Hello, Jeremie (Chapter 1)
Suatu pagi yang cerah di bulan
Agustus. Grace baru saja keluar dari rumahnya setelah berpamitan dengan sang
mama. Ia bergegas menaiki motornya menuju Universitas Garuda Kencana (UGK).
Hari ini adalah hari pertama bagi para mahasiswa-mahasiswi baru UGK mengikuti
kegiatan ospek. Sekitar pukul 06.00, Grace tiba di tujuan. Setelah memarkirkan motor,
ia beranjak untuk berkumpul dengan mahasiswa-mahasiswi lainnya yang sudah
menunggu di depan pintu masuk.
“Akhirnya lo datang juga,
Grace. Gue udah nungguin dari tadi loh,” sambut Lena sambil memeluk Grace.
“Iya, sorry-sorry. Acaranya
belum mulai ‘kan?”
“Belum, tadi kata kakak panitianya
dimulai setengah tujuh.”
“Syukurlah, kirain gue telat.
Bukannya di pengumuman acara dimulai pukul 06.00?”
“Iya, tapi nggak tahu ada
perubahan katanya.”
“Oh, gitu.”
Setengah jam kemudian. Ketua
panitia naik ke atas panggung untuk memberikan sambutan bagi
mahasiswa-mahasiswi baru. Setelah itu, kegiatan ospek pun dimulai. Seluruh
mahasiswa-mahasiswi baru diminta memasuki gedung kampus didampingi oleh ketua
kelompok yang telah ditentukan. Mereka mulai diajak berkeliling dan
diperkenalkan dengan berbagai fasilitas kampus. Grace dan Lena kebetulan
sekelompok di bawah pimpinan Jeremie—kakak kelas yang cukup populer di kampus
karena prestasi dan pesonanya.
“Ada yang mau ditanyakan?”
tanya Jeremie setelah menjelaskan salah satu mesin bernama Knowledge Machines—tempat
para mahasiswa-mahasiswi UGK mengakses materi yang dibagikan dosen.
“Saya mau bertanya, Kak,”
respon Grace bersemangat.
“Apa yang mau kamu tanyakan,
Grace?”
“Hmm… kapan kartu mahasiswanya
dibagi, Kak?”
“Pertanyaan yang bagus. Kartu
mahasiswa biasanya akan dibagikan pada hari kedua ospek ya. Jadi pastikan
kalian hadir besok. Sekarang ada yang mau mencoba mengaksesnya dengan UGK App
?”
“Boleh, Kak.”
Ardan dan Lena mulai mencoba
mengakses mesin tersebut dipandu oleh Jeremie. Selanjutnya mereka melanjutkan berkeliling
ke area lain, seperti kantin, perpustakaan, aula, lab komputer, gym, dan
sebagainya.
“Wah, keren banget
fasilitas-fasilitas di kampus ini, Kak.”
“Iya, keren banget.”
“Nggak sia-sia bayar dengan
uang yang tak sedikit dengan fasilitas yang bagaikan rumah kedua. Ada tempat gym
juga, pasti lulus dari kampus ini badan langsung jadi sixpack.”
“Hmm… nggak pasti juga sih,
Yan,” respon Jeremie pesimis.
“Kenapa gitu, Kak?”
“Ya, karena nggak semuanya
konsisten olahraga. Tempat gym di kampus ini tempat dengan jumlah
kunjungan terkecil. Benar nggak?”
“Iya, juga.”
“Bener, Yan, apalagi lo ‘kan
seringnya nggak konsisten. Gue nggak yakin lo bakal sixpack setelah
lulus dari kampus ini.”
“Ah, Dan. Jangan buka aib gue
dong!”
“Sudah, sudah, rahasia kamu
aman. Sekarang kita lanjutkan ke area yang lain.”
Jeremie mengajak rombongannya
Grace, Lena, Ryan, dan Ardan menuju area lapangan.
“Nah, kalau ini lapangan UGK,
ada lapangan sepak bola, basket, dan bulu tangkis. Nanti kalian bisa daftar
kegiatan mahasiswanya setelah ini. Siapa tahu di sini ada yang suka sepak bola,
basket, atau bulu tangkis. Langsung daftar saja ya? Dijamin akan seru! Kalian
bisa ikut berbagai pertandingan.”
