Mata Batin I Can See You : Chapter 9
Chapter
9
Lucas saat ini sedang berada
di area pemakaman tempat di mana Gery dimakamkan. Setiap Sabtu memang SMA
Nusantara libur sehingga Lucas bisa janjian dengan Om Roni dan Tante Cynthia
untuk melayat bersama ke makam Gery.
“Ini makamnya, Lucas.”
“Oh, gitu, Om. Hai, Ger. Sorry
aku baru sempat ke sini. Nggak ada sewaktu pemakaman kamu.”
“It’s okay, Luc. Aku ngerti.
Aku titip Papa dan Mama ya! Sorry juga waktu pertemuan kita kembali, aku sudah
nggak ada di dunia ini,” respon Gery yang tiba-tiba muncul.
“Sekarang kita tabur bunganya
ya!” ajak Om Roni dan Tante Cynthia.
“Baik, Om, Tante.”
Mereka mulai menamburkan
beberapa kelopak bunga tepat di atas makam tersebut.
“Semoga kamu tenang di alam
sana ya, Nak. Papa dan Mama kini ikhlas melepasmu. Sampai ketemu nanti ya! Kita
pasti akan berkumpul lagi nanti.”
Sosok Gery hanya bisa
tersenyum memandangi kedua orangtuanya.
“Sampai jumpa, Pa, Ma, Lucas.
Ini yang buat aku nggak suka jadi arwah gentayangan, Luc. Mereka ada di
depanku, tapi mereka tidak dapat melihatku.”
“Sabar, ini memang sudah
jalannya,” bisik Lucas.
“I know. Sudah ya! Waktuku
sudah tidak banyak. Sekali lagi thanks sudah membantuku.”
“Okay, selamat jalan,”
bisik Lucas lagi.
Selang beberapa saat, sosok
Gery hilang entah ke mana. Apakah sosok Gery sudah tenang di alamnya? Atau mungkin
masih harus menjalani tahap selanjutnya? Entahlah, memang kematian masih
menjadi misteri. Sepulang dari pemakaman, Lucas memutuskan untuk mampir ke
salah satu gerai Ayam Goreng Anti Galau.
Di sana tanpa sengaja ia
bertemu dengan Diandra, sang primadona sekolah.
“Hai, Lucas. Lo ternyata ada
di sini juga. Sering makan di sini?”
“Hai, Di. Nggak juga.
Kebetulan gue habis dari pemakaman sahabat gue, sekalian sarapan di luar.”
“Oh, gitu. Boleh gue duduk di
sini?”
“Boleh, ayo gabung aja!”
“Thanks. Lo sendirian
aja? Daniel dan Renald ke mana?”
“Daniel masih di rumah sakit.
Kalau Renald, entahlah gue juga nggak tahu dia di mana.”
“Oh, gitu. Ya sudah, kita
mulai makannya. Perut gue sudah kelaperan.”
“Okay.”
Mereka menyantap pesanan ayam masing-masing.
Sekitar 15 menit, mereka selesai makan.
“Oh, iya gimana masih seram
lihat penampakan?”
“Hmm… setelah dilihat-dilihat
baik-baik. Tenyata nggak semua penampakan seram-seram dan jahat. Mereka ada
yang baik juga. Gue sudah ikuti cara-cara lo untuk ajak ngobrol mereka. Mereka
seru!”
“Bagus itu. Jadi udah nggak
takut?*
“Ya, tergantung wujudnya.”
“Oh, iya lo ke sini naik apa?”
“Naik motor. Kalau Sabtu gini,
sering macet jadi mending naik motor.”
“Setuju! Ya sudah, makan sudah
selesai. Gue mau pamit pulang dulu.”
“Okay, okay. Bye,
Lucas.”
“Bye, Diandra.”
Setelah itu, Lucas pulang ke
rumah. Ia langsung masuk ke kamarnya. Ia meraih buku catatan klien miliknya.
Daftar Klien Lucas Levandra
1.
Krisna
2.
Delia
3.
Ananta
4.
Silvi
5.
Renata
6.
Kenzo
7.
Reza
“Daftarnya sudah sebanyak ini,
tapi masalah Devina belum juga kelar. Apa sudah nggak ada petunjuk lagi
mengenai pelakunya?”
Tak lama, Lucas menerima
notifikasi pesan baru dari Daniel.
Cas, lo sudah nemu petunjuk
baru? 10:02
10:02 Belum, Niel. Sepertinya
kita akan sulit mendapat petunjuk lainnya.
Gue ngerti. Gue ngerasa
bersalah banget nggak bisa jagain Devina dengan baik. Kalau gue ada di sana,
mungkin kejadiannya nggak akan seperti ini. 10:03
10:04 Nggak usah nyalahin diri
sendiri, Niel. Ini memang sudah takdir. Oh, iya bagaimana kalau kita cari
petunjuk di rumah Devina? Siapa tahu di sana ada petunjuk. Lo tahu ‘kan
rumahnya?
Iya, juga. Ide bagus. Ya
sudah, kita ketemuan di sana ya! Nanti gue kirim lokasinya. 10:04
Daniel sent you a location
10:05
10:05 👍🏻 Gue siap-siap
bentar. Nanti gue kabarin kalau udh mau otw.
To be continued...
©2022 By WillsonEP
Comments
Post a Comment