Bintang Megah (Chapter 5)

Chapter 5 🔎 : Pengalihan

Jumat pagi setelah pemakaman ketiga siswi yang meninggal, seluruh murid baru diminta memasuki ruangan aula.

“Selamat pagi semuanya. Pertama-tama saya mengucapkan turut berduka cita atas meninggalnya ketiga teman kalian pada hari Rabu kemarin. Pada kesempatan kali ini saya ingin menyampaikan informasi terkait M-Points yang ada di aplikasi BM Mobile. Beberapa dari kalian sudah banyak menanyakan apa itu M-Points? Cara dapatnya bagaimana? Apakah M-Points memengaruhi kelulusan kalian atau tidak? Semua pertanyaan itu akan saya jawab dalam acara Q&A M-Points.”

Mr. Bintang mulai menjelaskan mulai dari apa itu M-Points, cara mendapatkannya, gunanya apa, dan sebagainya. Intinya M-Points adalah poin yang dimiliki oleh setiap siswa dan siswi SMA Bintang Megah. Cara mendapatkannya cukup mudah, hanya dengan sarapan pagi, setiap murid bisa mendapatkan dua poin. Selain itu, akan ada daily tasks yang berhadiahkan M-Points.

“Apakah sejauh ini ada pertanyaan?”

“Tidak ada, Pak.”

“Baiklah, kalau sudah cukup jelas. Kali ini saya akan membahas tentang level-level dalam aplikasi BM Mobile.”

Level pertama adalah Newcomer. Level di mana para murid yang memiliki M-Points antara nol sampai dengan 100. Level kedua adalah BM Student dengan poin antara 101 sampai dengan 500. Level tertinggi adalah BM Star  dengan poin lebih dari 500.

 “Sekian yang dapat saya sampaikan. Sekarang kalian boleh meninggalkan aula dan istirahat. Selamat siang semuanya.”

Seluruh murid beralih keluar aula. Julian dan kedua temannya Jason dan James memutuskan untuk langsung ke kantin.

“Kalian udah pernah cobain tukerin M-Points belum?” tanya Jason pada Julian dan James.

“Belum gue coba tuh,” respon James sambil membuka bungkus permen dan memakan isinya.

“Kalau lo, Jul?”

“Belum juga. Gue mau dikumpulin dulu poinnya.”

“Yah, kalian harus coba deh tuker poin kalian sama es teh spesial di kantin. Rasanya enak banget.”

“Es teh spesial yang lo bilang kemaren-kemaren?”

“Iya, kalian cobain deh.”

“Ogah, nanti gue sakit kayak lo! Lo bilang es tehnya enak? Bukannya es teh rasanya gitu-gitu aja? Lo selama ini memangnya belum pernah beli es teh?”

“Yang kali ini beda, James. Rasanya lain. Belinya pake 2 M-Points. Kalian mau nggak? Gue mau beli nih.”

“Nggak, gue sama Julian lagi pengen siomay. Lagian sayang buang-buang poin.”

“Yakin? Cuaca lagi gerah nih.”

“Yakin, Jas. Kita minumnya air mineral aja cukup.”

“Oke, deh. Gue ke sebelah sana dulu ya?”

“Oke.”

Julian dan James langsung menghampiri penjual siomay, sementara Jason menghampiri penjual es teh.

“Mas, pesan siomaynya dua porsi ya?”

“Siap, Nak. Pakai bumbu nggak?”

“Kecap aja, Mas dua-duanya.”

“Siap, Nak. Ditunggu sebentar ya?”

Tak lama, Jason menyusul Julian dan James.

“Nggak jadi beli es tehnya?”

“Nggak ada. Es tehnya hanya ada Senin sampai Kamis.”

“Oh, gitu. Ya, sudah lo mau siomay nggak?”

“Boleh, deh. Kalau gue pakai bumbu.”

“Oke, Mas. Tambah satu porsi pakai bumbu.”

“Siap, Nak.”

Setelah pesanan mereka siap, mereka langsung duduk di salah satu meja yang tersedia. Mereka pun mulai menyantap pesanan masing-masing dengan lahap.Tiba-tiba saja Jessica datang bergabung.

“Boleh aku gabung?”

“Tentu, Jessica. Lo pesan apa?”

Thanks, Jul. Aku nggak pesan apa-apa. Aku ke sini mau bicara penting sama kalian.”

“Bicara penting soal apa, Jess?” respon James ikut penasaran.

“Ini soal teman kita. Apa kalian nggak merasa aneh kenapa Indah, Ranum, dan Lestari meninggal bersamaan? Ini janggal banget, apalagi sesudah pemakaman selesai, Mr. Bintang seakan melakukan pengalihan topik ke M-Points. Kenapa nggak lain waktu saja?”

“Hmm… yang lo bicarakan ada benarnya. Terus apa yang harus kita lakukan?”

“Kita harus selidiki masalah ini.”

“Tunggu dulu, kalau menurut gue sih ini nggak aneh. Bisa saja memang takdirnya mereka meninggal bersamaan. Sudahlah, nggak usah dipikirkan. Lebih baik kita kumpulkan poin sebanyak-banyaknya biar seru,” respon Jason sambil menghabiskan seluruh siomaynya.

