Di Balik Kisah Cinta SMA (Chapter 9)

Chapter 9 | Pembuktian

Jeffry tengah berbaring di tempat tidurnya sambil membayangkan wajah Hana yang begitu dekat saat mengobati pipinya yang lebam. Gadis itu terlihat lebih cantik jika dilihat dari dekat. Tiba-tiba saja lamunan pria itu terganggu oleh dering ponselnya. Jeffry segera meraih ponselnya, tertera nama Hana melakukan panggilan.

“Halo, Jeff. Bisa kamu datang ke rumahku sekarang? Hubungan kita ketahuan. Papa dan Mama marah besar. Aku takut.”

“Apa ketahuan? Baiklah, aku ke sana sekarang. Kamu nggak perlu takut.”

“Aku tunggu ya! Jangan lama-lama.”

“Iya, Han. Aku segera ke sana.”

Pria itu beranjak dari tempat tidurnya dan segera bersiap untuk berangkat ke rumah sang pacar.

“Jeff, kamu mau pergi lagi?”

“Iya, Bu. Jeffry mau lanjut narik lagi.”

“Kamu yakin? Memangnya kamu sudah tidak apa-apa? Lebih baik kamu istirahat.”

“Tidak apa, Bu. Jeffry sudah baik-baik saja. Lagian ini hanya lebam sedikit. Jeffry harus ngumpulin uang buat bayar hutang ke Ryan.”

“Ya sudah, kamu hati-hati. Pulang jangan terlalu malam.”

“Baik, Bu. Sebelum pukul 21.00, Jeffry sudah di rumah. Jeffry pamit.”

Jeffry menaiki motornya, melaju menuju kediaman Hana. Tak butuh waktu lama, ia tiba di kediaman mewah Hana. Ini adalah kali pertama, Jeffry menginjakkan kaki di rumah tersebut.

“Apa ini rumah Hana? Rumahnya besar sekali. Kalau dilihat dari alamatnya, memang di sini alamatnya.”

“Anda cari siapa ya?” tanya salah satu penjaga. Ada keperluan apa?” lanjut penjaga tersebut.

“Apa betul ini rumah Hana Haryaman Yunitasari?”

“Betul, ada keperluan apa ya?”

“Saya diminta untuk datang ke sini. Saya Jeffry, teman sekolahnya.”

“Bisa saya lihat KTP dan kartu pelajarnya? Semua teman Non Hana yang hendak memasuki rumah ini harus tinggalkan KTP dan kartu pelajar di sini.”

“Tinggalin KTP dan kartu pelajar, Pak?”

“Iya, ini sudah jadi peraturan rumah ini.”

“Oh, gitu. Ya sudah, ini KTP dan kartu pelajarnya.”

“KTP dan kartu pelajarnya sudah sesuai, silakan masuk.”

Setelah dipersilakan masuk, Jeffry melajukan motornya kembali hingga ia memasuki basement yang sangat megah dan luas dengan pengawasan kamera CCTV. Ia dapat melihat beberapa koleksi mobil mewah serta motor mewah yang diduga milik Bapak Haryaman, papa dari pacarnya.

“Parkirnya di sebelah sini, Nak,” ujar salah satu penjaga yang lainnya.

Jeffry telah memarkirkan motornya.

“Mau ketemu Non Hana?”

“Iya, Pak. Saya temuinya di sebelah mana ya?”

“Mari ikut saya!”

Jeffry mengikuti penjaga tersebut hingga tiba di depan sebuah lift. Penjaga tersebut memasukkan kartu akses pada slot yang tersedia. Tak lama, pintu lift terbuka.

“Silakan masuk.”

“Baik, Pak.”

“Di dalam kamu tidak perlu tekan tombol apapun.”

Okay, Pak.”

Pintu lift tertutup. Hanya butuh beberapa detik, pintu lift terbuka. Jeffry langsung tiba di ruang tamu rumah tersebut.

“Selamat datang di rumah Keluarga Haryaman, Jeffry Devanno Adijaya,” sambut Haryaman dengan nada datar.

“Selamat siang, Om,” respon Jeffry sambil menganggukkan kepalanya.

“Siang. Jadi kamu yang katanya sudah menjadi pacar anak saya? Apa yang membuatmu berani memacari anak saya?”

