Andrew & Anes (Chapter 4)

Chapter 4 : Tobatnya Seorang Playboy

Sudah beberapa hari ini, Andrew memutuskan untuk berubah tidak playboy lagi untuk mendapatkan hati Anes. Namun, itu semua tidak mudah. Andrew kadang masih suka menggoda perempuan yang ia lihat. Tak hanya itu, beberapa pacarnya merasa keberatan untuk diakhiri hubungannya. Salah satunya Shanice, pacar Andrew yang berasal dari sekolah lain. Shanice pun mendatangi rumah pria itu.

“Permisi.”

Andrew yang sedang bersantai di ruang tamu sambil minum teh terpaksa beranjak untuk membukakan pintu.

“Lu ngapain ke sini, Sha? Kita ‘kan sudah nggak ada hubungan apa-apa lagi.”

“Gue nggak terima putus dari lo. Apa alasannya coba tiba-tiba main putusin saja? Gue masih cinta sama lo, Drew.”

Sorry, Sha. Gue tetap nggak bisa lanjut sama lu. Lu orang baik, Sha. Lu nggak pantas sama gue yang brengsek ini.”

“Maksudnya?”

“Gue ini playboy, pacar gue di mana-mana. Lu masih mau sama gue?”

Shanice terdiam. Ia sama sekali tidak pernah mengetahui Andrew adalah seorang playboy.

“Lu bisa cari cowok yang lebih baik dari gue.”

“Lo jahat, Drew! Jadi hubungan kita selama ini hanya main-main?” bentak Shanice tak terima.

“Gue minta maaf, Sha. Kalau lu mau tampar gue, silakan. Tampar gue sepuasnya. Gue memang layak dapetin itu.”

“Gue nggak bisa lakuin itu ke orang yang gue sayang. Sudah ya, gue permisi. Gue benar-benar kecewa sama lo, Drew.”

“Sekali lagi gue minta maaf, Sha.”

Shanice berlalu pergi meninggalkan rumah Andrew dengan perasaan hancur. Tak lama, beberapa perempuan mendatangi rumah Andrew. Perempuan-perempuan itu adalah pacar-pacar Andrew. Mereka tidak terima dengan perlakuan Andrew selama ini. Mereka pun mengerjai pria itu dan melemparinya dengan telur. Setelah puas, mereka pergi meninggalkannya.

“Dasar cowok brengsek!”

“Lo tega-teganya pacarin kita bertiga secara bersamaan. Lo pikir dong!”

Begitulah kira-kira hinaan yang dilontarkan perempuan-perempuan itu. Setelah kejadian itu, Andrew pun memutuskan untuk masuk ke dalam rumah untuk bersih-bersih.

“Kamu kenapa, Dre? Masalah sama pacar-pacarmu ya?” tanya Hardi, sang papa yang tiba-tiba keluar kamar.

“Iya, Pa. Mereka baru saja tahu kalau aku pacarin mereka bersamaan.”

Hardi terkekeh.

“Kamu mau sampai kapan terus begini? Main perempuan. Perempuan itu nggak pantas diperlakukan seperti itu. Kamu itu lahir dari perut seorang perempuan juga, Dre. Papa tahu kamu kecewa sama Mamamu, tapi jangan kamu jadikan perempuan-perempuan itu pelampiasan. Kamu pikirkan pesan Papa ini baik-baik.”

“Iya, Pa. Andrew akan pikirkan lagi. Andrew juga sudah lelah punya pacar banyak. Kalau mereka ajak ketemuan, sering saja barengan. Aku jadi bingung mau jalan sama yang mana.”

“Tuh, ‘kan kamu jadi bingung juga. Punya pacar cukup satu, Dre. Jangan banyak-banyak. Ya sudah, sekarang kamu bersih-bersih dan jangan lupa depan rumah kamu bersihkan juga.”

“Iya, Pa. Andrew akan bersihkan. Maaf, sudah ganggu istirahat Papa.”

“Tidak apa. Papa lanjut istirahat lagi ya!”

Okay, Pa.”

