Andrew & Anes (Chapter 12)

Chapter 12 : Rumah Penuh Kenangan

Seusai sarapan, Andrew pamit pergi menggunakan mobilnya. Sekitar satu jam setengah perjalanan, Andrew tiba di depan rumah lamanya. Sebuah rumah yang tidak terlalu besar dengan tembok berwarna biru yang sudah lama sekali tidak diurus. Cat dindingnya pun sudah mulai pudar dan di beberapa titik terdapat coretan.

“Hmm, sudah lama sekali aku nggak ke sini. Kanget banget sama suasana rumah ini. Waktu itu, ada Papa, Mama, dan aku yang hidup bahagia di tempat ini. Kenapa Mama tega ninggalin Papa dan aku?”

Andrew mulai memasuki rumah itu. Tak hanya dari luar saja yang memprihatinkan, tetapi dalamnya pun sangat kotor dan berdebu. Bahkan, gentingnya pun ada yang berlubang.

“Kondisi rumah ini parah banget. Apa aku harus panggil tukang untuk merapikan rumah ini? Sayang banget rumahnya kalau nggak terawat seperti ini.”

Andrew berdiam diri di sana kurang lebih 10 menit. Melihat-lihat sekeliling rumah untuk mengecek kondisinya. Setelah selesai, ia keluar dari rumah tersebut. Ia pun segera menelepon untuk memanggil tukang untuk memperbaiki rumah tersebut. Beberapa saat kemudian, tak disangka Anes melewati rumah tersebut dengan menggunakan sepedanya. Anes baru saja membeli beberapa keperluan di minimarket.

“Andrew, kamu ngapain di sini?” tanya Anes penasaran sambil menghampiri lelaki bernama Andrew itu.

“Eh, ada lu, Nes. Terserah gue dong mau di mana aja. Gue mau mampir ke rumah lu, sekalian mampir ke rumah lama gue.”

“Ini rumah lama kamu?”

“Iya, ini rumah lama gue.”

“Udah lama banget ya nggak ditempatin?”

“Iya, sudah 10 tahun nggak ditempatin. By the way, lu habis dari mana?”

Minimarket. Sudah ya aku pamit pulang dulu.”

“Tunggu, Nes. Gue mau tanya sesuatu ke lu.”

“Tanya apa?”

“Butuh waktu berapa lama biar lu mau jadi pacar gue?”

“Hmm, ngomong apaan sih. Aku ‘kan sudah bilang, aku nggak boleh pacaran selama sekolah. Lagian aku juga nggak suka sama kamu, Andrew. Lebih baik kamu cari cewek lain saja ya!”

“Tapi gue cintanya sama lu. Mau ya jadi pacar gue?”

Sorry, Drew. Aku nggak bisa. Sudah ya! Mamaku sudah nungguin belanjaannya. Bye!”

Bye, Nes. Gue nggak akan nyerah.”

Anes kembali mengayuh sepedanya meninggalkan Andrew sendiri. Andrew hanya tersenyum melihat perempuan itu pergi. Tak lama, tiba-tiba seorang ibu paruh baya menghampiri Andrew sambil menjajakan beberapa bungkus keripik singkong.

“Nak, mau keripik singkongnya? Ini enak lho.”

“Oh, keripik singkong. Berapa harganya, Bu?” jawab Andrew ramah.

“10 ribu saja, Nak.”

“Saya ambil 5 bungkus.”

Alhamdulilah. Langsung 5 bungkus, Nak?”

“Iya, Bu. Ini uangnya.”

Andrew menyerahkan selembar uang pecahan 100 ribu kepada ibu itu.

“Nggak ada uang kecil, Nak? Saya belum punya kembalian.”

“Nggak ada, Bu. Kembaliannya buat Ibu saja ya!”

“Wah, ini sih kebanyakan kembaliannya. Apa mau tambah lagi keripiknya?”

“Nggak perlu, Bu. Cukup lima bungkus. Kembaliannya Ibu terima ya!”

“Terima kasih, Nak. Semoga rejekinya selalu lancar dan berkah.”

“Amin, Bu.”

Setelah segala transaksi selesai, ibu itu pergi melanjutkan berjualan ke tempat lain.

“Lihat Ibu tadi, aku jadi makin kangen sama Mama. Ma, Mama ada di mana sih? Andrew kangen. Apa aku tinggal di sini saja ya nanti? Siapa tahu Mama nanti ke sini dan aku bisa ketemu. Sekalian juga aku bisa lebih mudah dekatin Anes karena jarak rumah ini nggak begitu jauh dari rumahnya.”

To be continued...

©2022 By WillsonEP

Comments

Trending This Week 🔥🔥

📣 BESOK! Bisakah Aku Bahagia Eksklusif di KaryaKarsa

My Neighbor, My Lecturer (Chapter 8)