”
Anes beranjak dari tempat
duduknya.
“Kiriman bunga? Dari siapa,
Pak?”
“Saya juga kurang tahu. Pas
saya tanya kurirnya, dia juga nggak tahu siapa pengirimnya.”
“Coba saya lihat.”
Pak Baron menyerahkan bunga
tersebut kepada Anes.
“Ini bunganya, Non. Pak
Baron permisi kembali ke pos.”
“Okay, Pak. Makasih
ya!”
“Iya, Non. Sama-sama.”
“Bunga dari siapa, Nes?”
“Nggak tahu. Biar aku cek
dulu kartu ucapannya.”
Anes pun mulai membuka
kartu ucapan yang terselip di bunga tersebut. Di kartu tersebut hanya tertera
sebuah tulisan.
I HEART YOU
“Siapa yang kirim, Nes? Di
situ ada nama pengirimnya?”
“Nggak ada.”
“Tulisan di kartunya apa?”
“Isinya nggak penting, Jov.
Nggak ada nama pengirimnya juga. Ngapain ditanggapi.”
Jovita beranjak dari tempat
duduknya merebut kartu ucapan yang dipegang Anes.
“Jov! Ngapain sih?”
“Aku mau lihat kartu
ucapannya.”
“I heart you? Wah,
ini sih dari salah satu fans kamu, Nes. Kira-kira siapa ya yang kirim?
Seru nih.”
“Apaan sih, Jov? Ini nggak
penting banget. Nggak usah dipikirin. Lagian siapa pun yang kirim nggak bisa
aku terima. Mama dan Papaku kan melarangku pacaran. Oh, iya kalau kamu sendiri
bagaimana, Jov? Kalau kamu pacaran diizinin sama orang tua kamu?”
“Hmm, kalau Papa dan Mamaku
sih bebasin aku. Pacaran boleh, asalkan nggak melebihi batas dan tidak
mengganggu pelajaran sekolah.”
“Boleh? Jadi kamu enak ya! Kadang
aku iri sama kamu, Jov. Aku nggak suka Mama dan Papa terlalu ngatur hidupku. Mau
apa-apa harus izin, izin pun belum tentu diperbolehkan. Aku jadi nggak bisa
ambil keputusan sendiri. Mereka terlalu ngekang aku. Aku harus bagaimana ya,
Jov?”
“Aku ngerti perasaanmu.
Jadiku juga nggak semuanya enak, Nes. Memang aku bisa bebas ngapain saja. Mama
dan Papaku jarang di rumah, Nes. Mereka terlalu sibuk bekerja. Aku jadi
kesepian. Di rumah aku hanya bisa curhat ke Bi Irma. Kamu lebih beruntung, Nes.
“Iya, juga sih. Pasti kamu
kesepian banget.”
“Saran aku, kamu coba saja
bicara baik-baik sama mereka. Bilang kamu nggak suka terlalu dikekang seperti
ini. Kamu sudah coba bicara sama mereka?”
“Belum, sih. Aku takut
mereka marah.”
“Kamu bicarakan dulu saja
baik-baik. Siapa tahu mereka bisa mengerti. Mereka pasti mau yang terbaik buat
kamu. Hanya saja mungkin caranya kurang cocok sama kamu, Nes.”
“Okay, deh. Nanti
aku coba bicara. Thanks, ya sarannya.”
“Sama-sama, Nes. Oh, iya
aku juga sekalian mau pamit. Sudah jam segini. Tante Dewi sudah pulang belum
ya? Aku mau pamit.”
“Kayaknya belum deh, Jov.
Nanti aku sampaikan saja.”
“Oh, gitu. Ya sudah, aku
titip salam ya!”
“Iya, nanti aku sampaikan.
Aku antar kamu ke depan.”
Anes mengantarkan Jovita ke
depan. Tak lama, ojol pesanan Jovita tiba.
“Nes, aku pamit pulang dulu
ya!”
“Okay, Jov.
Hati-hati di jalan.”
“Iya. Bye, Nes!”
“Bye!”
Setelah ojol Jovita hilang
dari pandangan, Anes kembali ke dapur untuk mencuci mangkok yang belum sempat
dicuci.
“Dasar, Jovita. Sudah
numpang makan, mangkoknya bukan dicuci dulu main ditinggal saja.”
Tak lama setelah Anes
selesai mencuci, ponsel Anes berbunyi. Anes langsung membuka ponselnya.
Jovita Putri
Nes, maaf ya tadi aku lupa
cuci mangkoknya. ππ»
Please, jangan marahπ
17:07
Read 17:07 Iya,
kebiasaan kamu.π€
Sudah aku cuci kok.
Oh, okay. π
Thanks ya! Sekali lagi Jovita minta maaf.
Anes memang baik deh. Besok aku traktir batagor kesukaan kamu deh.ππ» 17:08
Read 17:09 Bener ya? Aku
tunggu. Udah jangan main hp kalau lagi naik ojek. Bahaya, Jov.
Iya, iya, aku simpen.
Makasih udah ingetinπ€
17:10
To be continued...
©2022 By WillsonEP
nexttt
ReplyDeleteOkay π
DeleteNext mana nih?
ReplyDeleteHari Sabtu ya! π
DeleteChapter 3 mana?
ReplyDeleteHari Sabtu ya! π
DeleteNext thor... Jangan lama-lama updatenyaππ»ππ»
ReplyDeletenext thorr
ReplyDeleteBunganya dari siapa ya?
ReplyDeleteNext-nya dong...
ReplyDeletePasti dari Andrew! π
ReplyDelete