“Baik, Kak.”
Jeremie langsung mengajak
rombongannya menuju aula untuk mengikuti pengarahan lanjutan terkait akademis. Acara
tersebut berlangsung selama dua jam, kemudian dilanjutkan acara seru-seruan
yang diadakan oleh panitia kegiatan. Tak terasa waktu telah menunjukkan pukul
16.00. Kegiatan ospek hari pertama telah berakhir. Sesudah berpamitan dengan
anggota kelompok yang lain, Grace dan Lena beranjak menuju parkiran.
“Len, acara hari ini seru
banget ya? Aku nggak sabar besok acaranya apalagi ya? Baru kali ini gue
merasakan ospek yang serame ini dan bebas dan perpeloncoan.”
“Bener banget. Di internet
banyak loh mahasiswa-mahasiswi baru diperlakukan tidak semestinya. Serem banget
deh. Awalnya gue juga takut deh menjalani ospek hari pertama ini, takut kakak
tingkatnya jahat-jahat.”
“Setuju, gue juga sepemikiran.
Untung Kak Jeremie nggak seperti itu ya? Udah baik, ganteng lagi. Tipe gue
banget.”
“Wah, ada yang naksir Kak
Jeremie nih. Cie, cie… mau aku bilangin nggak?” goda Lena.
“Jangan ah! Nggak enak. Kalau
dia sudah punya pacar gimana? Orang seganteng Kak Jeremie pasti sudah punya
pacar.”
“Hmm… benar juga. Ya sudah,
kita pantau saja dulu. Gue dukung lo!”
“Bener boleh nih? Lo nggak
naksir sama dia?”
“Hmm… memang Kak Jeremie
ganteng sih, tapi bukan tipe gue. Jadi lo saja deh yang ambil. Gue masih
seleksi nih. Di sini banyak yang ganteng. Sudah ah, kita pulang, yuk!”
“Okay, see you
tomorrow ya? Bye, Len.”
“Bye, Grace. Gue
duluan.”
Setelah Lena pergi, Grace
bergegas menuju motornya dan langsung meninggalkan area kampus. Sekitar pukul
17.15, Grace tiba di rumah. Kedatangannya langsung disambut oleh Sarah—mamanya.
“Akhirnya kamu pulang juga,
Sayang. Gimana ospek hari pertamanya? Lancar?”
“Lancar dong, Ma. Kampusnya
keren.”
“Syukurlah, sengaja Mama
pilihkan kampus terbaik untuk kamu, Sayang. Belajarnya semangat ya?”
“Beres, Ma.”
“Sekarang kita masuk ke dalam?
Bi Rina sudah siapkan makan malam buat kita. Makanan favorit kamu loh!”
“Oh, ya? Apa itu?”
“Sayur oyong kesukaan kamu!”
“Wah, oyong! Asyik!”
Sambil makan malam, Grace
menceritakan hari pertama ospek di UGK dengan penuh semangat. Sarah ikut senang
mendengar cerita sang putri yang satu-satunya itu.
“Wah, jadi kamu naksir sama
salah satu kakak tingkat kamu? Siapa namanya?”
“Iya, Ma. Namanya Kak Jeremie.
Semoga saja dia belum punya pacar ya? Grace sudah lama banget pengen punya
pacar.”
Sarah tersenyum kecil.
“Memangnya kenapa kamu pengen
banget punya pacar?”
“Hmm… biar ada mood booster
setiap harinya, Ma. Ada yang kasih semangat dan perhatian gitu. Senang
banget deh. Bantu doa ya, Ma? Please…”
“Ya, sudah. Mama doakan yang
terbaik. Mama jadi penasaran seperti apa sih Kak Jeremie yang kamu maksud. Ada
fotonya nggak? Mama mau lihat.”
“Nggak ada, Ma. Kalau Grace
punya fotonya, langsung Grace kasih tunjuk Mama deh.”
“Oke, janji ya?”
“Grace janji, Ma.”
“Sekarang lanjutkan makannya
dan habis itu kamu mandi ya, Sayang.”
