Andrew & Anes (Chapter 11)
Andrew baru saja tiba di
bandara setelah 30 menit perjalanan dari sekolahnya. Ia hendak menjemput Tante
Gita, adik sang papa yang sudah ia anggap seperti mama kandungnya sendiri.
Sejak mamanya pergi 13 tahun, Andrew diurus oleh Tante Gita dan papanya.
Setelah menunggu kurang lebih 15 menit, Andrew akhirnya melihat sosok Tante Gita.
Sudah satu tahun lamanya, ia tidak bertemu dengan tantenya karena sang tante
harus mengurus perusahaan keluarga di luar negeri.
“Hey, Andrew
sayang!” sapa Tante Gita yang baru saja keluar dari pintu kedatangan luar
negeri.
Tante Gita langsung memeluk
keponakannya dengan hangat.
“Kamu apa kabar? Papa
sehat?”
“Puji Tuhan, Tante. Kabar
aku dan Papa sehat.”
“Syukurlah. Kamu habis dari
sekolah langsung jemput Tante?”
“Iya, Tante. Andrew tadi
disuruh Papa.”
“Oh, gitu. Ya sudah, sekarang
kita langsung pulang ya! Tante sudah kangen banget sama rumah.”
“Siap, Tante. Biar Andrew
saja ya yang bawa koper Tante. Tante pasti lelah habis perjalanan jauh.”
“Yakin nggak apa-apa?
Isinya banyak lho.”
“Nggak apa-apa, Tante. Biar
Andrew saja.”
“Ya sudah, thanks ya!
Beruntung banget Tante punya keponakan baik kayak kamu, Drew.”
“Sama-sama, Tante. Siapa
dulu keponakannya Tante Gita,” jawab Andrew lagi bersemangat.
Mereka pun bergegas keluar
bandara menuju mobil. Setelah menaruh barang-barang-barang Tante Gita di
bagasi, Andrew langsung melajukan mobilnya menuju rumah. Di perjalanan, mereka
sempat mengobrol sedikit tentang sekolah Andrew dan hubungan asmaranya.
“Keponakan Tante katanya
sudah berhenti jadi playboy ya? Siapa nih perempuan yang bisa merubahmu
seperti ini? Perempuannya cantik banget ya? Tante jadi penasaran. Kenalin ke
Tante dong!”
“Ah, Tante. Ini juga baru
pendekatan. Susah banget lho Tante deketin dia.”
“Susah bagaimana?”
“Selain meluluhkan hatinya,
Andrew juga harus meluluhkan hati orang tuanya yang sangat menentang dia
pacaran.”
“Oh, gitu, tapi kamu nggak
akan nyerah ‘kan?”
“Nggaklah, aku akan kejar
dia sampai dapat.”
“Bagus itu. Tante tidur
sebentar ya! Kalau udah sampai bangunin.”
“Okay.”
—oOo—
Waktu telah menunjukkan
pukul 18.00. Andrew baru saja menyelesaikan masakannya untuk makan malam hari ini.
Ia pun mulai menata masakannya di meja makan.
“Pa, Tante, makan malamnya
sudah siap!”
“Iya, Dre. Kami segera ke
sana,” jawab Hardi.
Tak lama, Hardi dan Gita
datang menghampiri.
“Widih, keponakanku nyiapin
makan malam sendirian? Hebat-hebat! Kelihatannya juga enak.”
“Iya dong, anak siapa dulu
dong. Anak Papa Hardi.”
“Ya sudah, ayo kita mulai
makan malamnya. Ayo, Gita, Dre! Kita duduk.”
Makan malam dimulai. Mereka
bertiga sangat menikmati kebersamaan malam ini. Sudah satu tahun lamanya, Andrew
dan Hardi hanya makan berdua tanpa kehadiran Gita. 30 menit berlalu, selesai
makan malam Andrew langsung kembali ke kamar. Tadinya ia hendak mencuci semua piring
kotor terlebih dahulu, tetapi Tante Gita melarangnya. Katanya biar Tante Gita saja
yang mencuci.
Di kamar, Andrew memutuskan
untuk duduk di meja belajarnya. Bukan untuk belajar, tetapi ia hanya sekadar memerhatikan
foto dirinya dengan sang mama.
“Mama sekarang ada di mana?
Sejak Mama pergi 13 tahun yang lalu, Mama nggak pernah kabarin Andrew. Apa Mama
sudah nggak sayang sama Andrew? Apa besok aku coba ke rumah lama ya? Siapa tahu
Mama datang ke sana untuk mencariku.”
Keesokan harinya…
Sekitar pukul 04.30 pagi, Andrew
baru saja menyelesaikan rutinitas paginya. Meskipun hari Sabtu sekolahnya
libur, Andrew tetap bangun pagi. Menurutnya, waktu libur harus dimanfaatkan
dengan baik. Kalau bangun siang, pasti waktu terasa cepat berlalu. Andrew
keluar kamar dan segera menuju dapur.
“Eh, Andrew. Good morning.”
“Morning, Tan. Tante
kok sudah bangun saja?”
“Sengaja, Tante hari ini
mau siapin sarapan. Pasti kamu dan Papamu kangen ‘kan sama masakan Tante?”
“Hmm, lumayan. Boleh deh,
masak yang enak ya, Tan.”
“Siap. Oh, iya, kamu mau ke
mana rapi gini? Bukannya sekolah libur?”
“Ya, biasa, Tan. Mau
ngumpul sama Gian dan Eric.”
“Yakin? Atau mau ngapelin cewek
yang kamu taksir?”
“Tadinya sih nggak ada
rencana, tapi karena Tante ngingetin jadi Andrew akan ke rumahnya nanti. Sekarang,
aku bisa bantu apa, Tan?”
“Nggak perlu, Tante bisa
sendiri. Kamu tunggu saja di ruang makan.”
“Iya, iya.”
Comments
Post a Comment