Julian & Jovita [NV] (Chapter 19)

19. Ulang Tahun Jovita

Hari ini tanggal 25 Agustus 2019. Hari di mana pacarku tersayang, Jovita Putri berulang tahun. Aku berencana mengajaknya berkencan di hari Minggu yang cerah ini. Segera kukirimkan pesan untuk menanyakan apakah dia bisa atau tidak.

Jovita Putri

Today

Read 05:02 Selamat pagi, Jovitaku. Kamu hari ini ke gereja jam berapa?

Pagi, Julianku. Jam 7 pagi. Ada apa? 05:02

Read 05:03 Nanti aku mau ngajak kamu jalan. Kamu ada waktu? Kamu di rumah jam berapa?

Oh, ada kok. Sekitar jam 10 an aku sudah ada di rumah. 05:03

Read 05:04 Oke, deh. Nanti jam 10 an aku jemput kamu. See you ya, Jovitaku.

Oke. See you, Julianku. 05:04

Aku menaruh ponselku, kemudian kuambil handuk dan segera ke kamar mandi untuk bersiap ke gereja. Selesai bersiap, aku bergabung dengan Papa dan Mama untuk sarapan di ruang makan.

“Selamat pagi, Pa, Ma.”

“Pagi, Julian. Ayo, sarapan dulu!”

“Pagi, Sayang. Ini Mama sudah siapkan masakan favorit kamu. Kita makan sekarang ya? Nanti kita telat ibadahnya.”

“Oke, Ma.”

Kami memulai sarapannya.

“Oh, iya Jovita apa kabar? Sudah lama dia nggak ke sini. Hubungan kalian baik-baik saja ‘kan?”

“Kabar Jovita baik, Ma. Hubungan kami juga baik-baik saja. Memang lagi banyak tugas saja, jadi Jovita belum sempat ke sini lagi.”

“Oh, gitu. Syukurlah, hubungan kalian baik-baik saja.”

“Kalau orang tuanya bagaimana? Apa mereka menerima kamu sebagai pacar Jovita?”

“Orang tua Jovita baik kok, Pa, Ma. Malahan mereka sudah menganggap aku sebagai calon menantu mereka.”

“Calon mantu? Serius kamu?”

“Aku serius, Pa. Bahkan aku disuruh panggil mereka papa dan mama juga.”

“Hmm… Papa jadi penasaran sama mereka. Kapan-kapan kamu ajak mereka makan malam bersama di rumah kita.”

“Iya, Julian. Kami juga mau mengenal keluarga Jovita.”

“Oke, deh. Nanti aku sampaikan. Oh iya, Pa, Ma. Nanti aku pulang gereja mau ngajak jalan-jalan Jovita. Dia hari ini ulang tahun. Aku boleh pergi ‘kan, Pa, Ma?”

“Cie, cie. Mau pergi pacaran lagi nih.”

“Ah, Mama mah godain aku mulu.”

“Tentu dong. Kamu ajak dia jalan-jalan. Kalau sempat, ajak juga ke sini. Sekarang kita berangkat ke gereja?”

“Iya, sudah jam segini. Kita berangkat sekarang. Bi, tolong jaga rumah ya! Kami pamit dulu.”

“Baik, Nyonya. Selamat beribadah.”

Kami pun berangkat menuju gereja untuk ibadah pagi pukul 07.00 pagi. Kurang lebih satu jam setengah, kami selesai ibadah. Kami pun kembali berkumpul di parkiran.

“Mau langsung pulang atau makan dulu?”

“Hmm… kalau Mama sih terserah Julian. Bukannya Julian mau ajak jalan-jalan pacarnya. Mungkin mau langsung pulang?”

“Oh, iya jadi gimana Julian? Langsung pulang atau makan dulu nih?”

“Makan dulu saja, Pa, Ma. Lagian masih jam segini. Jovita juga belum pulang.”

“Ya sudah, kita makan dulu. Habis itu, baru kita pulang.”

Kami memutuskan untuk makan di salah satu gerai Mcdonalds di Istana Plaza. Selesai makan, barulah kami pulang ke rumah.

“Ma, Pa, aku ke kamar dulu ya?”

“Oh, gitu. Kirain Mama kamu mau langsung pergi.”

“Nggak, Ma. Takutnya Jovita belum di rumah.”

“Oh, gitu. Ya sudah, Mama sama Papa juga mau ke kamar istirahat.”

“Oke, Pa, Ma. Selamat istirahat.”

Aku masuk ke kamar untuk berganti pakaian. Setelah itu, baru kuhubungi Jovita untuk menanyakan apakah dia sudah di rumah atau belum.

Jovita Putri

Read 10:00 Sudah di rumah?

Belum, ini bentar lagi sampai. Kamu sudah di rumah aku? 10:00

Read 10:01 Aku masih di rumah. Kalau kamu sudah sampai rumah kabarin ya ?

Oke, Julianku. Nanti aku kabarin. 10:02

Read 10:02 See you, Jovitaku.😘

Sekitar 10 menit kemudian. Jovita mengabariku bahwa dia sudah ada di rumah. Aku pun bergegas pergi ke rumahnya menggunakan mobil. Tak lupa, aku membawa hadiah untuk ulang tahunnya dalam sebuah paper bag.

“Permisi.”

“Eh, ada Julian calon mantu. Mau jalan sama Jovita ya?”

“Iya, Om. Jovitanya mana?”

“Sudah dibilangin, panggil saja Papa Jovan jangan Om.”

“Maaf, Om. Aku belum terbiasa.”

“Tidak apa. Ayo, masuk dulu! Jovitanya masih di kamarnya. Katanya sih mau ganti baju dan dandan sebentar. ‘Kan mau kencan sama pacarnya.”

