Julian & Jovita [NV] (Chapter 4)
4. Ini Kencan?
Sekitar
pukul 15.40, aku memutuskan untuk berangkat. Sebelum pergi tak lupa aku berpamitan
kepada mama yang sedang menonton televisi di ruang keluarga.
“Ma,
Julian izin pergi dulu ya?”
“Wah,
anak Mama ganteng banget. Kenapa rapi amat? Kamu mau kencan? Memangnya sudah
punya pacar? Pacarnya kok nggak pernah dikenalin ke Mama?”
“Bukan,
Ma. Aku mau ketemuan sama teman.”
“Teman
kamu cowok atau cewek?”
“Hmm…
cewek, Ma.”
“Ya
sudah, sana berangkat. Selamat berkencan ya!”
“Apa
sih, Ma. Ini bukan kencan.”
“Ya
sudah, sana berangkat nanti teman kamu nungguin.”
“Julian
pamit ya!”
“Iya, hati-hati
di jalan. Pulangnya jangan terlalu malam ya!”
“Siap,
Ma.”
Setelah
pamit, aku pun masuk ke mobilku. Tak butuh waktu lama, aku tiba di rumah
Jovita. Aku pun segera mengirimi Jovita pesan memberitahu dia bahwa aku sudah
tiba di rumahnya.
Jovita
Putri
Read
16:00 Jov, aku udh ada di dpn rumah kamu. Kamu sudah siap?
Udh,
Julian. Bentar aku keluar. 16:00
Read
16:01 Jangan keluar dulu, aku jemput.
Aku
keluar mobil dan mengetuk pintu rumah Jovita.
“Permisi,”
panggilku.
Tak
lama, seseorang perempuan berusia kurang lebih 35 tahunan keluar membukakan
pintu.
“Sore,
Den. Pasti temannya Non Jovita ya? Kalau nggak salah, namina Julian nya?
(namanya Julian ya?)
“Iya,
Bi. Jovitanya sudah siap?”
“Hmm…
Tadi sih masih di kamarna.
(kamarnya). Sebentar Bibi
cek ke kamarna heula. (kamarnya dulu.)”
“Siap,
Bi. Saya tunggu.”
Tak
lama, Jovita keluar bersama asisten rumah tangganya.
“Kamu
sudah siap? Kita berangkat sekarang ya?”
“Sudah,
ayo kita berangkat!”
“Bi,
kita berdua pamit ya!”
“Iya,
Den Julian. Hati-hati! Pulangnya jangan malam-malam.”
“Siap,
Bi.”
Aku
membukakan pintu mobil untuk Jovita.
“Silakan
masuk, Jovita.”
“Makasih,
Julian.”
“Sama-sama.”
Setelah
Jovita masuk, aku menutup pintu mobil dan kembali ke kursi pengemudi.
“Jovita,
seat belt-nya jangan lupa dipakai.”
“Oh,
iya.”
“Kamu
suka bebek goreng?”
“Suka.”
“Kita
makan bebek goreng saja ya? Kebetulan aku tahu restoran bebek goreng yang enak.
Pasti kamu suka. Kita ke sana ya?”
“Iya,
ke sana saja. Kebetulan bebek goreng makanan favorit aku,” jawabnya sambil
tersenyum.
“Oke,
kita jalan sekarang.”
Aku
melajukan mobilku menuju restoran bebek goreng tersebut. Selama perjalanan,
kami berdua mengobrol banyak. Tentu bukan aku yang memulai obrolan, melainkan
Jovita. Satu jam kemudian, kami tiba di tujuan.
“Kita
sudah sampai. Sebentar aku bukain pintu kamu.”
Aku
keluar mobil, kemudian kubukakan pintu mobil untuknya.
“Silakan,
Tuan Putri Jovita.”
Entah
kenapa aku mengucapkan kalimat itu. Jovita membalas ucapanku dengan senyuman.
“Terima
kasih Pangeran Julian.”
Aku
kaget mendengar jawaban Jovita. Jantungku tiba-tiba berdetak lebih cepat. Aku
jadi gugup. Untuk menutupi kegugupan, aku mengajaknya untuk masuk.
“Jovita,
ayo masuk! Aku sudah lapar.”
“Oke.
Ayo kita masuk!”
Kami
memasuki restoran tersebut dan langsung memilih tempat duduk yang tersedia.
“Kita
duduk sini saja ya?”
“Oke.”
“Mba,
kita mau pesan.”
