Hello, Jeremie (Chapter 2)
Chapter 2
Keesokan harinya. Grace sengaja
bangun lebih awal dari biasanya agar ia tidak terlambat ke kampus untuk
mengikuti kegiatan ospek hari kedua. Ia juga sudah mempersiapkan bekal untuk
sarapan di kampus.
“Tumben bawa bekal, Sayang?
Kenapa nggak sarapan di rumah saja?”
“Kayaknya nggak keburu, Ma.
Kemaren saja aku telat. Untung, kemaren masih ada toleransi jadi nggak kena
hukum. Kalau hari ini, ada hukumannya, Ma.”
“Ya, sudah. Jadi kamu
berangkat sekarang?”
“Iya, Ma. Grace jalan dulu
ya?”
“Oke, hati-hati di jalan,
Sayang.”
Grace menaiki motornya dan
segera melaju menuju kampus. 30 menit perjalanan, ia tiba di tujuan. Tak
disangka ia berpapasan dengan Jeremie di parkiran kampus.
“Hai, Kak,” sapa Grace penuh
semangat.
“Kamu bukannya Grace?
Mahasiswi yang kemarin terlambat?”
“Iya, Kak. Saya Grace, tapi
hari ini saya nggak telat ‘kan?”
“Nggak, tapi ini kepagian.
Sekarang masih pukul 05.46.”
“Ya, lebih baik kepagian dong
daripada kesiangan.”
“Hmm… betul juga. Ya, sudah saya
duluan ya? Kakak harus temui yang lain di dalam.”
“Tunggu, Kak. Aku mau tanya
sesuatu boleh?”
“Kamu mau tanya apa, Grace?”
“Kakak pasti belum sarapan
ya?”
“Kok kamu tahu?”
“Hmm… kelihatan dari wajah
Kakak yang tampak pucat. Sarapan sebelum melakukan aktivitas penting loh, Kak.
Gimana kalau Kakak sarapan dulu? Ini aku ada bekal lebih buat Kakak sarapan.”
“Kamu yakin ini buat saya?”
“Yakin, Kak. Nggak usah
malu-malu. Takutnya kalau nggak sarapan, Kakak sakit gimana? Di makan ya?”
“Kamu benar. Thanks
buat bekalnya.”
“Sama-sama, Kak.”
“Mau sarapan bareng saya?”
“Sarapan bareng Kakak?
Memangnya boleh? Saya takut ada yang marah nantinya.”
“Tentu, boleh dong. Lagian
siapa yang marah kalau saya ajak kamu sarapan bersama?”
“Pacar Kakaklah. Kalau dia
marah bagaimana?”
Jeremie tersenyum kecil.
“Pacar? Saya nggak punya
pacar, Grace. Jadi kamu nggak perlu khawatir, nggak akan ada yang marah. Saya
nggak biasa makan sendirian.”
“Masa sih, Kak?”
“Ya, ngapain saya bercanda.
Kamu bersedia?”
“Ya, sudah. Grace temani Kak
Jeremie.”
“Oke, kita makan di situ saja
bagaimana?”
“Boleh.”
Jeremie mengajak Grace duduk
di taman samping.
“Boleh saya buka sekarang?”
“Tentu boleh dong. Langsung
dibuka dan disantap saja, Kak. Nggak usah malu-malu.”
Jeremie membuka bekal yang
diberikan, kemudian mulai menyantap omelette sandwich di dalamnya.
“Gimana rasanya, Kak? Enak
nggak?”
“Enak kok. Ini omelette sandwich
terenak yang pernah saya makan. Kamu buat sendiri?”
“Ah, Kakak terlalu berlebihan.
Kalau dibandingkan masakan restoran buatan Grace nggak ada apa-apanya.”
“Saya serius, Grace. Ini
benar-benar enak. Thanks ya kamu sudah kasih saya makanan seenak ini.”
“Sama-sama, Kak. Mau tambah
lagi? Ini masih ada satu lagi.”
“Nggak perlu, Grace. Ini sudah
lebih dari cukup. Oh, iya sudah jam segini. Saya harus masuk dulu karena ada
yang harus diurus. Kamu kembali saja ke barisan kamu ya?”
“Oke, Kak.”
Setelah menyerahkan kotak bekal,
Jeremie berlalu masuk ke dalam gedung kampus. Tepat pukul 06.15, kakak-kakak
panitia mulai keluar untuk mengecek barisan para mahasiswa baru. Tak lama,
mereka pun memulai kegiatan ospek hari kedua.
—oOo—
Sembilan jam kemudian. Waktu
sudah menunjukkan pukul 15.15, panitia kegiatan ospek baru saja menutup
kegiatan ospek mahasiswa baru untuk tahun ini. Hari Senin mendatang para maba
akan memulai perkuliahan hari pertama. Mahasiswa-mahasiswi mulai meninggalkan
ruangan aula untuk segera pulang. Namun, tiba-tiba saja terdengar suara gemuruh
petir menggelegar disusul hujan lebat yang langsung mengguyur.
“Yah, hujan. Mana nggak bawa
jas hujan lagi.”
“Iya, gue juga. Terpaksa harus
nunggu sampai agak reda.”
Grace yang juga tidak membawa
jas hujan pun memutuskan untuk bergabung dengan yang lainnya menunggu hujan
sedikit reda.
“Semoga saja hujannya nggak
lama,” ujar Grace sambil melihat jam pada ponselnya.
