Andrew & Anes (Chapter 5)
Keesokan harinya…
Andrew memutuskan untuk
memulai misinya kembali, yaitu mendekati Anes dan menaklukkan hatinya. Saat
ini, ia sedang berada di gerai Batagor Pak Samin untuk membelikan perempuan itu
batagor, makanan favoritnya. Sambil menunggu batagor itu digoreng, Andrew
mencoba mengirimkan pesan kepada Jovita.
Jovita Putri
Read 09:05 kalian
duduk di mana? Gue lagi beli batagor kesukaannya Anes sesuai saran lu.
Mantap, Drew! 😊 Kami
duduk di bangku ujung, tempat biasa kami nongkrong. Kamu tahu ‘kan? 09:05
Read 09:06 Oh, okay.
Batagornya lagi digoreng. Ntar gue ke sana. Doain ya, Jov. Semoga cara ini
berhasil bikin Anes luluh sama gue.
Jovita Putri sent a sticker.
(Okay) 09:07
Tak lama, Pak Samin
menyerahkan sepiring batagor pesanan Andrew.
“Nak Andrew, ini pesanannya
sudah jadi.”
“Wah, makasih Pak Samin. Ini
uangnya. Kembaliannya buat Pak Samin saja ya!”
“Okay, Nak. Saya
yang makasih. Semoga lancar ya!”
“Amin, Pak.”
Andrew beranjak dari gerai
Pak Samin menghampiri meja yang diberitahukan oleh Jovita.
“Hai, Anes,” sapa Andrew
sambil tersenyum.
“Ada apa kamu ke sini?”
jawab Anes sinis.
“Sinis banget sih jawabnya.
Gue ke sini mau ngasih ini buat lu. Batagor Pak Samin.”
“Batagor Pak Samin? Kenapa
kamu kasih ini?”
“Gue beli kebanyakan. Lu
terima ya? Daripada mubazir.”
Anes terdiam sejenak.
“Ini nggak ada pelet ‘kan?”
“Pelet apaan? Nggak
ada-lah! Gue nggak mungkin pakai cara kotor seperti itu. Gue maunya cinta yang
datangnya dari hati.”
“Okay, aku terima. Thanks
ya!”
“You’re welcome.
Selamat menikmati.”
Setelah menyerahkan
sepiring batagor kepada Anes, Andrew menghampiri teman-teman gengnya, Eric
Widjaja dan Kelvin Sugianto
“Akhirnya lu datang juga, Drew!
Lama amat beli batagornya?”
“Biasa, Gi. Antreannya
penuh! Lu tahu sendiri batagor Pak Samin larisnya bagaimana.”
“Tapi pesanan gue sama Gian
lo nggak lupa 'kan?”
“Nggak-lah. Gue sudah
beliin kalian.”
“Mantap! Oh, iya gue mau
tanya sesuatu sama lu. Lu beneran tobat nih jadi playboy? Alasannya apa
nih?”
“Iya, gue sama Gian
penasaran banget nih.”
“Gue beneran tobat. Gue
nggak mau permainkan cewek lagi. Gue sadar mereka nggak pantas diperlakukan
seperti itu. Mereka semua nggak bersalah, Mama gue yang salah ninggalin gue
sama Papa.”
“Lu yakin?”
“Yakin, Ric.”
“Syukurlah kalau lu sudah sadar.
Sebenarnya dari awal gue memang nggak setuju lu main perempuan. Kasihan mereka
jadi korban kekecewaan lu.”
“Hanya itu alasannya, Drew?
Gue curiga ada alasan lain yang buat lu seperti ini. Jangan-jangan lu udah
jatuh cinta beneran sama seseorang ya? Siapa perempuan beruntung itu, Drew?”
“Wah, bener juga kata-kata
lu, Gi. Drew, lu beneran jatuh cinta sama salah satu target lu? Siapa dia?”
“Iya, gue jatuh cinta sama
seseorang. Dia itu beda dari cewek lainnya, Ric, Gi. Dia itu spesial di mata
gue.”
“Gue sama Eric tahu itu.
Siapa perempuan itu? Sebut namanya dong!”
“Gue cinta sama Anes, Gi,
Ric. Kalian bantu gue ya!”
“Anes? Lo suka sama Anes
juga? Sejak kapan?” tanya Gian kaget.
“Iya, Gi. Memangnya kenapa?
Kok lu kaget seperti itu?”
“Kok lu bisa sih cinta sama
orang yang sama? Gue juga suka sama Anes, Drew.”
“Wah, seriusan Gi? Kok lu
nggak pernah cerita sih sama gue dan Eric?”
“Ya, gue sadar diri-lah.
Gue ini siapa? Gue hanya bisa mengangguminya dari jauh.”
“Cinta itu dikejar bukan
dipendam, Gi. Kalau dipendam, gimana dia bisa tahu. Gue nggak nyangka selama
ini lu jadi salah satu fans rahasia Anes. Jadi gimana? Kita bersaing nih
mulai sekarang?”
“Hmm, gue nggak berani
bersaing sama lu. Gue sama lu itu beda jauh. Mana mungkin bisa bersaing.”
“Pesimis banget sih lu! Memangnya
lu sudah pernah coba dekati dia?”
