Tak Ada Keluarga Sempurna (Chapter 2)

Chapter 2 : Pekerjaan atau Keluarga

Waktu masih menunjukkan pukul 04.30 pagi. Aline sengaja bangun lebih awal dari biasanya. Cahaya lampu yang terbatas menemani langkahnya menuju dapur. Ia berniat menyiapkan sarapan spesial pagi ini sebagai bentuk permintaan maafnya karena semalam pulang telat. Masih sedikit mengantuk, Aline mengenakan apron berwarna biru dan mulai mengeluarkan bahan-bahan makanan yang akan dimasaknya. 

Hmm … semoga anak-anak suka,” ujarnya sambil mengiris bawang putih sebagai salah satu bumbu nasi goreng. 

Selang beberapa saat, Destiana datang menghampiri. 

Pagi, Lin. Kamu lagi apa? Ini masih pagi loh.” 

“Eh, Ibu. Pagi. Ini Aline lagi mau masak nasi goreng favorit anak-anak. Aline merasa bersalah banget karena akhir-akhir ini Aline nggak punya waktu buat mereka.” 

“Oh, gitu. Kerjaan di kantor lagi banyak ya, Lin?” 

Ya, begitulah, Bu. Akhir-akhir ini memang kerjaan kantor lagi banyak banget.” 

Kalau Ibu boleh kasih saran, jangan terlalu diporsir kerjanya, Lin. Jaga kesehatan. Satu lagi, jangan lupa luangkan waktu buat keluarga. Sakti dan Nanda butuh kamu.” 

Aline paham, Bu. Makasih sarannya.” 

Sama-sama. Sekarang kamu lanjut masaknya. Ibu ke sini mau ambil minum buat Bapak.” 

Silakan, Bu.” 

Destiana beranjak pergi setelah menuangkan gelas milik Afan yang kosong. 30 menit berlalu, aroma nasi goreng yang khas berhasil memenuhi seluruh penjuru rumah. Sakti yang semula mengantuk, langsung beranjak dari kamarnya menghampiri Aline yang berada di ruang makan. 

“Mama masak nasi goreng?tanya Sakti bersamangat. 

Iya, Sayang. Mama bikin nasi goreng favorit kamu.” 

Mantap! Akhirnya Mama masak lagi! Sakti udah bosen sama masakan Oma. Boleh Sakti makan sekarang?” 

Sabar ya, Sayang. Kita tunggu yang lain sebentar.” 

Oke, Ma. 

Aline merasa lega bisa melihat senyum lebar terpancar di wajah Sakti. Seketika rasa bersalahnya kemarin malam perlahan hilang. Selang beberapa saat, seluruh anggota keluarga telah berkumpul di ruang makan. Bima datang bersama dengan Nanda, sementara Destiana datang dengan Afan. 

Wah, wah, aroma nasi gorengnya harum banget, Lin. Ini pasti enak.” 

Makasih, Pak. Ayo, semuanya kita makan sekarang. Nanti keburu dingin. Bim, kamu segini cukup?” 

Cukup, Lin,” jawab Bima datar tanpa menatap mata Aline. 

Setelah mengambilkan untuk Bima, Aline beralih ke Sakti dan Nanda, mengambilkan nasi goreng sesuai porsi masing-masing. 

Ibu sama Bapak mau Aline ambilin juga?” 

Nggak perlu, Lin. Kita ambil sendiri aja. Bapak pasti maunya diambilin sama Ibu. Benarkan, Pak?” 

Iya, Lin. Bapak biar diambilin sama Ibu. Biar romantis.” 

Bapak bisa aja deh. Ya udah, ini bakulnya, Bu.” 

Destiana menerima bakul yang diberikan Aline. Ia mulai menuangkan beberapa sendok nasi untuk sang suami lebih dulu. Setelahnya baru ia menuangkan untuk dirinya sendiri. 

“Kita mulai sarapannya ya? Jangan lupa doa dulu.” 

Siap, Oma.” 

Sarapan pun dimulai setelah berdoa. Semuanya terlihat sangat menikmati hidangan yang ada. 

