My Neighbor, My Lecturer (Chapter 7)
Chapter 7 : Pernyataan Pak Dosen
Hari ini adalah hari terakhir
aku mengikuti ujian akhir semester. Aku baru saja keluar ruangan setelah menyelesaikan
ujian Mata Kuliah Pengantar Akuntansi 1.
“Akhirnya selesai juga
ujiannya. Sekarang tinggal tunggu hasil dan persiapan semester 2. Semoga
hasilnya bagus.”
Aku beranjak menuju kantin
kampus untuk makan siang sambil menunggu Gendis yang masih mengerjakan ujian.
Buat yang belum tahu, mahasiswa diperbolehkan keluar lebih dulu apabila telah
selesai mengerjakan ujian. Jadi tidak perlu menunggu di ruang ujian hingga
waktu berakhir.
“Siang, Raisa. Sudah selesai
ujiannya?” sapa Pak Dio yang baru saja dari arah ke kantin.
“Siang, Pak. Iya, Pak. Saya
sudah selesai ujiannya.”
“Hebat kamu. Soalnya terlalu
mudah ya?”
“Nggak juga, Pak. Ada yang
sulit juga kok.”
“Oh, gitu. Bagian mana yang
sulit?”
“AJP.”
“Sudah saya duga. Memang soal
AJP saya buat banyak jebakan. Semoga kamu bisa mengerjakan dengan benar ya.”
“Amin, Pak.”
“Ya, sudah. Saya permisi dulu
ya. Saya harus ke ruang dosen.”
“Baik, Pak. Silakan.”
Setelah Pak Dio pergi, aku beranjak
menghampiri Bu Ratna, penjual soto betawi di kampuskh. Aku memesan seporsi soto
betawi beserta nasi putih, kemudian duduk di tempat yang tersedia sambil
menunggu soto pesananku diantar.
“Hai, Sa.”
“Hai juga, Ben. Gimana ujian
tadi? Lancar ‘kan?”
“Lancar, Sa. Lo hebat banget
baru satu jam udah beres aja.”
“Ah, biasa aja kok.”
“Sebelum ngumpulin udah cek
ulang?”
“Udah dong.”
“Keren. Yakin dapet berapa?
Pasti 100 ya?”
“Kalau 100, gue nggak yakin.
Mungkin 90 an.”
“Sama gue juga. Soal AJP bikin
bingung. By the way, boleh gue duduk di sini? Lo mau pesen sesuatu
nggak? Gue mau beli makan nih.”
“Gue udah pesen soto betawi Bu
Ratna.”
“Oh, gitu. Boleh juga tuh. Gue
pesen yang gue dulu ya. Titip tas ya.”
“Oke, Ben.”
Benni beranjak pergi
menghampiri Bu Ratna untuk memesan soto betawi. Selang beberapa saat. Karyawan
Bu Ratna mengantarkan soto pesananku.
“Selamat menikmati, Mbak.”
“Terima kasih.”
Tiba-tiba saja ponselku
bergetar. Kuraih ponsel tersebut dari dalam tas yang kupangku.
Gendis
Di mana? 11:15
Gue baru kelar nih. 11:15
11:16
Gue nunggu di kantin, Dis.
11:16
Lagi makan soto Bu Ratna.
Oke, gue ke sana sekarang. 11:17
Aku kembali memasukkan
ponselku ke dalam tas. Aku pun mulai menyantap pesananku. Tak lama, Benni
bergabung membawa soto pesanannya.
“Selamat makan, Sa.”
“Iya, sorry gue mulai
duluan tadi.”
“Nggak apa. Laper banget ya?”
“Iya, tadi pagi nggak sempet
sarapan.”
Beberapa saat kemudian, Gendis
ikut bergabung denganku dan Benni. Ia datang dengan wajah lesu. Aku menduga dia
mengalami kesulitan saat mengerjakan ujian tadi. Aku pun berinisiatif
menawarkannya makan.
“Lesu amat, Dis. Makan deh
biar nggak lemes. Mau makan apa lo? Gue traktir.”
