Magic App (Chapter 3)
Chapter
3 : Quality Time
Keesokan harinya. Sekitar
pukul 07.00 pagi tadi, Devano sudah berada di rumah untuk membantuku
menyelesaikan revisi skripsiku. Hanya membutuhkan waktu satu jam, skripsiku akhirnya
selesai di revisi.
“Sudah selesai nih, langsung
ke Pak Desta?”
“Hmm… boleh. Sebentar aku
kontak dulu Pak Destanya.”
“Oke deh.”
Aku meraih ponselku, kemudian
mengirimkan pesan kepada Pak Desta, dosen pembimbingku. Setelah mendapatkan
balasan, kami berdua pun berangkat ke kampus untuk meminta persetujuan dosen
pembimbing.
“Semuanya sudah sesuai pedoman
dan bisa langsung dicetak hardcover, Della. Cepat sekali kamu revisinya.
Dibantu pacarmu ya?”
“Iya, Pak.”
“Ya, sudah. Kamu boleh pulang
sekarang, saya ada kelas nih harus ngajar. Langsung saja dicetak ya? Terus kamu
langsung daftar wisuda.”
“Baik, Pak. Terima kasih. Saya
permisi dulu.”
“Sama-sama. Silakan.”
Aku beranjak keluar.
“Gimana sudah di ACC?”
“Sudah, ini semua berkat kamu.
Makasih ya?”
“Sama-sama, Della. Tidak usah
berterima kasih terus. Sekarang kita pulang?”
“Hmm… aku ke WC dulu. Kamu
tunggu di sini sebentar ya?”
“Oke, deh.”
Aku beranjak menuju WC
terdekat untuk buang air kecil. Setelah selesai, aku memutuskan mengambil
ponselku, membuka Magic App untuk pembuktian kedua.
Halo, Della!
Selamat datang di Magic App,
make your boyfriend as you want.
Apa yang kamu butuhkan
sekarang dari pacarmu? 10:00
10:00
Sekarang aku mau jalan-jalan seharian penuh sama dia. Apakah bisa?
Tentu bisa. Magic App, make
your boyfriend as you want. Selamat jalan-jalan, Kak Della. 10:01
Aku menaruh ponselku, kemudian
langsung menghampiri Devano.
“Yang, aku sudah selesai nih.
Kita pulang sekarang?”
“Nggak langsung pulang juga.
Memangnya kamu nggak mau kita jalan-jalan dulu? Aku kangen jalan sama kamu.”
“Hmm… benar juga, tapi kita ke
percetakan dulu ya buat hardcover skripsiku. Habis itu kita jalan-jalan.”
“Ide yang bagus. Sekarang kita
percetakan ya?”
“Oke, Yang.”
Kami kembali ke mobil. Kami
pun berangkat menuju percetakan tempat di mana skripsi dari kampus kami biasa
dicetak. Lokasinya tidak jauh, hanya sekitar 500 meter. Setelah memberikan
dokumen berupa softcopy kepada petugas, kami pun segera meninggalkan
percetakan tersebut untuk quality time berdua.
“Sekarang kita mau ke mana,
Yang?”
“Hmm… entahlah. Kamu tahu
sendiri aku orangnya gimana. Jarang pergi-pergi, Della. Kamu saja yang tentuin
kita mau ke mana.”
“Oke, bentar aku lihat maps
dulu.”
Aku meraih ponselku, melihat maps
untuk melakukan pencarian tempat yang bagus untuk quality time hari
ini.
“Hmm… aku mau makan ice
cream. Kita ke Will’s Ice Cream bagaimana?”
“Tentu boleh, Della. Kita ke
sana sekarang ya?”
“Oke.”
Sedikit cerita, Devano pacarku
memang orang yang sangat introvert sejak dulu. Aku mengenalnya saat aku baru
pertama kali masuk SMA. Dia adalah salah satu panitia masa orientasi sekolah
yang menjadi ketua kelompokku.
“Perkenalkan saya Della, Kak,”
ujarku mengajaknya berkenalan.
“Kalau saya Anggi, Kak.”
“Saya Angga, Kak.”
“Kalau saya Asta.”
“Salam kenal semuanya.
Sekarang saya akan jelaskan apa yang harus kalian persiapkan untuk masa
orientasi hari kedua.”
“Tapi Kak…”
“Ada apa?”
“Kakak belum memperkenalkan
diri. Nama Kakak siapa?”
“Oh, iya saya lupa. Saya
Devano.”
Selanjutnya dia kembali
menjelaskan apa yang harus dipersiapkan masa orientasi hari kedua pada saat
itu. Sejak saat itu, aku mulai menyukainya. Parasnya yang tampan membuat ia
menjadi salah satu idola di sekolah. Anggi, teman sekelompokku pun naksir sama
pria bernama Devano Exander. Dari sekian banyaknya siswi yang menyukainya
semasa SMA, tepatnya tanggal 18 Agustus tahun yang sama, Devano menyatakan
perasaannya padaku. Aku tidak akan pernah melupakan caranya yang unik saat
menyatakan perasaannya padaku. Dia mengajakku pergi ke kantin, menjauh dari
keramaian pesta rakyat yang sedang digelar di lapangan.