-oOo- 

Bima dan Sakti sedang dalam perjalanan menuju SD Tunas Bangsa menggunakan motor. Tadinya Sakti ingin diantar oleh Aline menggunakan mobil, tetapi tiba-tiba Aline diminta oleh Karina untuk segera berangkat ke kantor, mengikuti meeting penting. 

“Pa, kok Mama sibuk terus sih? Katanya tadi mau anter Sakti ke sekolah, eh malah nggak jadi. Sebel deh. Papa udah coba ngomong belum sama Mama? Atau Mama memang nggak mau dengerin omongan Papa?” 

Kamu yang sabar ya, Sak. Mungkin Mama memang lagi bener-bener sibuk. Tadi malam, Papa belum sempat ngomong sama Mama. Nanti Papa coba bilang ke Mama supaya Mama meluangkan waktu buat keluarga.” 

Oke, Pa. Kalau bisa secepatnya ya, Pa?” 

Iya, Sakti. Papa janji akan bilang secepatnya ke Mama.” 

“Oh, iya uang jajan Sakti jadi naik hari inikan? 25 ribu!” 

Jadi. Nanti Papa kasih uangnya pas kita udah di sekolah.” 

Makasih, Papa! Papa selalu bisa diandalkan!” 

Sama-sama.” 

Sekitar 15 menit perjalanan, akhirnya mereka tiba di tujuan. Sesampainya di sekolah, Bima langsung memarkirkan motornya di tempat yang tersedia. 

“Pa, uang jajan!” 

Sabar, sebentar Papa ambil dompet dulu.”

Bima meraih dompetnya, mengeluarkan selembar uang pecahan dua puluh ribu dan lima ribu. 

Sesuai janji Papa, ini 25 ribu buat jajan Sakti. Uang jajan naik, jangan lupa ditabung juga ya? Jangan dihabisin semuanya.” 

Siap, Komandan. 

Ya udah, sekarang Sakti masuk dan belajar yang rajin ya?” 

Iya, Pa. Papa hati-hati di jalan. Larisin baksonya, Pa. Kalau nggak laris, Sakti bantuin makan.” 

Siap, Papa akan usaha. Kalau kamu yang makan, Papa bisa rugi. Udah kamu masuk sana.” 

Siap, Komandan. Sakti pamit.” 

Setelah Sakti memasuki gedung sekolah, Bima kembali ke motornya. Ia  melajukan motornya menuju Bakso Abim. 

Semoga saja hari ini lebih ramai dibandingkan kemarin. Amin.” 

-oOo- 

Aline baru saja menyelesaikan meeting internal bersama Karina dan beberapa karyawan lainnya. Saat meeting berakhir, Aline langsung menutup laptopnya perlahan sambil menghela napas panjang. Karyawan lain mulai meninggalkan ruangan hingga menyisakan Aline dan Karina saja yang masih berada di ruangan. 

Kenapa kamu masih di sini, Lin? Apa pekerjaanmu yang Mama kasih tadi pagi sudah selesai?” 

Aline menggeleng. 

Terus kenapa masih di sini? Cepat selesaikan.” 

“Aline nggak bisa, Ma. Pekerjaan yang Mama kasih itu bukan bagian dari pekerjaan Aline. Lebih baik Mama minta karyawan lain yang seharusnya mengerjakan tugas tersebut.” 

Kenapa kamu jadi nggak profesional seperti ini? Apa ini pengaruh buruk dari lelaki gembel itu? Apa yang dia katakan sama kamu?” 

Ini semua bukan pengaruh Bima, Ma. Ini semua karena Aline merasa dimanfaatkan selama ini. 

Dimanfaatkan? Kamu ini aneh, Sayang. Memangnya Mama salah minta tolong sama anak sendiri? Kalau bukan sama kamu, Mama harus minta tolong siapa?” 

“Mama ‘kan punya karyawan bukan hanya aku. Jadi Mama bisa minta tolong sama mereka.” 