Satu jam menunggu, hujan masih
belum mereda. Beberapa mahasiswa pun memilih menembus hujan daripada harus
menunggu hingga hujan sedikit reda. Udara yang dingin membuat Grace ingin buang
air kecil. Ia bergegas menuju toilet untuk buang air kecil terlebih dahulu.
Setelah dari toilet, ia kembali ke tempat ia menunggu tadi.
“Hujannya masih belum reda
juga. Teman-teman yang lain pada ke mana ya? Apa pada ke kantin sambil menunggu
hujan reda?”
“Grace, kamu belum pulang
rupanya. Nunggu hujan reda?” tanya seseorang yang tiba-tiba menghampiri gadis
itu.
“Eh, Kak Jeremie. Iya, Kak.
Hujannya lebat banget. Kebetulan saya juga nggak bawa jas hujan.”
“Oh, gitu. Mau bareng saya
saja? Saya antar kamu pulang.”
“Pulang bareng Kakak? Nggak
ah, takut merepotkan. Lagian nggak mungkin motor saya ditinggal di sini.”
“Sama sekali tidak merepotkan.
Rumah kamu daerah mana, Grace?”
“Rumah saya di Pine Residence,
Kak.”
“Wah, serius? Kita tetanggaan
dong.”
“Rumah Kakak di Pine
Residence juga?”
“Iya, jadi sekalian saja.
Kebetulan hari ini saya bawa mobil. Masalah motor biar saja di tinggal di
kampus. Aman kok.”
“Ya, sudah. Grace ikut Kakak.
Maaf, merepotkan.”
“Santai, kita langsung ke
parkiran.”
Jeremie mengajak Grace keluar
gedung kampus. Ia bergegas membuka payungnya agar mereka tidak terlalu basah.
“Silakan masuk, Grace.”
“Terima kasih, Kak.”
Setelah Grace masuk, Jeremie
segera masuk mobil dan duduk di kursi pengemudi.
“Kak, ini beneran nggak
apa-apa? Saya jadi nggak enak.”
“Nggak apa-apa, Grace. Saya
ikhlas kok antar kamu pulang. Toh searah juga. Sekarang pakai sabuk
pengamannya.”
“Oke, Kak.”
Jeremie langsung menyalakan
mobilnya dan segera melaju meninggalkan area kampus. Selama perjalanan,
keduanya tidak berbicara banyak. Mereka lebih banyak memperhatikan ramainya
jalan ibu kota sore ini. Mungkin, karena mereka berdua dalam keadaan lelah
setelah seharian beraktivitas dalam kegiatan ospek. Dua jam berlalu, akhirnya
mereka tiba di depan kediaman Grace—Pine Residence Blok A No.27.
“Benar ini rumahmu, Grace?”
“Iya, Kak. Rumahnya yang ini.
Makasih ya sudah repot-repot anterin. Oh, iya rumah Kakak di mana?”
“Sama-sama. Ternyata kita ini
tetangga dekat. Rumah saya No.35 di sebelah sana.”
“Wah, deket banget. Ya, sudah.
Grace masuk dulu ya? Kakak mau mampir dulu?”
“Hmm… mungkin lain kali,
Grace. Saya harus pulang sekarang.”
“Oh, gitu. Oke, deh. Hati-hati
di jalan ya?”
“Oke, nanti hari Senin kita
berangkat bareng ya? Bye, Grace.”
“Bye, Kak.”
Jeremie langsung melajukan mobilnya.
Melihat sang kakak tingkat telah pergi, ia pun memutuskan untuk segera masuk ke
dalam rumah. Kedatangannya langsung disambut oleh sang mama.
“Akhirnya kamu pulang juga,
Sayang. Tadi kamu pulang sama siapa? Kok nggak naik motor? Motor kamu di mana,
Grace?”
“Hmm… motor Grace tinggal di
kampus, Ma. Grace lupa bawa jas hujan.”
“Oh, gitu. Terus yang tadi
antar kamu pulang siapa?”
“Kakak tingkat Grace, Ma. Tadi
dia nawarin Grace pulang bareng dia. Kebetulan rumahnya dekat sini di Blok A
No.35.”
“Kakak tingkat yang kamu
taksir ya, Sayang? Cie, cie, rumahnya ada yang deketan nih,” goda Sarah sambil
tersenyum kecil.
“Ah, Mama. Jangan godain Grace
dong. Menurut Mama langkah yang tepat buat pendekatan ke cowok yang disukai
gimana?”
“Hmm… gimana ya? Dia suka
olahraga?”
“Kayaknya sih. Grace lihat
otot-otot lengannya lumayan berbentuk.”
“Ya, sudah besok kamu ajak dia
joging pagi. Besok ‘kan Sabtu.”
“Wah, ide yang bagus, Ma.
Grace coba deh. Oh, iya sekarang Grace mau mandi dulu. Badan lengket banget
nih.”
“Oke, deh. Habis mandi
langsung ke ruang makan ya? Kita makan malam bersama.”
“Siap, Ma.”
To be continued... ©2023 WillsonEP
Akhirnya up juga
ReplyDeleteDitunggu lanjutannya
ReplyDeleteUpnya setiap hari apa?
ReplyDeleteUntuk saat ini, belum ditentukan ya jadwal updatenya. Masih random. 🙏🏻
DeleteNext kak
ReplyDelete