Andrew & Anes (Chapter 16)
Tepat satu minggu, Andrew
menagih janji Anes untuk memberikan jawabannya. Siang ini, mereka akan bertemu
di taman dekat sekolah.
“Kira-kira jawaban Anes
nanti siang apa ya? Apa dia bakal terima aku sebagai pacarnya? Semoga saja dia
terima,” batin Andrew di dalam kelas ketika pelajaran Mandarin sedang
berlangsung. Tak lama, Laoshi Soe Lan, selaku guru menghampiri Andrew
yang sedang melamun.
“Andrew!” bentak Soe Lan.
“Ya, Nes?” jawab Andrew dengan
lantang tanpa sadar.
“Ini Laoshi, bukan Anes.”
Sontak seluruh isi kelas menertawakan
tingkah laku Andrew.
“Biasa, Shi. Andrew
lagi mikirin cara dapatin Anes. Laoshi maklumin saja ya teman saya ini?”
tambah Gian.
“Sudah, sudah, nggak perlu
dibahas. Karena Laoshi lagi baik, kamu nggak akan Laoshi hukum.
Sekarang kamu maju ke depan dan kerjakan soal di depan, Drew.”
“Baik, Shi.”
Andrew maju ke depan kelas.
Sebentar pria itu menoleh ke arah Anes sambil tersenyum. Kemudian, ia mulai
mengerjakan beberapa soal di papan tulis.
“Calon pacar lu tuh, Nes.
Lu nggak terima dia saja? Kasihan tuh sampai kepikiran lu terus,” goda Kevin.
“Apaan sih, Kev! Nggak usah
ikut campur!”
“Dia sudah beneran tobat,
Nes. Gue lihat sendiri dia sudah jaga jarak sama cewek-cewek, takut lu
cemburu.”
“Cemburu? Aku nggak mungkin
cemburu.”
“Saran gue, lu pertimbangin
lagi untuk terima dia.”
“Bener kata Kevin, Nes.
Coba dulu saja,” tambah Jovita.
“Sudah ah, jangan dibahas.
Nanti Laoshi Soe Lan marah kita ngobrol pas pelajaran.”
—oOo—
Bel pulang sekolah telah
berbunyi. Andrew langsung menghampiri Anes.
“Selamat siang, Anes. Kita
jadi ‘kan ketemuan di taman? Ke sananya mau bareng gue?”
“Nggak perlu, Drew. Aku
bisa ke sana sama supir.”
“Memangnya nggak apa-apa
supir lu tahu?”
“Nggak apa, dia nggak akan lapor
ke Papa.”
“Okay, gue duluan
ya!”
Andrew berlalu. Sementara
Anes menghela napas panjang.
“Aku harus jawab apa
nanti?”
Tak lama, ia kembali
mendengarkan suara Jovita dalam pikirannya. Tanya pada hati kecil kamu. Kamu
suka nggak sama Andrew?
“Aku sebenarnya suka sama
Andrew, tapi aku sudah janji ke Papa dan Mama nggak akan pacaran selama
sekolah. Apa aku harus melawan mereka?”
Anes melanjutkan langkahnya
menuju parkiran.
“Pak Toni, kita sekarang ke
Taman Kencana ya?”
“Siap, Non.”
“Oh, iya jangan
bilang-bilang Papa ya? Saya takut Papa marah.”
“Siap, Non. Saya nggak akan
bilang-bilang ke Bapak dan Nyonya.”
Pak Toni menjalankan
mobilnya menuju Taman Kencana. 10 menit perjalanan, mereka tiba di tujuan. Anes
turun dari mobil. Ia segera menghampiri Andrew yang telah menunggunya di bangku
tengah taman.
“Andrew.”
“Akhirnya lu datang juga. Ayo,
duduk.”
Anes duduk tepat di samping
pria itu.
“Jadi gimana jawaban lu? Lu
mau jadi pacar gue?”
“Hmm… maaf, Drew. Kayaknya
aku nggak bisa terima kamu. Meskipun aku juga sudah mulai menyukaimu.”
“Why? Karena Papa
dan Mama lu yang nggak bisa terima gue?”
“Iya, gue sudah janji sama mereka.”
“Kita bisa backstreet untuk
sementara waktu, Nes. Sambil gue pikirin jalan keluarnya.”
“Backstreet? Pacaran
diam-diam maksudnya?”
“Iya, lu mau ya?”
“Aku ragu, Drew. Kalau
ketahuan bagaimana?”
“Tenang, nggak akan
ketahuan asal kita hati-hati.”
“Mau main belakang kalian?”
tanya seseorang secara tiba-tiba. “Dasar lelaki pengecut!” lanjutnya.
“Papa? Papa kok ada di
sini?”
“Kebetulan Papa habis meeting
daerah sini dan lihat lokasi kamu di sini. Makanya Papa ke sini. Oh, iya pertanyaan
Papa tadi belum dijawab. Kamu mau coba-coba main belakang, Anes? Jawab!”
“Tadinya sih begitu, Pa. Aku
suka sama Andrew, Pa.”
“Nggak, Om. Ini semua saya
yang ngajak. Tolong jangan marahin Anes.”
“Oh, jadi kamu yang
ngajak-ngajak Anes berbuat yang tidak baik dengan cara membohongi orang tua.
Dasar kamu pengecut! Mau jadi pacar anak saya kok diam-diam. Sekarang kita
pulang, Anes! Jangan kamu lama-lama di sini.”
“Tunggu, Om. Saya
benar-benar serius sama Anes. Tolong beri saya kesempatan. Persyaratan apapun
akan saya jalani asalkan saya bisa jadi pacar Anes.”
“Kamu yakin?”
“Saya yakin, Om.”
“Okay, saya beri
kesempatan. Nanti malam kamu datang ke rumah saya untuk mendatangani
persetujuan persyaratan. Oh, iya jangan lupa bawa motor dan mobil yang biasa
kamu pakai.”
“Siap, Om. Bawa motor dan
mobil buat apa ya, Om?”
“Ada, nanti kamu juga tahu.
Sekarang kita pulang, Anes. Ayo!”
“Iya, Pa. Drew, aku
permisi dulu ya!”
“Okay. Hati-hati di
jalan, Om, Nes.”
Anes dan Andreas
meninggalkan Andrew sendirian.
“Motor dan mobil harus
dibawa entar malam? Buat apa ya? Ada-ada aja calon mertuaku ini. Untung aku sayang sama anaknya.
Calon mertua, nanti malam aku pasti datang.”
To be continued...
©2022 By WillsonEP
Ada yang backstreet nih...
ReplyDeleteEh langsung ketauan
ReplyDelete