“Della, Kak Devano mau bicara
sesuatu boleh?”
“Boleh, Kak. Kakak mau bicara
apa?”
“Ini penting banget. Boleh
saya bisikan ke kamu?”
“Kenapa harus bisik-bisik?”
“Ya, karena ini penting dan orang
lain tidak boleh dengar. Boleh ‘kan?”
“Hmm… boleh.”
Devano pada saat itu langsung
mendekatkan dirinya, ia pun mulai membisikan sesuatu yang penting itu. Bisa
kalian bayangkan sendiri gimana perasaanku ketika pria itu mendekat. Jantungku
langsung berdegup lebih kencang dari biasanya.
“Kak Devano suka sama kamu,
Della,” bisiknya dengan suara yang sangat pelan.
“Kakak serius suka sama
Della?”
“Sutt… ngomongnya jangan
keras-keras, nanti ada yang dengar.”
Ah, jantungku semakin nggak
aman setelah mendengar pernyataan tersebut.
“Jadi gimana? Della mau jadi
pacar Kak Devano?” lanjutnya berbisik padaku.
“Tentu, Della mau. Della juga suka
sama Kak Devano.”
“Seriusan? Della suka juga
sama Kak Devano?”
“Iya, Kak.”
“Syukurlah, berarti mulai hari
ini kita jadian ya?”
“Iya, Kak.”
Ah, bahagianya bisa jadi pacar
seorang Devano yang memiliki banyak penggemar di sekolah.
“Della, kita sudah sampai. Kamu
dari tadi melamun. Lagi mikirin apa?”
“Hmm… tiba-tiba keinget momen
kamu nembak aku dulu. Nembak kok bisik-bisik-bisik,” godaku padanya.
“Ah, kamu. Masih ingat saja
kejadian itu. Sudah ah, jangan dibahas lagi.”
“Kenapa nggak usah dibahas
lagi?”
“Ya, aku malu. Kenapa lagi aku
pake bisik-bisik segala. Harusnya aku menyatakan perasaanku dulu nggak kayak
gitu.”
“Ya, mana aku tahu, tapi cara
kamu unik, Yang.”
“Unik sih unik, tetapi
memalukan untuk diingat. Sudah ya? Jadi makan ice cream?”
“Jadi dong.”
Kami turun dari mobil dan
memasuki gerai Will’s Ice Cream.
“Mbak, saya pesan vanilla
ice cream-nya dua ya?”
“Baik, dua vanilla ice
cream. Untuk minumnya mau apa, Dell?”
“Ice lemon tea saja.”
“Minumnya ice lemon tea.”
“Baik, biar disiapkan dulu.
Nanti pesanannya diantar. Ditunggu ya.”
“Oke, Mbak.”
“Totalnya jadi 76 ribu.
Bayarnya mau pakai cash atau kartu?”
“Kartu, Mbak.”
Setelah urusan pembayaran
selesai, Devano langsung mengajakku duduk di tempat favorit kami berdua. Tak
lama, pesanan kami pun diantar.
“Sudah lama banget ya kita
nggak jalan-jalan begini.”
Devano hanya tersenyum menanggapi
pernyataanku sambil terus menyantap ice cream miliknya.
“Habis ini kita mau ke mana?”
“Nanti kita pikirkan lagi ya?
Sekarang habiskan ice cream kamu. Nanti keburu mencair nggak enak.”
“Iya, iya.”
Selesai menyantap ice
cream, kami memutuskan untuk jalan-jalan di mall menghabiskan waktu
bersama hampir seharian penuh. Aku tiba di rumah sekitar pukul 21.00 diantar
oleh Devano.
“Thanks for today,
Yang.”
“Sama-sama. Aku senang jalan
sama kamu. Sudah malam, kamu masuk ya?”
“Hmm… kamu nggak mau masuk
dulu?”
“Nggak perlu, Dell. Ini sudah
malam. Aku nggak enak takutnya ganggu.”
“Iya juga sih. Ya, sudah kamu
pulangnya hati-hati.”
“Iya, Della kesayangannya Kak
Devano. Ayang pulang dulu ya?”
“Oke, kalau udah sampe rumah
kabarin.”
“Pasti. Bye, Della.”
“Bye, Devano.”
To be continued... ✨ ©2023 WillsonEP
Don't forget comments and shares. Thank you.π
❤️❤️π Mantap! Akhirnya tayang juga chapter 3 -nya
ReplyDeleteYeyyyy updateee!!!!
ReplyDeleteπ€£π€£ Harus bisik-bisik ya nembaknya...?
ReplyDeleteπ₯π₯Keren!!
ReplyDeleteSemakin seruu...
ReplyDeletenext thorr
ReplyDeleteDitunggu chapter selanjutnya...
ReplyDeleteJangan kelamaan ππ
ReplyDeleteNext thor jangan lama lama
ReplyDeleteNext dongg
ReplyDeleteJadwal updatenya tambah dong. Satu kali update terlalu lama.
ReplyDeleteChapter 4 mana???
ReplyDeleteKok pas dipencet error?
ReplyDeleteChapter 4 kok nggak bisa diakses?
ReplyDeleteBang, update nanti sore?
ReplyDelete❤️❤️
ReplyDelete