“Oke, Ma.”
Selesai makan malam, Grace
beranjak ke kamarnya dan langsung masuk ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Sekitar
pukul 18.30, Grace selesai mandi. Ia langsung membaringkan diri di tempat
tidur.
“Akhirnya bisa berbaring juga.
Kira-kira Kak Jeremie sudah di rumah atau masih di kampus ya?”
Tak lama, ponselnya menerima
pesan dari lelaki tersebut. Meskipun pesan tersebut dikirimkan pada grup
kelompok.
Kak Jeremie
Sore, semuanya. Mau ngingetin
aja besok kalian harus sudah ada di kampus sebelum pukul 06.15 ya? Soalnya tadi
masih banyak yang telat. Nametag dan perlengkapan lainnya jangan lupa dibawa
ya. See you tomorrow, semua! 18:23
Lena
Siap, Kak 😎 18:24
Ardan
Oke, Kak. 18:24
Ryan
Siappp 86 18:25
Oke, oke. Tiga orang sudah
jawab. Grace ke mana ya? Tolong disampaikan. Tadi saja disuruh datang jam 06.00,
dia baru datang jam 6 lebih. Ingat, jangan telat ya? Untuk hari kedua kalau
telat, ada hukumannya. 18:26
18:33 Maaf,
Kak baru bales. Siapp, besok saya janji nggak akan telat.
Kak Jeremie
👍🏻👍🏻 18:33
**
Sementara itu di sisi lain, tepatnya
di kediaman keluarga Abraham, Jeremie sedang berada di ruang makan bersama
Jimmy Abraham, Jessie Abraham, dan kedua adiknya Julian Abraham dan Jessica Abraham.
“Cie, cie, Kak Jeremie kenapa
senyum-senyum gitu? Ngabarin maba baru kok sambil senyum-senyum gitu? Kakak
naksir sama maba ya?” celetuk Julian—salah satu adik Jeremie yang masih duduk
di bangku SMA.
“Wah, wah, akhirnya Kak Jeremie
punya gebetan juga,” tambah Jessica—adik Jeremie terkecil yang masih duduk
dibangku SMP.
Jeremie hanya tersenyum kecil
menanggapinya.
“Bener ya, Kak? Kenalin ke
kita dong.”
“Apa sih kalian ini. Kalian
sok tahu banget sih. Ini Kakak senyum-senyum karena keinget tingkah mereka
tadi. Mereka orangnya seru-seru begitu.”
“Oh, gitu. Aku jadi nggak
sabar mau kuliah. Pa, Ma, aku kuliah di UGK juga ya?”
“Tentu, Julian. Sekarang kita mulai
makan malamnya, semua HP tolong disimpan dulu ya biar fokus makan malamnya.”
“Siap, Pa,” jawab ketiga kakak-beradik
tersebut kompak. Sekitar setengah jam, mereka selesai makan malam. Mereka pun
beranjak menuju kamar masing-masing untuk melanjutkan aktivitas lainnya. Julian
melanjutkan belajarnya untuk ulangan esok hari. Jessica mengerjakan PR
matematika yang dikumpulkan esok hari. Sementara itu, Jeremie memutuskan
membaringkan diri di tempat tidur.
“Akhirnya bisa rebahan juga.
Capek banget hari ini. Sekarang aku sikat gigi dulu deh, takutnya ketiduran.”
Setelah sikat gigi, Jeremie
kembali berbaring di tempat tidurnya sambil mendengarkan lagu-lagu favorit. Tak
lama, ia terlelap. Sekitar pukul 21.00, Jessie—sang mama—masuk ke kamar pria
itu untuk mematikan lagu yang masih terputar.
“Ternyata kamu sudah tidur,
Sayang. Pasti kamu kelelahan sekali ya? Sampai ketiduran seperti ini. Lampunya
Mama matikan ya?”
Setelah mematikan lampu, Jessie
segera keluar dari kamar agar putranya itu tidak terbangun.
To be continued... ©2023 WillsonEP
Wah, ada cerita baru nihh
ReplyDeleteNext-nya kapan nih??
ReplyDelete