“Seriusan nih, Sa?”
“Iya, serius. Nih cash
buat lo beli makan.”
Aku memberikan sejumlah uang
pada Gendis agar ia bisa semangat lagi.
“Makasih, Sa. Gue pesen dulu
ya? Lo tungguin dong. Makannya barengan.”
“Okay, gue tungguin. Jangan pake lama.”
“Ben, lo juga tungguin gue.”
“Lah, gue lagi laper banget,
Dis. Lo ditemenin sama Raisa aja ya? Habis makan gue ada urusan lain?”
“Urusan apaan? Lo BO lagi?”
“Heh, jangan keras-keras. Malu
tau.”
“Mending tobat deh lo. BO mulu
deh. Kena HIV baru tau rasa.”
“Gue main aman. Udah ya? Gue
permisi dulu.”
“Lah, sotonya belum habis,
Ben!”
“Udah nggak mood. Buat
lo aja, Dis.”
Benni beranjak pergi
meninggalkan kami berdua.
“Dis, lo nggak salah bicara
‘kan? Benni suka BO?”
“Nggaklah, Sa. Emang tuh orang
suka BO cewek. Main deh di apartemennya. Baru tau ya lo?”
“Baru tau banget. Sejak kapan
dia begitu?”
“Hmm … sejak SMA, Sa.
Mentang-mentang banyak duit hobinya main cewek.”
“Lo harus hati-hati kalau sama
dia. Jangan terima makanan atau minuman apapun dari dia. Takutnya lo dibius.”
“Okay, thanks
buat nasihatnya. Gue nggak nyangka aja sih. By the way lo jadi makan
nggak? Buruan pesen. Gue mau lanjut makan nih.”
“Jadi dong. Lo nggak ikhlas
traktir gue?”
“Ikhlas, buruan pesen!”
“Iya, wait a minute.”
-oOo-
Saat ini aku telah berada di
unit apartemenku. Aku baru saja selesai mencuci pakaian serta mandi karena
seperti biasanya udara Jakarta hari ini begitu panas. Setelah menjemur pakaian
di balkon, aku kembali masuk berbaring di tempat tidur sambil mendengarkan
musik menggunakan earphone bluetooth dan scroll sosial media.
Tiba-tiba saja ada pesan masuk dari Ibu.
Ibu
Sa, gimana ujiannya tadi? 14:00
Udh sampe apartemen? 14:00
14:01 Udh,
Bu. Raisa kangen sama Ibu. Raisa pulang ya? Besok udah mulai libur.
Hmm … kamu nggak perlu pulang,
Sayang. Ibu sama Ara aja yang ke Jakarta. 14:02
Ibu sama Ara udah pesen travel
ke Jakarta. Besok pagi berangkat. 14:02
14:03
Ibu ke Jakarta besok? Kok nggak bilang-bilang dulu sih?
Sengaja biar surprise
tadinya. Eh, malah keceplosan.😅 14:03
Ditunggu ya, Sa? 14:03
14:04
Iya, Bu.
Tak lama, aku mendapatkan
pesan dari Pak Dio. Segera kubuka pesan tersebut.
Pak Dio Dosen
Siang, Raisa. 14:05
Nanti sore kamu ada acara
nggak? 14:05
Saya rencananya mau ajak kamu
makan malam bersama. 14:06
14:07 Boleh,
Pak. Saya kosong kok.
Ok. Sampai ketemu nanti sore.
Nanti saya jemput. 14:07
Perlu kalian ketahui, ini
adalah ajakan Pak Dio untuk kesekian kalinya dalam beberapa bulan terakhir. Pak
Dio sering mengajakku jalan-jalan ketika aku sedang tidak bekerja part time.
Tak hanya itu, Pak Dio selalu mengingatkanku untuk makan karena memang aku
sering lupa makan kalau sedang sibuk kuliah maupun bekerja.
-oOo-
Sore hari sekitar pukul 16.00
aku mulai bersiap untuk pergi bersama Pak Dio. Tepat 30 menit kemudian, Pak Dio
datang menjemputku.