Andrew kembali ke kamar untuk membersihkan dirinya. Selama di kamar mandi, Andrew kembali memikirkan perkataan sang papa tadi.

“Papa benar, mereka nggak sepantasnya dipermainkan seperti itu. Mereka nggak salah apa-apa. Gue harus benar-benar tobat. Meskipun memang susah.”

Seminggu kemudian, Andrew berhasil mengumpulkan semua mantannya di halaman rumahnya untuk meminta maaf. Jumlah mantannya cukup banyak, lebih dari sepuluh, kurang dari 50. Andrew pun mengizinkan mereka untuk melakukan apapun kepada dirinya agar dimaafkan. Ia siap diludahi, dipukul, ditendang, dan sebagainya. Semuanya berlangsung kurang lebih tiga jam. Setelah puas, mereka pun mulai meninggalkan rumah itu. Tak lama, Hardi menghampiri sang anak yang masih terikat di tiang ring basket rumahnya.

“Kamu tidak apa-apa, Dre?”

“Aku baik-baik saja, Pa.”

“Kamu yakin? Biar Papa bawa ke rumah sakit ya? Wajahmu lebam-lebam seperti itu.”

“Tidak perlu, Pa. Semua ini memang layak Andrew terima.”

“Ya sudah, sekarang Papa buka ya ikatannya. Kenapa sih kamu melakukan ini semua? Jujur, Papa khawatir kamu kenapa-kenapa.”

“Papa nggak perlu khawatir. Aku baik-baik saja.”

Tak lama, Andrew tak sadarkan diri. Andrew langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat.

—oOo—

Saat ini, Andrew tengah terbaring lemah di sebuah ruang rawat VIP ditemani Hardi, sang papa.

“Andrew minta maaf sudah bikin Papa khawatir. Ini semua memang salahku, Pa. Makanya aku harus terima.”

“Tapi nggak gini juga, Dre. Papa nggak mau kehilangan kamu. Sekarang yang Papa punya hanya kamu.”

“Sekali lagi, aku minta maaf. Aku yakin sebentar lagi pun aku keluar dari sini. Ini hanya luka biasa, Pa.”

“Kamu janji ya nggak akan bertindak konyol seperti ini lagi?”

“Iya, Pa. Aku janji ini yang terakhir. Aku mau berubah, Pa.”

“Kamu mau berubah?”

“Iya, aku sudah pikirkan baik-baik. Memang seharusnya aku nggak permainkan hati perempuan seperti itu. Mereka tidak salah apa-apa. Aku nggak mau jadi playboy lagi.”

“Bagus itu. Papa yakin kamu pasti bisa berubah. Kalau boleh Papa tahu, apa yang membuatmu berubah?”

Andrew tersenyum.

“Pertama, karena nasihat Papa. Kedua, karena Andrew sudah menemukan seorang perempuan yang benar-benar Andrew cintai, Pa. Memang awalnya aku deketin hanya untuk main-main saja, tapi entah perasaanku kali ini berbeda.”

Hardi terkekeh mendengar pengakuan sang anak.

“Kamu beneran suka sama dia? Nggak main-main?”

“Iya, Pa. Aku beneran suka sama dia.”

“Papa senang dengarnya.”

“Tapi ada satu masalah, Pa. Dia sama sekali tidak menyukaiku karena aku playboy. Aku harus benar-benar bisa meyakinkan dia bahwa sekarang aku bukan playboy lagi.”

“Itu wajar, Nak. Memang kamu harus memperbaiki image kamu dulu. Kamu harus yakinkan semua orang bahwa kamu sudah berubah. Semangat! Papa yakin kamu bisa!”

“Makasih, Pa. Andrew akan berusaha.”

—oOo—

Beberapa hari kemudian, Andrew sudah diperbolehkan keluar rumah sakit. Hari ini, ia sudah kembali bersekolah seperti biasanya. Bel pulang sekolah telah berbunyi. Andrew langsung bergegas menuju motornya.

“Drew, lu langsung balik?” tanya Kevin yang tiba-tiba muncul sambil menyeimbangi langkah Andrew.

