Julian & Jovita [NV] (Chapter 13)
13. Jalan-Jalan dengan Opa
Setelah
mengantar Jovita pulang, aku langsung pulang ke rumah karena hari ini aku sudah
ada janji dengan Opa Ananta untuk menghabiskan waktu seharian.
“Akhirnya
cucu Opa pulang juga. Jadi ‘kan kita jalan-jalan?”
“Jadi
dong, Opa. Sebentar Julian mandi dulu, terus kita berangkat.”
“Oke,
Opa tunggu.”
Selesai
mandi dan bersiap, aku segera menghampiri opa yang menunggu di ruang keluarga.
“Sudah
selesai, Julian? Cepat sekali. Kita berangkat sekarang?”
“Sudah,
Opa. Kita berangkat sekarang. Aku sudah siapkan kunci mobilnya. Kita ke mobil.”
“Oke
deh.”
Aku
dan Opa segera menaiki mobil. Kulajukan mobilku dengan kecepatan rendah,
meninggalkan rumah.
“Kita
sekarang mau ke mana, Opa?”
“Kita
keliling Kota Bandung sajanya, Julian. Opa kangen suasana Kota Bandung. Dulu
Opa ketemu Oma Ratna di sini. Waktu itu Opa sedang mengurus perizinan Ananta
Hotel cabang Bandung. Opa kangen sama Omamu, Julian.”
“Oke,
Opa. Julian paham kalau Opa kangen sama Oma Ratna. Apa kita mau ke makamnya
sekarang?”
“Boleh,
Julian. Antar Opa ke makam Omamu.”
“Oke,
Opa. Opa yang sabar ya!”
Aku
melajukan mobilku menuju pemakaman tempat Oma Ratna dimakamkan. Sedikit cerita,
Oma meninggal sewaktu SMP, tepatnya pada tahun 2015. Satu jam perjalanan, kami
tiba di tempat pemakaman.
“Hari
ini Omamu berulang tahun Julian. Kalau dia masih hidup, umurnya 67 tahun.”
“Ya,
Julian ingat, Opa. Sekarang kita ke makamnya ya? Kita doakan semoga Oma
diterima di sisi Tuhan.”
“Amin,
Julian. Kapan ya Opa nyusul? Opa pengen ketemu Omamu.”
“Opa
jangan ngomong seperti itu. Kita turun sekarang ya?”
Kami
turun dari mobil, kemudian membeli beberapa bungkus bunga untuk ditaburkan di
makam Oma Ratna.
“Hai,
Ratna. Aku datang lagi. Selamat ulang tahun ya! Maaf, aku belum bisa disisimu
sekarang. Tuhan masih memberiku umur. Kamu apa kabar di sana?”
Aku
hanya bisa diam menyaksikan Opa yang sedang bersedih di makam sang istri.
“Aku
datang bersama Julian, Ratna. Sekarang dia sudah SMA loh. Cucu kita makin
tampan.”
“Opa,
sekarang kita tabur bunganya ya? Biarkan Oma tenang di sana. Oma sudah nggak
sakit lagi.”
“Kamu
benar, Julian. Opa nggak boleh sedih.”
Kami
mulai menaburkan beberapa helai bunga tepat di atas makam Oma Ratna. Setelahnya
kami kembali ke mobil.
“Oh,
iya, Jul, kalau Opa meninggal nanti, tolong makamkan Opa di sebelah Oma Ratna
ya!”
“Kenapa
Opa berbicara seperti itu? Opa tega ninggalin Julian?”
“Hmm…
bukan begitu Julian. Bukannya setiap manusia akan meninggal? Termasuk Opa, jadi
Opa hanya ingin menyampaikan apa yang Opa mau. Oh, iya bagaimana sekolahmu?”
“Lancar-lancar
saja, Opa.”
“Puji
Tuhan. Opa bangga sama kamu, Julian. Masih juara ‘kan?”
“Masih,
Opa.”
“Kalau
calon cucu mantu buat Opa sudah ada?”
“Cucu
mantu? Maksudnya?”
“Ya
pacar, Julian. Sudah punya?”
“Belum.
Julian masih mencari waktu yang tepat.”
“Wah,
jadi calon pacarnya sudah ada. Cantik nggak? Orangnya bagaimana? Kamu punya
fotonya? Opa penasaran.”
“Hmm…
ada nggak ya? Opa penasaran banget ya?”
“Iya,
ada fotonya nggak? Opa pengen lihat.”
Aku
meraih ponselku dan membuka sosmed Jovita, kemudian kutunjukkan foto Jovita
kepada Opa.
“Hmm…
cantik. Siapa namanya?”
“Jovita,
Opa. Menurut Opa Julian cocok nggak sama dia?”
“Cantik,
cocoklah sama kamu, tapi apa kamu yakin dia adalah pilihan yang tepat?”
“Julian
sih yakin banget, Opa. Jovita adalah gadis yang tepat.”
“Kalau
kamu yakin, kenapa nggak segera diresmikan?”
“Belum
berani, Opa.”
“Kenapa
harus takut? Apa yang kamu takuti? Takut ditolak?
Aku
menggangguk.
“Iya,
Opa. Aku masih ragu dia mempunyai perasaan yang sama ke Julian.”
“Oh,
gitu. Ya sudah, kamu amati dulu saja gerak-geriknya. Biasa kalau seorang
perempuan memberikan perhatian lebih ke seorang pria berarti dia suka atau
cinta ke pria tersebut. Sekarang kita makan ya? Opa lapar.”
“Kita
mau makan di mana?”
“Bebek
goreng yang biasa! Opa kangen sama bebek goreng.”
“Oke,
kita berangkat sekarang.”
Aku
melajukan mobilku menuju restoran bebek goreng yang menjadi langganan keluarga
kami. Namanya Restoran Bebek Goreng Prima Rasa. Sepanjang perjalanan, Opa
kembali menceritakan beberapa kisahnya dengan Oma Ratna. Aku hanya bisa
terkagum-kagum mendengar kisahnya. Opa masih ingat jelas kisahnya seperti apa.
“Oh,
iya Opa jadi pulang besok?”
“Jadi,
Julian. Opa besok harus pulang.”
“Opa
kenapa nggak tinggal di Bandung saja sih? Di sana ‘kan Opa tinggal sendiri, kenapa
nggak tinggal bareng Julian, Papa, dan Mama.”
“Hmm…
kalau Opa tinggal di Bandung, siapa yang urus villa dan hotel di sana? Opa
harus tetap mengawasinya.”
“Iya,
juga. Ya sudah, nanti aku sering-sering ke Lombok deh. Mungkin nanti ajak
Jovita liburan ke sana.”
“Wah,
boleh tuh ide yang bagus.”
Beberapa
saat kemudian. Kami tiba di tujuan. Sesampainya di sana, kami segera memesan
dua bebek goreng dan dua nasi uduk. Kondisi yang tidak begitu ramai membuat
pesanan kami dihidangkan lebih cepat dibandingkan waktu aku ke sini bersama
Jovita. Sehabis makan bebek goreng, kami memutuskan untuk langsung pulang.
Bersambung... ©2023 WillsonEP
😠Opa kenapa ngomong begitu
ReplyDeleteIni sebelumnya nggak ada
ReplyDeleteChapter baru nih 🔥🔥🔥 Kudukung thorr new versionnya
ReplyDelete