“Oh, gitu.”

Om Jovan mengajakku duduk di ruang tamu. Sambil menunggu Jovita, kami pun berbincang-bincang ringan. Aku pun menyampaikan undangan makan malam bersama di rumahku atas permintaan Papa dan Mama tadi pagi. Om Jovan meresponnya dengan gembira.

“Boleh, kapan makan malamnya?”

“Hmm… waktunya nanti aku kabari lagi, Om. Soalnya belum ditentuin.”

“Oh, gitu. Papa tunggu kabarnya. Nggak ada salahnya dua buah keluarga saling mengenal terlebih dahulu. Sebelum ke jenjang yang lebih serius.”

“Julianku, ayo kita berangkat sekarang! Aku sudah siap nih,” ajak Jovita yang tiba-tiba muncul di antara kami.

“Cie, cie, panggilan kesayangan nih.” goda Om Jovan pada putrinya.

“Ah, ternyata ada Papa. Aku jadi malu.”

“Tidak apa, Sayang. Kenapa mesti malu? Papa paham kok situasinya. Kalian mau pergi sekarang?”

“Iya, Pa. Jovita sama Julian pamit dulu ya?”

“Iya, Om. Aku sama Jovita pamit dulu.”

“Oke, jaga Jovita baik-baik ya, Julian.”

“Siap, Om.”

Setelah berpamitan dengan Om Jovan, kami berdua masuk mobil.

“Oh iya, kamu mau ajak aku ke mana?”

“Sebelumnya aku kasih tahu, aku mau bilang… happy birthday, Jovitaku! Wish you all the best.

Thankyou, Julianku. Ternyata kamu ingat hari ulang tahunku. Aku kira kamu lupa. Jadi kamu ajak aku jalan hari ini buat merayakan hari ulang tahunku?”

“Iya, aku juga sudah siapkan kado buat kamu.”

Aku segera mengambil salah satu paper bag yang sudah aku siapkan untuk Jovita. Kuserahkan paper bag tersebut kepadanya.

“Apa ini?”

“Buka saja, pasti kamu suka.”

Jovita membuka paper bag dengan penuh senyuman. Ia terlihat bahagia menerima kado pemberianku.

“Kaos couple? Kaos dengan tulisan Julianku.”

“Iya, aku juga punya. Punyaku tulisannya Jovitaku. Kamu suka hadiahnya?”

“Tentu. Desain dan bahannya bagus, apalagi ini hadiah dari pacar yang aku sayangi.”

“Memangnya pacar yang kamu sayangi siapa?”

“Kamu, Julian. Kamu ‘kan pacar aku. Nggak ada orang lain.”

“Aku tahu itu. Kita pergi sekarang?”

“Emang kita mau ke mana?”

“Rasa Bakery & Café, Jl. Tamblong. Di sana pudingnya enak.”

“Oh, gitu. Ya sudah, kita berangkat sekarang.”

“Nanti sampai sana langsung ke WC ya? Ganti baju.”

“Ganti jadi baju couple?”

“Iya, nggak keberatan ‘kan?”

“Nggak sama sekali. Seluruh dunia harus tahu bahwa kamu punya aku dan nggak ada yang bisa rebut kamu dari aku.”

“Iya, iya. Aku juga hanya cinta sama kamu.”

Aku menjalankan mobilku menuju Jalan Tamblong. Sekitar satu jam perjalanan, kami tiba di tujuan. Sesuai kesepakatan di awal, begitu sampai di sana kami langsung masuk WC dan berganti pakaian. Setelah selesai, baru kami memilih tempat duduk.

 

 

“Kita duduk sini ya saja ya?”

“Oke.”

Tak lama, mbak pelayan menghampiri kami untuk menanyakan pesanan.

“Selamat datang. Mau pesan apa?”

“Saya mau pesan puding coklat satu. Kalau kamu apa, Jov?”

“Hmm… samain saja. Aku juga puding coklat.”

“Baik, Kak. Pesanannya dua puding coklat. Ada tambahan lain?”

“Untuk minumnya teh hangat saja, Mbak.”

“Baiklah, ditunggu pesanannya.”

Tak lama, pesanan puding kami datang. Kami pun mulai menikmati pesanan kami masing-masing. Sesekali kusuapi Jovita dengan pudingku Begitu pun sebaliknya, Jovita menyuapiku dengan puding miliknya.

“Kok yang punya kamu lebih enak?”

“Sama aja ah. Nggak ada bedanya.”

“Beda. ‘Kan disuapin kamu.”

“Gombal.”

 

“Aku nggak gombal.”

“Sama saja, Julian. Kalau beda rasa, mungkin bisa berbeda.”

“Hmm… iya juga. Kamu ada benarnya.”

Kami melanjutkan menikmati puding masing-masing hingga habis.

“Kamu mau tambah?”

“Nggak usah. Kita ke tempat lain bagaimana?”

“Oke, aku bayar dulu. Kamu tunggu sini.”

Aku pergi ke kasir untuk membayar semuanya. Setelah itu, aku kembali ke Jovita.

“Sekarang kita pergi ke mana?”

“Hmm… jalan-jalan. Habis itu kita mampir beli bebek goreng. Kamu nggak apa-apa ‘kan?”

“Tentu. Hari ini aku akan temani kamu seharian.”

// Julian's point of view (POV) end.

Bersambung... ©2023 WillsonEP

Comments

Trending This Week 🔥🔥

📣 BESOK! Bisakah Aku Bahagia Eksklusif di KaryaKarsa

My Neighbor, My Lecturer (Chapter 8)