“Gue duluan ya?” pamit Jason mulai herauak dari tempat duduknya.

“Lo mau ke mana?”

“Perpus, James. Mengumpulkan poin. Lumayan masih ada 10 menit. Sudah ya? Bye, semuanya.”

James beranjak pergi meninggalkan Julian, Jessica, dan James tidak pedulu apa yang Jessica bicarakan. Di pikirannya sekarang hanya ada M-Points. Dia harus mengumpulkan M-Points sebanyak-banyaknya. Di sisi lain, Jessica kembali melanjutkan pembicaraannya bersama Julian dan James. Selain mencurigai kematian yang menimpa tiga siswi sekaligus, Jessica merasa tingkah Jason belakangan ini agak berbeda.

“Hmm… masuk akal sih. Memang gue juga merasa Jason agak aneh sejak dia minum es teh spesial.”

“Es teh spesial apa, James?”

“Gue sendiri nggak tahu es teh spesialnya seperti apa. Katanya dia tuker 2 M-Points buat es teh itu.”

“Hmm… dia udah tukar poin? Es teh di mana?”

“Di sebelah sana,” ujar James sambil menunjukkan arah ke mana Jason tadi pergi. “Tadi dia mau beli lagi, tapi sayangnya hari ini nggak ada. Hanya tersedia setiap Senin sampai Kamis,” terangnya.

“Hmm… begitu. Kenapa hari Jumat nggak ada?”

“Kurang tahu juga.”

“Apa karena hari Jumat setiap murid boleh pulang kali ya?”

Julian dan James merespon dengan ekspresi bingung. Apa hubungannya es teh yang dijual Senin sampai Kamis dengan jadwal pulang murid setiap Jumat?

“Sudahlah, gue rasa nggak usah dibahas lagi. Pusing gue bahas tugasnya detektif. Sekarang lebih baik kita balik ke kelas. Sudah mau bel.”

“Oke, deh. Sorry, kalau aku bikin kalian pusing dan bingung. Gue hanya penasaran aja sama kejanggalan yang terjadi.”

It’s okay. Habis ini pelajaran apa?”

“Sejarah, James. Habis itu musik dua jam pelajaran,” respon Julian cepat.

“Lo hafal, Jul?”

“Sedikit-dikit gue hafalin jadwalnya.”

“Mantap, keren-keren. Padahal belum ada satu minggu lo sudah hafal jadwalnya. Kita ke kelas sekarang? Let’s go!”

-oOo-

Tiga jam pelajaran berlalu. Bel pulang sekolah untuk kelas X berbunyi. Seluruh murid kelas X berhamburan keluar kelas dengan penuh kebahagiaan karena hari ini mereka bisa pulang ke rumah bertemu keluarga masing-masing.

“Jul, sampai ketemu hari Senin ya! Gue duluan, bokap udah ada di parkiran.”

“Oke, oke, hati-hati di jalan.”

“Siap-siap, lo belum dijemput?”

“Belum. Mungkin sebentar lagi.”

“Oke, deh. Bye, Jul.”

Bye, James.”

James beranjak pergi. Tak lama, Jason datang menghampiri.

“Jul, lo lihat James nggak?”

“Dia udah pulang. Kenapa?”

“Wah, udah pulang? Tadinya gue mau nebeng pulang bareng dia. Oh, iya lo belum dijemput?”

“Belum, mungkin sebentar lagi.”

“Oh, kalau Aluna lo lihat nggak?”

“Nggak. Kenapa lo cari dia?”

“Ya, gue kangen aja lihat wajah cantiknya. Beneran nggak lihat?”

“Beneran. Mungkin sudah pulang.”

“Wah, seriusan? Padahal gue lagi kangen dia.”

“Bisa aja lo! Lo suka sama dia?”

Jason menggeleng.

“Gue sendiri bingung. Di sini memang banyak yang cantik, tapi dia beda. Mungkin gue suka sama dia. Lo punya kontaknya nggak?”

“Hmm… ada. Memangnya lo belum join LINE Group X-1?”

“Ada grupnya? Kok gue nggak di-invite sih? Siapa yang buat grupnya?”

“Ada, James yang buat grupnya.”

“Pantes aja. James, mengapa kau tega pada hamba? Jul, invite gue dong.”

“Oke, gue invite. Sudah gue invite.”

Thanks, Brother. Gue pulang duluan ya?”

“Lo pulang sendiri? Naik apa?”

“Iya, ortu gue nggak bisa jemput. Gue pulang naik ojol aja.”

“Oke, deh. Hati-hati di jalan ya?”

Thanks, perhatiannya. Jadi terharu gue. Bye, Jul.”

Bye, Jason.”

To be continued... ©2023 WillsonEP

Comments

Post a Comment

Trending This Week 🔥🔥

📣 BESOK! Bisakah Aku Bahagia Eksklusif di KaryaKarsa

My Neighbor, My Lecturer (Chapter 8)