Mata Batin I Can See You : Chapter 2
Chapter 2
Selesai sarapan, Lucas langsung
berpamitan kepada sang papa untuk berangkat sekolah.
“Pa, Lucas pamit dulu ya!”
“Berangkat sekarang? Ini masih
pagi banget loh.”
“Nggak apa-apa, Pa. Lebih baik
kepagian daripada kesiangan.”
“Ya sudah, hati-hati. Hari ini
naik motor dulu ya? Mobil kamu masih di Jakarta. Besok baru akan diantar.”
“Okay, Pa. No
problem.”
Setelah berpamitan, Lucas
segera menaiki motor sport kesayangannya yang berwarna merah. Lucas melajukan
motornya dengan kecepatan sedang, menyusuri jalan-jalan Kota Bandung yang sudah
lama tidak ia lalui. Selang 30 menit, ia tiba di sekolah barunya, SMA
Nusantara. Ia tiba di sana tepat pukul enam kurang sepuluh menit. Suasana
sekolah masih begitu sepi, ia hanya dapat melihat sosok-sosok kasat mata di
sekitarnya.
Lucas memasuki gedung sekolah,
menyusuri lorong gedung tersebut untuk mencari keberadaan ruang kepala sekolah.
Tak butuh waktu lama, ia berhasil menemukan ruangan yang dimaksud. Ruangan
tersebut masih dalam kondisi gelap dan terkunci. Lucas pun memutuskan untuk
duduk di bangku panjang yang tersedia di depan ruangan sambil mendengarkan
musik dengan menggunakan earphone bluetooth. Sepuluh menit berlalu, ia
merasakan aura yang berbeda di sekitarnya.
“Lucas… Lucas… aku butuh
bantuanmu.”
“Siapa kau? Tunjukkan wujudmu.”
Beberapa saat kemudian, Lucas
merasakan pundaknya dipegang sesosok makhluk. Tangannya terasa sangat dingin.
Sebelum Lucas menoleh, ia sudah dapat memastikan yang memegangnya sekarang
bukanlah manusia. Lucas menoleh dengan santai. Kini ia dapat melihat sosok
perempuan yang tadi pagi berada dalam lemari. Namun, kali ini ia mengenakan
seragam sekolah yang sama dengan seragam yang dikenakan Lucas.
“Kamu sekolah di sini juga?”
Perempuan itu menggangguk. Tak
lama, ia pun mulai membuka suara.
“Iya. Apakah kamu bisa bantu
aku? Aku sangat butuh bantuanmu. Perkenalkan namaku Devina Felicia.”
“Salam kenal. Kamu tahu namaku
dari mana?”
“Lihat dari buku catatan yang
ada di meja kamarmu. Kamu bisa bantu aku?”
“Bantu apa?”
Perempuan itu tiba-tiba
menghilang. Tak lama, seorang bapak paruh baya datang menghampiri.
“Nak Lucas ya?”
“Iya, Pak. Saya Lucas.”
“Perkenalkan saya Suripto,
kepala SMA Nusantara. Selamat datang di SMA Nusantara.”
“Terima kasih, Pak.”
“Maaf, saya baru datang. Kamu
datang pagi sekali.”
“Tidak apa, Pak. Saya memang
sengaja datang pagi.”
“Bagus itu. Ya, sudah ayo kita
masuk! Berkas-berkas kepindahanmu sudah selesai dan ada yang harus kamu tanda
tangani.”
“Baik, Pak.”
Lucas dan Pak Suripto memasuki
ruangan kepala sekolah untuk mengurus semua berkas-berkas. Sebenarnya, Lucas
sangat menyayangkan percakapannya dengan sosok perempuan bernama Devina harus
terpotong karena Pak Suripto datang tiba-tiba. Ia penasaran dengan apa yang
terjadi dengan perempuan itu hingga ia perlu bantuan. Setelah urusan
berkas-berkas selesai, Lucas mulai melangkahkan kakinya menuju kelas diantar
oleh Pak Suripto.
“Selamat pagi, Anak-Anak!”
“Pagi, Pak.”
“Hari ini kalian kedatangan
teman baru.”
“Siapa, Pak? Laki-laki atau
perempuan?”
“Tenang-tenang. Teman baru
kalian laki-laki.”
“Ganteng nggak, Pak?”
“Hmm… kalian bisa lihat
sendiri. Nak, silakan masuk.”
Lucas masuk secara perlahan.
Begitu ia masuk, seluruh siswi terkagum-kagum melihat ketampanan seorang Lucas
Levandra. Diandra —siswi paling populer di kelas— langsung beranjak dari tempat
duduknya menghampiri pria itu.
“Hai, gue Diandra. Salam
kenal.”
Tentu saja tingkah Diandra
langsung disoraki oleh teman-teman lainnya.
“Gila-gila! Pak, dia ganteng
banget.”
“Diandra gercep banget!”
"Sudah, sudah. Diandra,
kamu bisa kembali ke tempat duduk. Biarkan dia memperkenalkan dirinya ke
semuanya dulu. Untuk kenal personal ‘kan bisa nanti-nanti. Silakan, Nak.
Perkenalkan diri kamu."
“Selamat pagi, teman-teman
semua. Perkenalkan nama saya Lucas Levandra, 18 tahun pindahan dari Jakarta.”
“Salam kenal, Lucas.”
“Baiklah, semoga kalian dapat
menerima Lucas dengan baik. Lucas, sekarang kamu bisa pilih tempat duduk. Saya
permisi.”
“Terima kasih, Pak.”
Setelah Pak Suripto pergi,
Lucas melangkahkan kakinya menuju satu bangku kosong di antara dua pria bernama
Daniel dan Renald.
“Hai, gue Daniel.”
“Lucas.”
“Kalau gue, Renald.”
“Lucas. Salam kenal.”
“Asal Jakarta?” tanya Daniel
lagi.
“Nggak, gue lahir di Bandung.
Sempat pindah ke Jakarta, terus balik lagi deh.”
“Oh, gitu. Selamat datang
kembali di Bandung.”
“Thanks, semoga kita
bisa berteman dengan baik.”
Tak lama, seorang guru
memasuki kelas. Pelajaran pun dimulai.
To be continued...
©2022 By WillsonEP
Wow nice
ReplyDelete