“Pa, jangan begitu sama Jeffry. Dia pacar Hana.”

“Kamu diam, Hana. Papa sedang bertanya pada pria ini. Bisa kamu jawab pertanyaan saya?”

“Saya cinta sama Hana, putri Om.”

“Cinta saja? Apa tidak ada lagi yang kamu punya?”

“Untuk sekarang, memang saya tidak punya apa-apa selain cinta, Om, tapi saya janji akan bekerja keras untuk membahagiakan Hana, putri Om.”

“Hmm, optimis sekali kamu ini. Okay, saya pegang omonganmu. Saya butuh pembuktian bukan sekadar omong kosong. Sekarang kamu boleh pulang.”

“Pa, jangan gitu. Hana masih ingin ngobrol sama Jeffry.”

“Tidak perlu, Sayang. Dia butuh pembenahan diri agar layak bersanding denganmu.”

“Iya, Hana. Benar kata Papamu. Jeffry sekarang kamu pulang dan jauhi anak kami sebelum kamu berhasil berbenah diri.”

“Baik, Tante. Om, Tante, Han, saya permisi dulu. Han, aku pulang ya!”

Jeffry kembali masuk ke dalam lift dengan ekspresi datar. Hana hendak menyusul pria tersebut, tetapi Haryaman melarangnya dan menyuruhnya kembali ke kamar. Hana meraih ponselnya berusaha mnghubungi sang pacar berulang kali, tetapi tidak diangkat.

“Jeff, kenapa kamu tidak jawab telepon aku? Apa kamu marah? Maaf, aku nggak bisa membela kamu tadi. Sekarang kamu di mana? Aku khawatir.”

Setelah hari itu, Jeffry memutuskan untuk mengakhiri hubungan pacaran dengan Hana.

“Kita putus, Jeff?”

“Ya, kita putus. Aku rasa ini yang terbaik, Han.”

“Kenapa? Padahal kita bisa sama-sama berjuang.”

Jeffry terdiam sejenak.

“Sudah, kamu nggak perlu sedih. Ini hanya untuk sementara waktu.”

“Sementara waktu?”

“Ya, sementara. Aku janji akan kembali lagi bersamamu setelah aku berhasil menjadi orang yang sukses. Aku mau kamu bahagia. Kamu bisa tunggu aku hingga hari itu tiba?”

Hana tersenyum. “Aku akan tunggu kamu, Jeff. Janji ya kamu akan kembali lagi sama aku lagi?”

“Aku janji. Sekarang, kita berteman saja ya?”

“Oke, kita berteman.”

—oOo—

Sembilan tahun berlalu. Hana telah tumbuh menjadi gadis dewasa yang berusia 26 tahun. Sekarang ia bekerja di perusahaan ayahnya sebagai pengganti ayahnya yang sudah sakit-sakitan. Beberapa tahun terakhir, kesehatan Haryaman menurun dan sering keluar-masuk rumah sakit. Selesai meeting, Hana kembali ke ruangannya.

“Akhirnya semua meeting hari ini selesai. Sekarang waktunya aku ke rumah sakit untuk jenguk Papa.”

Hana meraih tasnya, memasukkan barang-barang pribadinya. Setelah itu, ia meninggalkan ruangan itu. Di lobby kantor, Hana tak sengaja melihat salah satu karyawannya dijemput oleh pacarnya.

“Hai, Sayang. Gimana kerjanya?”

“Lancar, Sayang. Sekarang aku lapar, kita ngebakso bagaimana?”

“Boleh, bakso yang seperti biasa?”

“Iya, bakso yang biasa. Ayo!”

Senangnya mereka bisa menikmati waktu berdua dengan orang yang dicintai. Sementara aku? Semenjak lulus SMA, Jeffry tidak pernah menghubungiku. Dengar-dengar sih Jeffry kuliah di luar kota. Jeff, kamu apa kabar? Apa kamu sudah sukses sekarang? Kenapa kamu belum datang juga?  Aku rindu kamu.

Hana menatap foto lamanya bersama lelaki itu. Foto yang diambil saat mereka berdua baru saja jadian.

Baru seminggu lebih sedikit, hubungan kita kandas. Apa kita bisa kembali bersama, Jeff? Aku ragu kamu akan datang ke aku dan memenuhi semua janjimu. Apa sekarang kamu sudah punya pacar baru?