“Yoi, Vin. Gue hari ini langsung balik deh. Capek banget.”

“Oh, iya gue mau tanya sesuatu. Lu beneran tobat jadi playboy?”

“Lu tahu dari mana?”

“Ini video lu lagi viral di sosmed. Lu lihat deh.”

“Ah, masa?”

Andrew membuka ponselnya dan segera mengecek sosial media yang ia miliki.

“Sialan! Lu bener, Vin. Video gue viral. Dasar anjing yang rekam!”

Tak lama, beberapa murid melewati lorong itu. Mereka langsung mengerumuni Andrew.

“Eh, ini dia playboy yang katanya sudah tobat.”

“Iya, ternyata anak SMA kita. Gue nggak nyangka sih. Kalau netizen tahu, nama SMA Nusantara bisa jelek nih.”

“Bener banget. Kasihan banget korbannya. Kayaknya 40 orang lebih ada deh.”

“Diem, lu pada! Nggak usah ikut campur urusan gue!”

Andrew segera beranjak dari tempat itu meninggalkan murid-murid yang mengerumuninya.

“Dasar playboy!”

“Pergi lu dari sini!”

Andrew menaiki motornya dan segera meninggalkan sekolah.

“Sial, kenapa harus ada videonya sih, apalagi sampai viral seperti ini. Malu-maluin gue saja,” batin Andrew.

Di tengah perjalanan, Andrew melihat sebuah mobil berhenti di pinggir jalan. Andrew menepi dan menghampiri pengendaranya.

“Mobilnya kenapa, Pak?” tanya Andrew ramah.

“Hmm, saya juga nggak tahu. Tiba-tiba mati.”

“Boleh saya cek?”

“Boleh, Nak. Kamu ngerti memangnya?”

“Sedikit. Siapa tahu saya bisa bantu.”

Andrew mulai mengecek kondisi mobil ttersebut

“Ini sih overheat, Pak. Air radiatornya kurang.”

“Walah, oh iya saya sudah lama nggak ngecek air radiatornya.”

“Iya, Pak. Untuk sementara, pakai air mineral saja.”

“Oh, gitu. Ya sudah, saya ambil dulu air mineralnya di mobil.”

Pengendara itu mengambil sebotol air mineral dari dalam mobil.

“Ini, Nak.”

“Saya tuangkan ya?”

“Terima kasih, Nak.”

“Sama-sama, Pak. Saya senang bisa bantu orang.”

“Sekolah di SMA Nusantara juga, Nak?”

“Iya, Pak.”

“Wah, sama dong kayak anak majikan saya.”

“Oh, iya? Ini sudah selesai, Pak. Mungkin bisa coba dinyalakan mobilnya.”

“Iya, Nak.”

Pengendara itu masuk ke mobil dan mulai mencoba menyalakan mesin. Tak lama, mobil tersebut berhasil menyala.

“Wah, mobilnya berhasil nyala. Makasih ya, Nak!”

“Sama-sama, Pak. Saran saya air radiatornya segera diisi yang baru.”

“Siap, Nak. Nanti saya bilang majikan saya dulu. Ya sudah, saya pamit duluan ya! Sekali lagi makasih ya!”

“Sama-sama, Pak. Hati-hati di jalan.”

Sebelum mobil tersebut berlalu, Andrew sempat melihat seorang perempuan yang ia kenali tertidur di jok belakang.

“Lu cantik banget, Nes. Meskipun lagi tidur, lu masih terlihat cantik. Lu itu beda dari cewek-cewek lainnya. Lu sudah bikin gue jatuh cinta beneran. Gue akan kejar lo sampai dapat.”

To be continued...

©2022 By WillsonEP

 

 

Comments

  1. Akhirnya tayang juga :) Seru bangetttt Ditunggu nextnya. Tobat beneran nggak ya?

    ReplyDelete

Post a Comment

Trending This Week 🔥🔥

📣 BESOK! Bisakah Aku Bahagia Eksklusif di KaryaKarsa

My Neighbor, My Lecturer (Chapter 8)