“Selamat
sore, Mau pesan apa?”
“Bebek
goreng dua sama nasi uduknya dua,” jawabku.
“Bebek
gorengnya paha atau dada?”
“Paha,”
jawabku dan Jovita kompak.
“Cie,
cie, jawabnya kompak. Baik, ditunggu ya pesanannya.”
Mba
pelayan pergi. Sementara aku dan Jovita hanya tersenyum mendengar apa yang
dikatakan pelayan tadi. Suasana restoran sore ini yang begitu ramai mengharuskan
kami menunggu pesanan cukup lama. Sambil menunggu, kami memutuskan untuk
melanjutkan obrolan kami. 30 menit kemudian, akhirnya datang.
Sebelum
menyantap makanan, kami berdua tidak lupa untuk berdoa terlebih dahulu. Kami pun mulai menyantap makanan yang telah
dihidangkan.
“Selamat
makan, Julian.”
“Selamat
makan juga, Jovita.”
Kurang
lebih 15 menit, kami selesai makan. Aku langsung menuju kasir untuk membayar
semuanya. Jovita kusuruh menunggu di meja.
“Mba,
meja 17 jadi berapa?”
“Totalnya
jadi 60 ribu. Ada tambahan lain?”
“Tidak
ada, Mba. Ini uangnya.”
“Uangnya
100 ribu ya, Pak. Ini kembaliannya 40 ribu. Terima kasih.”
“Sama-sama.”
Setelah
urusan pembayaran selesai, aku kembali ke Jovita.
“Aku
sudah bayar.”
“Jadi
berapa yang aku?”
“Sudah
tidak usah, aku yang traktir. Yuk, pulang!”
“Wah,
serius? Makasih, Julian.”
“Aku serius.
Sama-sama.”
Kami
kembali ke mobil.
“Mau
langsung pulang? Masih pukul enam nih.”
“Langsung
pulang saja deh, Julian. ‘Kan besok sekolah.”
“Oke,
deh.”
Aku menjalankan
mobil untuk mengantarkan Jovita pulang. Selama perjalanan, kami berdua hanya diam
menatap ke depan. Mungkin Jovita lelah. Satu jam perjalanan, kami tiba di rumah
Jovita.
“Sudah
sampai, Jov. Aku antar ke dalam ya?”
“Tidak
usah, Julian. Aku bisa masuk sendiri.”
“Tidak
apa, Jovita.”
Aku langsung
turun dan membukaka pintu mobil untuk Jovita.
“Silakan.”
“Makasih,
Julian.”
“Sama-sama.
Bagaimana bebek goreng tadi enak?”
“Enak.
Aku suka banget.”
“Syukurlah
kalau kamu suka. Kapan-kapan kita ke sana lagi.”
“Oke. Thanks
for today, Julian.”
“You’re
welcome. Sekarang kita masuk, pasti orang tua kamu sudah nungguin.”
“Bi,
Jovita pulang!”
Tak lama,
seorang perempuan sekitar usia 45 tahunan keluar membukakan pintu. Aku duga ini
adalah mama dari Jovita.
“Eh, Jovita
anak Mama sudah pulang. Habis kencan ya?”
“Kencan?
Bukan, Ma. Jovita nggak kencan hanya makan malam biasa.”
“Oh, gitu.
Kirain Mama kalian kencan. Oh, iya jadi ini yang namanya Julian. Saya Mamanya Jovita.
Salam kenal ya!”
“Malam,
Tante. Salam kenal juga.”
“Makasih
ya, Julian sudah menemani Jovita jalan-jalan. Tadi Tante ada meeting
penting, jadi tidak bisa menemani Jovita di rumah.”
“Sama-sama,
Tante. Oh, iya karena ini sudah malam, Julian permisi pulang dulu.”
“Ya sudah,
sekali lagi terima kasih sudah temani Jovita. Nak Julian hati-hati di jalan.”
“Iya, Julian.
Hati-hati di jalan.”
Aku melambaikan
tangan dan kembali ke mobil untuk segera pulang. Apa ini kencan? Kenapa semuanya
berkata demikian?
// Julian's point of view (POV) end.
Bersambung... ©2023 WillsonEP
Awww Tuan Putri Jovita
ReplyDeleteTuan Putri dan pangeran dipersilakan jadian 🤣ðŸ¤ðŸ¤
ReplyDeleteBisa dibilang ini kencan 🔥🔥
ReplyDelete