“Selamat sore, Bu. Maaf, mengganggu. Mobilnya sudah siap.”

“Oh, iya. Terima kasih ya, Pak Jeffry.”

“Jeffry? Maaf, Bu nama saya Jupri bukan Jeffry.”

“Maaf, maaf, saya salah. Maksud saya terima kasih, Pak Jupri. Saya permisi pulang duluan.”

“Baik, Bu. Hati-hati di jalan.”

Hana telah tiba di rumah sakit. Ia segera menuju ruang rawat sang ayah yang kondisinya cukup mengkhawatirkan.

“Apa Jeffry sudah datang, Han?”

“Kenapa dia belum datang juga? Apa kamu sudah coba hubungi dia?”

“Sudah, tapi nomornya sudah nggak aktif sejak tiga tahun lalu.”

“Ini semua gara-gara Papa. Seharusnya waktu itu Papa biarkan kalian berhubungan. Sekarang dia malah menghilang. Apa dia hendak balas dendam ke Papa dengan cara menyakiti kamu, Sayang?”

“Papa jangan ngomong seperti itu. Jeffry bukan orang seperti itu.”

“Semoga saja apa yang kamu katakan benar. Jeffry akan datang dan membuktikan semuanya. Papa ingin lihat kamu segera menikah dengan orang yang kamu cintai. Papa merasa umur Papa nggak lama lagi.”

“Papa nggak boleh bicara seperti itu. Umur Papa masih panjang. Papa memangnya nggak mau gendong anak Hana, cucu Papa?”

“Tentu, Papa mau, tapi melihat kondisi Papa sekarang sepertinya hal itu tidak akan terjadi. Mungkin Papa hanya dapat menyaksikan pernikahan kamu, Hana.”

“Sudah, Papa nggak usah bicara seperti itu lagi. Oh, iya Mama mana?”

“Mamamu sedang ke kantin rumah sakit.”

“Oh, gitu.”

Seminggu kemudian. Haryaman telah diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Hanya saja kondisinya yang masih lemah mengharuskan ia sering beristirahat di kamar.

“Kondisi perusahaan sekarang gimana, Han?”

“Papa nggak usah pikirkan itu. Papa harus pikirkan kesehatan Papa. Perusahaan berjalan dengan baik.”

“Iya, Pa. Jangan terlalu dipikirkan. Hana pasti menjalankan perusahaan dengan baik.”

“Syukurlah, Papa bangga sama kamu, Sayang.”

Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kamar.

“Siapa?”

“Narti, Non. Boleh Bibi masuk?”

“Boleh, Bi.”

“Ada apa, Bi Narti?”

“Ini Tuan. Di depan ada tamu yang mau ketemu, Tuan, Nyonya, sama Non Hana.”

“Tamu? Siapa, Bi? Perasaan saya tidak ada janji.”

“Hmm, namanya Jeffry, Tuan. Katanya memang sengaja dadakan.”

“Jeffry, Bi? Bibi nggak salah?”

“Serius, Non. Bibi nggak mungkin salah. Hanya beda saja penampilannya sekarang. Dia datang bersama keluarganya.”

“Ya sudah, kita temui dia sekarang. Mungkin dia mau melamar putri kesayangan saya.”

To be continued... ©2022 by WillsonEP

< Previous chapter • Di Balik Kisah Cinta SMA • Next chapter >

Comments

  1. 🤭🤭Yey lamaran

    ReplyDelete
  2. Sedih sempat putus 😭😭 tapi akhirnya kembali lagi...

    ReplyDelete
  3. ♥️😭😭 mengandung bawanggg

    ReplyDelete
  4. Dua chapter terakhir, sabtu depan terakhir 😭😭😭

    ReplyDelete
  5. Yang sabar ya, Jeff. 😭😭 Buktikan kalau kamu bisaa!!

    ReplyDelete
  6. Nggak sabar, sabtu depan chapter terakhir

    ReplyDelete
  7. 🔥🔥 Jeffry udh sukses nih siap melamar?

    ReplyDelete
  8. Bawang banget chapter ini

    ReplyDelete

Post a Comment

Trending This Week 🔥🔥

Little Parents 2 (Chapter 1)