“Sudah beberapa kali, tapi
selalu saja gagal. Terakhir gue coba kirim bunga tanpa nama ke rumahnya buat
nyatain perasaan gue.”
“Lah, kok tanpa nama sih,
Gi? Dia nggak tahu dong.”
“Gue belum selesai cerita,
Ric. Jangan dipotong dong!”
“Sorry, sorry, terus
lanjutannya gimana?”
“Beberapa hari kemudian,
gue langsung ketemuin dia secara langsung dan bilang bunga itu dari gue.”
“Terus apa responnya, Gi?”
“Dia tolak gue, Drew. Alasannya
sih karena dia nggak boleh pacaran sama ortunya, tapi gue yakin itu hanya
alasan. Dia pasti nggak suka sama gue.”
“Hmm, ternyata lu sudah coba
rupanya. Lu yang sabar ya! Mungkin memang bukan takdirnya kamu sama Anes.
Mungkin ada yang jauh lebih baik? Lu nggak pernah tahu!”
“Bener kata Andrew, Gi.
Siapa tahu lo dapat yang lebih cantik dari Anes di masa depan nanti.”
“Hmm, benar juga. Gue akan
coba move on deh. Thanks, Drew, Ric. Kalian berdua memang sahabat
gue.
“Jadi gue boleh nih deketin
Anes?”
“Boleh, asalkan lu jangan
permainkan dia. Gue nggak terima!”
“Siap, Gi. Gue nggak akan
permainkan dia. Gue benar-benar cinta sama dia.”
“Gue pegang omongan lu.
Kalau sampai lu permainkan dia, lu berurusan sama gue.”
“Gue janji.”
—oOo—
Waktu telah menunjukkan
pukul 15.00, Anes baru saja keluar dari kelas bersama ketiga sahabatnya,
Jovita, Kevin, dan satu lagi Julian, sahabat barunya.
“Nes, kok Pak Toni belum
jemput kamu ya?”
“Iya, Nes. Tumben banget. Biasanya sebelum bel
pulang sekolah dia udah di sini.”
“Hmm, nggak tahu juga, Jov,
Kev. Aku coba telepon deh.”
Anes mencoba menelpon Pak
Toni, tetapi nomornya tidak aktif.
“Nomornya nggak aktif.”
“Hmm, bagaimana kalau kamu
ikut aku sama Julian? Julian, kita bisa antar Anes dulu nggak?”
Julian terdiam. Ia sama sekali
tidak merespon ucapan Jovita.
“Julian, kamu baik-baik
saja?”
Tak lama, Julian tersadar.
“Ya, Jovita? Kamu bicara
apa tadi?”
“Kamu kenapa bengong? Kamu
sakit lagi?”
“Nggak, aku baik-baik
saja.”
“Bengong aja lu, Jul. Ada
apa?”
“Hmm, nggak apa-apa. Aku
hanya sedikit kelelahan, Kev.”
“Kita bisa antar Anes dulu
ke rumahnya? Kasihan Anes, Pak Toni belum jemput tuh.”
“Boleh. Nes, kamu bisa ikut
mobilku.”
“Thanks, Jul.”
“Ya sudah, ayo!”
“Ya sudah, kita pisah di
sini ya! Gue mau ke parkiran motor. Hati-hati, Jul! Bawa mobilnya jangan
bengong!”
“Iya, Kev.”
Mereka pun beranjak menuju
mobil milik Julian. Mereka mulai meninggalkan lingkungan sekolah yang sudah
semakin sepi. Selama perjalanan, tidak ada percakapan di antara mereka. Julian
fokus menyetir. Jovita sibuk memandangi jalan yang begitu padat. Kalau Anes sih
memutuskan untuk mendengarkan musik favoritnya menggunakan earphone. Ketika
sedang mendengarkan musik, ia mendapatkan pesan dari pria bernama Andrew.
Awalnya ia ingin mengabaikan pesan tersebut. Namun, Andrew terus mengirimkannya
pesan lainnya. Ganggu banget sih! Anes pun segera membuka pesan tersebut.
Andrew Brawijaya
Hai, Anes 😊 15:21
Bagaimana batagor cinta
tadi pagi? Enak? 15:21
Semoga lu suka ya :) 15:22
Oh, iya lu udah di mana?
Gue ada di depan rumah lu. 15:22
Read 15:23 Ngapain kamu
ke rumahku? 😤😤
Main sekalian gue mau minta
izin sama Papa dan Mama lu. 15:23
Read 15:24 Kamu jangan
main-main ! Lebih baik kamu pulang, jangan temui orang tuaku!
Gue serius sama lu, jadi
gue tunggu lu di rumah ya! Sampai ketemu:) 15:25
“Aduh, gimana nih? Kok dia
nekat sih? Papa dan Mama ‘kan tahu dia playboy, pasti mereka bakal
langsung tolak dia. Terus nanti aku lagi yang kena marah,” batin Anes.
To be continued...
©2022 By WillsonEP
Lanjutkan thor kusuka ceritanyaaa double upp dongg
ReplyDeleteAndrew nekat juga �� Gileee
ReplyDeletedouble uppp donggg
ReplyDeleteBunga tanpa nama terselesaikan ternyata si Gian yang kirim.
ReplyDelete🔥🔥
ReplyDelete