“Sa, kamu sudah siap?” ujarnya
sambil mengetuk pintu depan.
“Iya, Pak. Sebentar.”
Aku beranjak keluar,
membukakan Pak Dio pintu.
“Sudah siap? Kita berangkat
sekarang?”
“Saya siap, Pak. Kita bisa
berangkat sekarang.”
“Oke.”
Kami pun berangkat menggunakan
mobil milik Pak Dio. Awal perjalanan kami berdua hanya saling diam. Pak Dio
fokus menyetir, sementara aku memilih untuk memerhatikan pemandangan jalanan ibu
kota yang padat karena kendaraan melalui jendela di samping kiriku.
“Hmm … jalanan macet banget
ya, Pak?”
“Ya, beginilah tinggal di
Jakarta, Sa. Kalau nggak macet ya banjir.”
“Pak Dio udah berapa lama
tinggal di Jakarta?”
“Saya tinggal di Jakarta sejak
tahun 2018.”
“Oh, gitu. By the way kita
mau ke mana, Pak?”
“Saya mau ajak kamu makan
malam di Starlight Resto.”
“Starlight Resto ? Pak
Dio yakin kita makan di sana?”
“Yakin. Memangnya kenapa? Kamu
keberatan?”
“Uang saya terbatas, Pak. Takutnya
nggak cukup kalau makan di sana. Kata Gendis harga makanan dan minuman di sana
mahal-mahal.”
“Kamu nggak perlu khawatir.
Saya yang traktir.”
“Saya jadi nggak enak sama Pak
Dio.”
“Nggak usah merasa nggak enak,
Sa. Saya ikhlas kok.”
“Saya tahu, Pak, tapi saya tetap
merasa nggak enak.”
“Saya ikhlas. Jadi nggak perlu
dibahas lagi ya? Bentar lagi kita sampai.”
Beberapa saat kemudian. Kami
tiba di tujuan. Pak Dio langsung mengajakku untuk memasuki gedung restoran yang
menurutku terlalu megah dan mewah.
“Selamat datang di Starlight
Resto, Mas, Mbak,” sambut salah satu karyawan sambil membukakan kami pintu.
“Apa sudah reservasi
sebelumnya, Pak?”
“Sudah, Mbak. Atas nama Dio
Kurniadi.”
“Baik, untuk meja Pak Dio
sudah kami persiapkan. Mohon ditunggu sebentar ya, Pak.”
Tak lama, karyawan lainnya
datang untuk mengantarku dan Pak Dio ke meja yang sudah direservasi oleh Pak
Dio.
“Memangnya harus reservasi
dulu ya, Pak?”
“Iya, Raisa. Kalau di sini
memang harus pesan dulu.”
“Oh, gitu.”
Kami berjalan mengikuti
karyawan tersebut. Sesampainya di meja yang dimaksud, aku sama sekali tidak
menyangka Pak Dio mengajakku ke tempat ini. Dari dekorasi yang kulihat,
sepertinya Pak Dio akan menganjakku romantic dinner.
“Silakan duduk, Sa,” ujar Pak
Dio sambil menggeser kursi dari tempat semula.
“Pak Dio ini maksudnya apa?”
“Nanti saya jelaskan lebih
lanjut. Kamu duduk dulu saja ya. Jangan malu-malu.”
Aku menuruti keinginannya. Setelah
aku duduk, Pak Dio langsung mengambil posisi duduk di hadapanku.
“Pasti kamu bingung kenapa
saya ajak kamu ke sini.”
“Saya bingung banget, Pak.”
“Saya sayang sama kamu, Raisa
Asmara.”
To be continued ... ©️ 2024 WillsonEP
Cieeeeeeeeee Pak Dio 😍😍😍❤️❤️
ReplyDeleteJadian... jadian...
ReplyDeleteMantap Pak Dosen!
ReplyDeleteEmang boleh dosen sama mahasiswi jadian? 🤣🤣
ReplyDelete