“Mama nggak bisa percaya 100% ke mereka, Lin. Mama lebih percaya sama kamu. Jadi apa itu salah?” 

Nggak ada yang salah, hanya saja pekerjaan itu memang bukan bagian Aline. Jadi maaf banget, Aline nggak bisa kerjakan. 

Okay, kalau itu mau kamu. Mama nggak akan paksa kamu. Ada lagi yang mau kamu sampaikan?” 

Satu lagi, Aline nggak bisa lembur seperti kemarin-kemarin. Maksimal dua hari lembur. Alasannya biar Aline punya waktu lebih banyak mengurus anak-anak.” 

Okay. Sekarang kamu kembali bekerja. Selesaikan pekerjaanmu. Hari ini kamu lembur untuk menyelesaikan semua pekerjaan yang Mama berikan tadi.” 

“’Kan Aline udah bilang nggak bisa, Ma. Mama juga udah setuju.” 

Itu untuk kedepannya. Sekarang selesaikan dulu pekerjaan yang Mama berikan tadi. Kamu harus profesional dong.” 

Ya, sudah. Aline kerjakan, tapi ini yang terakhir ya, Ma.” 

Okay, Sayang. Mama yakin kamu bisa menyelesaikannya.” 

-oOo- 

Waktu telah menunjukkan pukul 21.30. Aline masih berada di kantor, berkutat dengan pekerjaan yang tak kunjung selesai karena tadi sore Karina kembali memberikan pekerjaan tambahan. 

Udah jam segini, kerjaan ini belum kelar juga. Bima pasti marah lagi. Aku harus bagaimana?” 

Tiba-tiba saja ponsel Aline berdering memecah keheningan ruangan kerjanya. Aline langsung melirik ponselnya untuk melihat siapa yang meneleponnya. 

Bima video call? Tumben banget. Apa dia kangen ya?” ujar Aline sambil senyum-senyum sendiri. Aline pun langsung menjawab panggilan video tersebut. 

“Halo, Bim. Tumben kamu video call. 

Kamu di mana? Kok jam segini belum pulang? Lembur lagi? Bisa nggak sehari aja kamu nggak bikin khawatir?” 

Aku minta maaf, Bim. Aku masih di kantor. Kerjaanku belum selesai nih.” 

Memangnya nggak bisa dilanjut nanti? Sakti dari tadi nyariin kamu.” 

“Mama di mana? Kok belum pulang? Mama udah nggak sayang Sakti ya?” 

Maaf ya, Sayang. Mama sayang kok sama Sakti. Mama masih di kantor. Kerjaan Mama belum selesai. Kamu kok belum tidur jam segini?” 

Kerjaan terus. Kerjaan Mama lebih penting daripada Sakti?” 

Nggak gitu, Sayang. Kamu jauh lebih penting daripada kerjaan Mama.” 

“Sakti perlu bukti, Ma. Mana buktinya Sakti lebih penting dari kerjaan Mama?” 

“Mama minta maaf, Sayang. Mama sebentar pulang. 

“Mama bohong! Kerjaan Mama ‘kan belum selesai.” 

“Mama akan tinggalin kerjaannya demi kamu. Tunggu Mama di rumah ya?” 

Tiba-tiba saja panggilan tersebut diputus sepihak oleh Sakti. Tentu hal ini membuat Aline khawatir dengan kondisi Sakti sekarang. 

Aku nggak nyangka Sakti bisa bicara seperti itu. Dia pasti kecewa banget punya Mama kayak aku. Aku harus pulang sekarang. Keluargaku jauh lebih penting. Kerjaan bisa dikerjakan nanti.” 

Aline segera mengambil tas serta kunci mobil, kemudian meninggalkan ruangan menuju basement. 

“Sakti sayang, tungguin Mama ya? Mama pulang sekarang.”

To be continued ... © 2025 WillsonEP. Terima kasih sudah mampir.🙌

Comments

Post a Comment

Trending This Week 🔥🔥

📣 BESOK! Bisakah Aku Bahagia Eksklusif di KaryaKarsa

My Neighbor, My Lecturer (Chapter 8)